SIRAMAN: Prosesi
siraman yang dilakukan sebelum melakukan akad nikah.FOTO-Foto:
ANDRI MUSTARI/HARIAN JAMBI
|
Meski
Provinsi Jambi dikenal dengan tradisi yang kental dengan nuansa melayu, tidak
menutup eksistensi tradisi lain untuk berkembang. Salah satunya adalah tradisi
masyarakat Jawa.
ANDRI MUSTARI,
Jambi
Provinsi
Jambi dikenal sebagai kawasan yang kental dengan budaya Melayu. Karena memang, mayoritas
adat dan budaya Jambi dipengaruhi oleh warisan dari kerajaan melayu. Namun
bukan berarti, adat dan budaya dari daerah lain menjadi tertutupi. Semua budaya
mampu berkembang dengan baik.
Jambi
adalah Provinsi yang membuka lebar pintu gerbang bagi suku dan warga dari
kawasan manapun untuk menetap di Jambi. Sehingga, tidak sedikit dari masyarakat
Jambi yang berasal dari warga pendatang. Khususnya masyarakat yang berasal dari
Pulau Jawa. Ini disampaikan Sumarni, Seniman Jawa. “Sekitar 80 persen penduduk
Jambi adalah orang Jawa,” ungkapnya.
Sumarni, Seniman Jawa |
Sumarni
atau yang biasa dikenal dengan sebutan Bu Sugeng ini, terlahir di Kabupaten
Seragen Jawa Tengah pada 10 November Tahun 1958. Ibu dari empat anak ini telah
hijrah ke Jambi sejak 1982 hingga sekarang.
Di
Kota Jambi, ia menjadi salah satu tokoh yang cukup dikenal oleh masyarakat suku
Jawa yang berdomisili di Kota Jambi. Masyarakat mengenalnya sebagai sesepuh
masyarakat Jawa di Jambi, khususnya bagi masyarakat berasal dari Seragen.
Sebagai
Seniman Jawa, ia menjadi salah satu pengurus Paguyuban Wisnu Mukti. Di dalam
paguyuban tersebut, terdiri dari beberapa bagian paguyuban yaitu paguyuban Klaten,
Seragen, dan Paguyuban Solo.
Sambung Roso
Bukan
hanya itu saja, ia juga mendirikan sebuah perkumpulan organisasi yang dikenal
dengan Sambung Roso, yang
diperuntukkan untuk orang-orang jawa, yang pekerjaanya adalah seorang pedagang
khususnya pedagang bakso.
“Saya
juga membentuk sebuah organisasi yang saya beri nama Sambung Roso yang saya peruntukkan untuk orang-orang jawa yang
berjualan bakso,” ujarnya.
Sumarni
juga dikenal sebagai seorang seniman asal Jawa yang cukup dikenal oleh
masyarakat Kota Jambi. Ia memiliki perlengkapan alat kesnian Jawa atau yang
dikenal dengan peralatan pewayangan. Seperti gamelan, bonang, gambang, gong dan
perlengkapan wayang lainya. “Saya punya perlengkapan pewayangan,” ungkapnya.
Budaya Jawa di
Jambi
Melalui
Sumarni, Harian Jambi mencoba menelusuri perkembangan Budaya Jawa di Jambi. Menurutnya,
budaya Jawa di Jambi hingga saat ini masih bias bertahan dan eksis. Kebudayaan
dan tradisi orang Jawa masih kerap dijalankan dalam sebuah agenda tertentu. Seperti
halnya adat pernikahan, kesenian pewayangan serta campur sari.
“Kebudayaan
atau tradisi pernikahan masih sering digunakan. Sedangkan untuk keseniannya
yang sering digunakan adalah wayang dan campur sari,” ujarnya.
Group
wayang yang telah dibentuknya dari sejak tahun 2009 tersebut, kerap
dipergunakan dan dipentaskan di setiap kegiatan pemerintahan daerah Provinsi
Jambi. Selain itu, juga dipentaskan di berbagai acara resepsi pernikahan orang
Jawa.
“Grup
saya sering mentas di acara pemerintahan dan acara resepsi pernikahan orang Jawa,”
ungkapnya.
Grup
Wayang Sumarni adalah Asri Gumelar, yang diambil dari nama asal daerah
kelahirannya. Saat ini, ia telah mempunyai jumlah anggota grup atau pelaku
pewayanganya sebanyak 32 orang.
“Nama
grup saya Asri Gumelar dan saya sudah punya anggota atau team pemain sebanyak 32
orang,” ungkapnya.
Wayang
Ragam
alat musik yang digunakan untuk mengiringi pementasan wayang.
|
Sumarni
menjelaskan, kebudayaan Jawa khususnya pewayangan merupakan sebuah kebudayaan
warisan yang dulunya dilakukan oleh para wali ketika menyebarkan Agama Islam. Dalam
hal ini, Para Wali menyebarkan agama Islam dengan menampilkan pementasan wayang. Sehingga,
wayang bukan saja sebagai hiburan di mata masyarakat, tapi juga merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
berdakwah.
Tradisi
ini masih sering dilakukan oleh para pelaku pewayangan. Sebelum memulai
pewayangan banyak dalang yang terlebih dahulu memeberikan tausiah atau ceramah
kepada masyarakat.
“Wayang
bukan hanya sebagai hiburan, akan tetapi juga sebagai cara untuk memberikan
sebuah ceramah atau tausiah keagamaan, khususnya agama Islam,” ujarnya.
Beberapa
perlengkapan pewayangan yang digunakan adalah bonang yang terbuat dari besi
kuningan. Di masa kerajaan Majapahit dulu
pun Bonang ini sudah ada. Alat lainnya adalah gamelan yang juga terbuat darti besi kuningan.
Selain itu alat yang dikenal dengan gambang yang terbuat dari pohon kelapa.
Peralatan
lainnya adalah gong alat ini terdiri dari gong berukuran kecil maupun ukuran
gong yang besar. Dan yang terpenting dalam hal ini adalah wayang.(*/poy)
Tradisi Jawa
dari Segi Keagamaan
Selain
dari sisi kesenian, terdapat beberapa hal menarik lain yang biasa dilakukan
oleh masyarakat Jawa. Hal tersebut berkaitan dengan tradisi ataupun adat yang
lebih dikhususkan terhadap kepercayaan masyarakat Jawa.
Sartimin, Tokoh Jawa |
Menurut
Sartimin, Tokoh Jawa yang tinggal di merupakan warga di kawasan Lorong
Gelincing Pemancar TVRI Kecamatan Telanaipura Kota Jambi, agama yang dianut
oleh sebagian besar suku Jawa adalah Agama Islam. Akan tetapi, banyak juga di
antaranya yang menganut agama lain.
Dalam
memeluk agama Islam, suku Jawa membagi dalam dua golongan yaitu Golongan Islam
Santri dan Islam Kejawen. Golongan santri dalam hal ini, yaitu golongan yang
menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran Islam dengan syariat-syariatnya. Sedangkan
Golongan Islam Kejawen adalah golongan yang percaya pada ajaran Islam, tetapi
tidak patuh menjalankan syariat Islam dan masih percaya kepada kekuatan lain.
“Sebagian
orang Jawa membagi agama islam dalam dua golongan yaitu golongan Islam Santri dan
golongan Islam Kejawen,” ungkapnya.
Selain
itu, ia juga menyampaikan bahwa, sebagian orang Jawa juga masih percaya pada
hal yang gaib. Seperti percaya pada makhluk-makhluk halus seperti memedi,
genderuwo, tuyul, setan dan lain-lain. Kemudian, juga percaya pada hari baik dan
hari naas.
Mereka
juga mempercayai kepercayaan akan tradisi hari kelahiran atau weton, dan percaya
pada benda-benda pusaka, jimat dan sejenisnya.
Akan
tetapi dengan perkembangan imu pengetahuan, hal seperti itupun sudah mulai
hilang. Kebanyakan dari mereka masih melakukan tradisi tersebut, adalah
orang-orang yang masih tinggal di pedesaan.
Penerapan
budaya suku Jawa yang sering digunakan adalah pada saat ingin menikahkan
anak-anaknya, para orang tua melarang keras jika putrinya berjalan dengan
seorang pria. Masyarakat Jawa menekankan pada anak-anaknya untuk tidak mengenal
budaya pacaran, seperti yang dilakukan pemuda saat ini, Mereka berpendapat
bahwa anak muda tidak dapat menahan emosinya, sehingga mereka takut terjadi
sesuatu kepada putrinya.
“Suku jawa sebenarnya melarang yang namanya
pacaran, saya pikir juga suku-suku lain pun melarang adanya pacaran selain itu
agama juga melarang,” ujarnya.(ams/poy)
Prosesi Pernikahan
Adat Jawa
Sumarni,
Tokoh sekaligus Seniman Jawa menjelaskan beberapa langkah yang dilakukan oleh
suku Jawa dalam pernikahan putra-putrinya. Yakni pertemuan atau “temu”, yakni
bertemunya orangtua dari calon pengantin pria dan wanita. Kemudian perwakilan
keluarga dari calon mempelai pria memberitahukan bahwa keluarga calon pria
berkeinginan untuk berbesan dengan wanita tersebut. Lalu calon pengantin pria
dipertemukan dengan calon pengantin wanita. Kemudian pengantin wanita ditanya
apakah dia mau menerima lamaran tersebut atau tidak.
Peningset
Apabila
calon pengantin wanita setuju, maka dapat dilakukan langkah selanjutnya. Yakni peningset,
yaitu simbol bahwa calon pengantin wanita sudah diikat secara tidak resmi yang
bersifat sementara oleh pengantin pria.
Peningset
berupa tukar cincin dan dari keluarga pihak calon pengantin pria membawakan
seserahan (bawaan) seperti makanan, pakaian dan lain-lain, untuk diberikan
kepada calon pengantin wanita.
Setelah
melakukan seserahan kemudian kedua belah pihak membicarakan penentuan hari dan
tanggal pernikahan. Penentuan tanggal dan hari pernikahan disesuaikan dengan
weton (berdasarkan perhitungan jawa).
Mandi Siraman
Hal
ini dimaksudkan agar pernikahan dapat mendatangkan kebahagiaan dan
kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga. Setelah temu dan penentuan tanggal
dilakukan. Selanjutnya melakukan mandi siraman, upacara yang mengandung
harapan untuk membuat suasana calon penganten seperti widadari. Artinya, kedua
calon penganten diharapkan seperti bidadari-bidadara, di belakang hari bisa
lestari dan hidup rukun dan sejahtera.
Sebelum
melakukan upacara siraman diawali dengan pembuatan tempat siraman, yang dibuat
sedemeikian rupa. Sehingga tampak seperti sendang yang dikelilingi oleh tanaman
beraneka warna.
Pelaku
siraman adalah orang yang dituakan yang berjumlah tujuh diawali dari orangtua, yang
kemudian dilanjutkan oleh sesepuh lainnya. Siraman ini berupa air kembang, yang
bermakna pensucian diri bagi mempelai sebelum bersatu.
Raup
Setelah
siraman, calon pengantin membasuh wajah (istilah Jawa: raup) dengan air kendi
yang dibawa oleh ibunya, kemudian kendi langsung dibanting atau dipecah sambil
mengucapkan kata-kata “Cahayanya sekarang sudah pecah seperti bulan purnama”.
Potong Rambut
Setelah
itu, calon pengantin langsung dibopong oleh ayahnya ke tempat ganti pakaian.
Setelah berganti busana, dilanjutkan dengan acara potong rambut yang dilakukan
oleh orangtua pengantin wanita.
Pemotongan
rambut bermakna inisiasi sebagai perbuatan ritual semacam upacara kurban. Menurut
konsepsi kepercayaan lama dalam bentuk mutilasi tubuh. Setelah dipotong, rambut
dikubur di depan rumah.
Dodol Dawet
Setelah
rambut dikubur, dilanjutkan dengan acara “dodol dawet”, yang artinya jualan
dawet. Yang berjualan dawet adalah ibu dari calon pengantin wanita dengan
dipayungi oleh suaminya.
Uang
untuk membeli dawet terbuat dari kreweng (pecahan genting ) yang dibentuk
bulat. Upacara dodol dawet dan cara membeli dengan kreweng ini mempunyai makna
berupa harapan, agar kelak kalau sudah hidup bersama dapat memperoleh rezeki
yang berlimpah-limpah seperti cendol dalam dawet, dan tanpa kesukaran seperti
dilambangkan dengan kreweng yang ada di sekitar kita. Kemudian dilanjutkan
dengan pengajian agar diberikan kelancaran dalam membina hubungan rumah tangga
yang sakinah mawadah dan warohmah.
Akad Nikah
Setelah
itu dilakukan Akad nikah yang dilakukan sebelum acara resepsi. Ini merupakan
inti dari acara perkawinan. Akad nikah disaksikan oleh sesepuh dan orangtua
dari kedua calon pengantin.
Pelaksanaan
akad nikah dilakukan oleh petugas dari catatan sipil atau petugas agama. Setelah
dilakukan akad nikah dan dianggap sah pernikahan tersebut kemudian dilakukan
langkah selanjutnya yaitu prosesi resepsi.
Resepsi
Dalam
acara resepsi ini terdiri beberapa prosesi yaitu Panggih yang artinya mempertemukan pengantin wanita dan pria
yang didampingi kedua orangtuanya. Kemudian upacara Kirab berupa arak-arakan yang terdiri dari domas, cucuk lampah dan
keluarga dekat, untuk menjemput atau mengiringi pengantin yang akan keluar dari
tempat Panggih ataupun akan memasuki
tempat Panggih.
Kirab
merupakan suatu simbol penghormatan kepada kedua pengantin yang dianggap sebagai
raja sehari, yang diharapkan kelak dapat memimpin dan membina keluarga dengan
baik.
Setelah
itu melakukan balangan suruh. Ini dilakukan oleh kedua
pengantin secara bergantian. Makna dari balangan suruh adalah berupa harapan
semoga segala goda akan hilang dan menjauh akibat dari dilemparkannya sesuatu
yang disebut dengan gantal.
Gantal
yang dibawa untuk dilemparkan ke pengantin putra oleh pengantin putri disebut gondhang kasih. Sedangkan gantal yang dipegang pengantin laki-laki
disebut gondhang tutur. Gantal dibuat
dari daun sirih yang ditekuk membentuk bulatan (istilah Jawa: dilinting) yang
kemudian diikat dengan benang putih (lawe).
Daun
sirih merupakan perlambang bahwa kedua penganten diharapkan bersatu dalam
cipta, karsa dan karya.
Setelah
dilakukannya resepsi keseluruhan makan dilanjutkan lagi acaa Sungkeman adalah
suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin duduk jengkeng dengan
memegang dan mencium lutut kedua orangtua. Baik orangtua pengantin putra maupun
orangtua pengantin putri.
Makna
upacara sungkeman adalah suatu simbol perwujudan rasa hormat anak kepada kedua
orangtua.
Ngunduh Manten
Setelah
resepsi selesai, ada lagi prosesi yang harus dijalankan yakni Ngunduh Manten. Ini juga disebut dengan boyongan, karena pengantin putri dan
pengantin putra diantar oleh keluarga pihak pengantin putri ke keluarga pihak
pengantin putra secara bersama-sama.
Ngunduh Manten
diadakan di rumah pengantin laki-laki. Biasanya acaranya tidak selengkap pada
acara yang diadakan di tempat pengantin wanita, meskipun bisa juga dilakukan
lengkap seperti acara Panggih
biasanya. Hal ini tergantung dari keinginan dari pihak keluarga pengantin
laki-laki. Biasanya, ngunduh manten diselenggarakan sepasar setelah
acara perkawinan.
“Hal inilah yang biasanya dilakukan oleh suku
jawa,” ujarn Sumarni.
Pakaian Adat
PENGANTIN: Keraton,
salah satu Pakaian Adat Jawa yang digunakan untuk resepsi pengantin.
|
Sumarni
juga menyebutkan nama pakaian adat yang digunakan dalam respsi pernikahan orang
Jawa, yang pada umunya juga digunakan di Jambi, yaitu pakaian adat basahan. Pakaian adat keraton yang
menggunakan belangkon dan pakaian adat kesatrian. “Pakaian yang sering dipakai
di Jambi adalah pakaian basahan, adat keraton, dan kesatrian.,” ujarnya.
Pakaian
adat Jambi bisa digunakan tergantung dengan pengantinya atau keluarga
pengantin. Yang terpenting pakaian adat Jawa harus di gunakan terlebih dahulu.
Untuk mengenai hiburan pun, juga tidak mengharuskan wayang atau campur sari. Akan
tetapi hal itu lebih baik dilakukan untuk mencitrakan dan melestarikan budaya
dan tradisi orang jawa.
Selain
itu Sartimin juga menegaskan bahwa banyak yang harus dilakukan dalam
melestarikan dan menjaga budaya suku Jawa. Ia berharap kepada semua orang
Jawa yang tinggal di Pulau Sumatera, atau lebih dikenal dengan Pujakesuma (
Putera Jawa Kelahiran Sumatera ), selalu menjaga kebudayaan jawa, dengan cara
mempelajari dan memahami kebudayaan, tradisi adat istiadat dan kesenian Jawa,
khususnya para generasi muda.
“Saya berharap generasi muda lebih aktif,
untuk mempelajari dan memahami kebudayaan suku Jawa, sehingga kebudayaan adat,
tradisi dan kesenian Jawa tidak hilang,” tegasnya.(ams/poy)-HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI SABTU 8 MARET 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar