Kamis, 25 September 2014

Pil Pahit Pelayanan SDM di RS Raden Mattaher Jambi

Siswa Keperawatan Magang di Ruang Inap Gedung Kebidanan RS Raden Mattaher Jambi. Foto Asenk Lee Saragih.
Dari Menu Pasien Seaadanya, Hingga Makan Tanpa Sendok dan Air Minum

Jangan pernah sakit. Kata itu sangat tepat jika Anda tak mengalami pelayanan rumah sakit yang bisa menambah Anda tambah sakit. Jadi peserta dan pasien BPJS jangan banyak berharap mendapatkan pelayanan maksimal jika anda hanya pada kelas II dan III Peserta BPJS. Salah satu contoh pelayanan pasien BPJS di RS Raden Mattaher Jambi. Simak seminggu menjaga pasien BPJS Kelas II di RS Raden Mattaher Jambi. ((Baca Tragedi Pasien BPJS)

Masyarakat dan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi boleh berbangga memiliki Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi yang kini bangunannya membanggakan dan melebihi rumah sakit swasta.

Ruangan yang bersih dan fasilitas yang baru dan berkelas, sekejab memuaskan pandangan pengunjung atau pasien. Namun tak begitu serasa bagi pasien yang rawat inap disana. Gedung dan sarana yang mendukung, dinodai dengan pelayanan perawat yang asal-asalan atau tak tulus serta administrasi yang lambat.

Seminggu menjaga pasien rawat inap sungguh lebih rasanya untuk menggambarkan buruknya Sumber Daya Manusia (SDM) di RS Raden Mattaher Jambi itu. 

Sebagai pasien peserta BPJS, pada Senin 8 September 2014 pukul 02.00 saya membawa istri ke UGD  RS Raden Mattaher karena mengalami sakit kepala berlebihan pasca operasi cesar (anak ketiga) Minggu 24 Agustus 2014 di RS Mayang Medical Centre. Sakit kepala berlebihan yang dialami istri saya Lisbet S (36) memaksa saya harus membawanya ke UGD RS Raden Mattaher.

Tiba di UGD, istri saya langsung ditangani dokter dan perawat UGD. Sementara saya mendaftarkan pasien dengan kartu BPJS. Dari hasil tensi darah, diketahui mencapai 220/120. Dokter jaga UGD pun memberikan obat penurun tensi darurat. Setelah 20 menit, sakit kepala istri saya reda, dan tensi turun menjadi 180/110.

Namun, saya bersama istri harus menunggu hampir 2 jam di ruang UGD untuk menunggu proses kamar rawat inap. Sementara saya harus mengantar sample darah ke laboratorium dengan meninggalkanj istri di UGD yang tengah meringis kesakitan.

Kemudian saya diminta menghadap bidang informasi untuk menayakan kamar inap. Dari ruang informasi sekitar pukul 04.00, ditujukan kepada kelas 3, padahal kartu BPJS istri saya kelas II.

Sikitar 30 menit kemudian, istri saya dibawa ke ruang perawatan inap di Ruang Penyakit Dalam bagian kanan gedung rawat inap RS Raden Mattaher Jambi. Dalam ruangan itu ada 6 tempat tidur dan saat itu sudah ada dua pasien yang dirawat yakni pasien sakit gula dan sakit paru-paru.

Senin 8 September 2014 pagi, perawat melakukan tensi darah, dan kemudian siang harinya memberikan resep dokter untuk ditebus. Namun perawat memberikan resep sekitar pukul 2 siang dan tak lagi bisa diambil obatnya. Sehingga ke esokan harinya bisa mengurus surat pengantar resep dari BPJS yang ada di rumah sakit tersebut.

Sejak Senin 8 September 2014 pagi, setidaknya saya menebus tiga lembar resep dengan berbagai macam obat dan botol infuse. Obat itu hanya saya letakkan dimeja pasien di kamar rawat ini. Tak ada petunjuk dari dokter atau perawat obat apa yang akan dimakan dan kapan dikonsumsi pasien.

Bahkan pasien Lisbet S nyaris salah suntik oleh perawat yang lagi magang di rumah sakit tersebut atau di ruang inap penyalit dalam. Perawat ragu mana pasien yang mau dia suntik. “Ini yang mau disuntik kak,” ujar perawat satu. Lalu perawat satu bilang “bukan ibu Lisbet ini yang disuntik, bukan ibu itu kok,” ujar dua perawat sembari menunjuk pasien penderita penyakit gula. 

Saat mendengar percakapan kedua perawat itu, saya suruh cek ulang mana pasien yang seharusnya disuntik obat. Tak hanya disitu, mahasiswa Akbid Stikes Prima Jambi yang lagi magang di RS itu, juga mencoba-coba pasien dalam menyuntik untuk mengambil sampel darah.

Sementara saya selaku penjaga pasien, juga bingung dan sempat kecapaian untuk mengurus administrasi yang panjang untuk menebuh resep bagi pasien BPJS. Tepat Senin siang, dr Hanif SPoG yang menangani istri saya operasi di MMC Jambi mengetahui pasien Lisbet S dirawat di ruang penyakit dalam. Dokter Hanif juga menyuruh dokter jaga UGD lewat perawat untuk memindahkan pasien Lisbet S ke Ruang Inap Kebidanan.

Selasa 9 September 2014 sekitar pukul 13.30, pasien Lisbet S dipindahkan ke Ruang Kebidanan kelas 3. Satu ruangan ada 8 tempat tidur. Seluruh obat yang ada di meja pasien Lisbet di ruang penyakit dalam disita seluruhnya oleh perawat di Ruang Kebidanan. Sembilan botol infuse dan obat-obat lainnya tak tau dikemanakan oleh perawat itu.

Namun saat berada di Ruang Kebidanan, seluruh resep dokter ditebus sendiri oleh keluarga pasien ke Apotek di RS Raden Mattaher yang telah ditentukan. Tak terbanyangkan jika keluarga pasien tak ada yang jaga, pasti tak akan makan obat, karena tak ada yang mau menebus. Perawat magang yang banyak tak difungsikan untuk membantu pasien.

Di Ruang Perawatan Kebidanan seluruh obat harus melalui perawat baru ke pasien. Jam konsumsi obatpun diatur olah perawat. Namun ada juga perawat  di Gedung Kebidanan  RS Raden Mattaher Jambi kurang bersahabat.
Bahkan perawat selalu menyuruh siswa perawat yang lagi magang secara rame-rame (5 hingga 8 orang) untuk mengecek kondisi pasien yang dirawat. Bahkan tak segan-segan perawat mengucapkan kata yang nadanya tinggi terhadap pasien, bukan omongan yang menentramkan jiwa pasien.

Sekadar membandingkan, kalau di rumah sakit Theresia Jambi, pasien yang menyuruh perawat dengan nada tinggi. Namun di RSUD Raden Mattaher Jambi, perawat yang menyusruh pasien dengan dana tak bersahabat.

Selama seminggu menjada pasien, banyak catatan burukya SDM perawat di RS Raden Mattaher Jambi ini. Paling miris lagi, Jumat 12 September 2014 lalu. Pasien ibu yang baru melahirkan tega dibiarkan dari pukul 12.30 hingga pukul 16.00 terbaring sendirian di ruang persalinan. Baru pukul 16.40 dibawa ke ruang inap.

“Ayo ganti bajunya, melahirkan normal juga. HB-nya juga bagus. Ayo ganti balutannya di kamar mandi, jangan manja. Silahkan ke kamar mandi,” ujar seorang perawat yang sudah senior itu, disaksikan sekitar 8 orang siswa perawat magang di ruangan tersebut.

Baru hitungan menit (sekira 2 menit), ibu bayi yang disuruh perawat itu ke kamar mandi sendiri keluar dan mengaku lemas dengan wajah pucat pasi. Sontak saya tergerak dan menyuruh siswa perawat magang itu untuk membantu ibu itu untuk duduk.

“Saya melahirkan pukul 12.30 kak. Namun saya dibiarkan terbaring di ruang persalinan hingga 4 jam lebih. Baru ini juga saya dikasi makan, lapar kali saya kak. Suami saya pergi jaga anak saya yang satu di rumah. Lemas kali saya kak,” ujar ibu bayi yang menyapa pasien Lisbet S di sebelahnya.

Sesaat kemudian, anak dari ibu itu, hanya dibiarkan diruang rawat inap itu bersama ibunya. Tak ada perawatan sementara untuk anak bayi yang baru lahir. Kemudian siswa perawat yang magang rame-rame mengambil cap telapak kaki bayi tersebut dengan cara berulang-ulang. Kaki bayi itupun penuh dengan tinta.
Melihat ketidak wajaran itu, hati terhenyak, begitu buruknya SDM perawat di RS Raden Mattaher Jambi. Para perawat masih beranggapan kalau pasien BPJS itu adalah pasien orang miskin dan gratisan. Padahal BPJS itu akan dibayar seumur hidup oleh peserta.

Seperti dilansir detik.com baru-baru ini, sekitar Rp 1,8 triliun dana peserta BPJS masyarakat terkumpul tertanggal 8 Agustus 2014 lalu dari sekitar 234 ribu peserta BPJS se Indonesia. Pasien BPJS selayaknya dilayani dengan ketulusan dan ramah tamah.

Tidak terkoneksinya system administrasi BPJS di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi, membuat pasien atau keluarga pasien bingung dan pusing tujuh keliling. Bayangkan saja, untuk mencari kamar inappun harus keluarga pasien dan juga menjemput obat ke apotek.

Tak kurang dari 20 lembar fotokopi kartu BPJS yang harus diberikan saat menjadi pasien rawat inap di RSU Raden Mattaher Jambi. Walaupun gratis biaya perawatan dan pengobatan, tak semestinya pasien BPJS diberikan pelayanan dengan kualitas pasien ala gratisan.

Membandingkan pelayanan pasien BPJS di MMC Jambi dengan RSU Raden Mattaher Jambi, sungguh jauh berbeda. Di MMC kami menginap 5 hari sebagai pasien BPJS karena operasi melahirkan pasien Lisbet S.

Selaku suami pasien Lisbet, saya hanya diminta fotokopi satu lembar kartu BPJS di UGD MMC Jambi. Tak ada administrasi yang berbelit-belit. Sistem koneksi administrasi di MMC Jambi bagus sehingga pasien dan keluarga hanya berurusan ke kasier Rumah Sakit saat pasien dibolehkan pulang. Saya hanya menambah kelebihan pembayaran BPJS karena naik kelas dari kelas 2 BPJS ke kelas 1.

Menu pasien yang disajikan rumah sakit Raden Mattaher Jambi dengan MMC jauh berbeda. Di Raden Mattaher Jambi menu dikasih tanpa ada sendok dan minumnya. Sementara di MMC menu pasien diberikan lengkap dengan sendok dan minumnya.

Yang paling aneh lagi di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi, pedagang asongan bebas berjualan hingga ke ruangan pasien, khususnya pada pagi hari. Kondisi buruk SDM Perawat di RS Raden Mattaher Jambi harus dirubah.

Para perawat di Raden Mattaher Jambi harus dibekali pembinaan mental social tentang keperawatan. Perawat juga harus membuang pemikiran kalau pasien BPJS itu bukan pasien gratisan atau pasien miskin. Semoga Pembenahan SDM Perawat dan Administrasi di RS Raden Mattaher Jambi bisa berubah demi menuju pelayanan kesehatan masyarakat yang maksimal dan tulus. Semoga. (Rosenman Manihuruk).


Ruang Inap Gedung Kebidanan RS Raden Mattaher Jambi. Foto Asenk Lee Saragih.


Siswa Keperawatan Magang di Ruang Inap Gedung Kebidanan RS Raden Mattaher Jambi. Foto Asenk Lee Saragih.




Tempat Tidur dan Gedung Mantab dan Bersih.





Lantai Bersih


Pencuci Tangan Steril

Petugas Kebersihan 2 Shif

Petugas Kebersihan

Petugas Kebersihan

Ruang Inap Gedung Kebidanan RS Raden Mattaher Jambi. Foto Asenk Lee Saragih.

Ruang Inap Gedung Penmyakit Dalam RS Raden Mattaher Jambi. Foto Asenk Lee Saragih.

Ruang Inap Gedung Penmyakit Dalam RS Raden Mattaher Jambi. Foto Asenk Lee Saragih.

Ruang Inap Gedung Penmyakit Dalam RS Raden Mattaher Jambi. Foto Asenk Lee Saragih.

Ruang Inap Gedung Penmyakit Dalam RS Raden Mattaher Jambi. Foto Asenk Lee Saragih.



Tidak ada komentar: