Bangunan Mal di Pasar Talang Banjar Jambi Selatan Kota Jambi yang mubajir. Foto HARIAN JAMBI |
Kalau Anda
memasuki pasar Baru Talang Banjar, Kecamatan Jambi Selatan Kota Jambi, jangan
heran lagi melihat kondisi pasar itu yang serba semwaraut. Bahkan kondisi itu
sudah lama dibiarkan oleh Pemerintah Kota Jambi. Setiap pagi pedagang berjualan
disepanjang jalan Pasar Talang Banjar hingga memakan badan jalan. Kondisi yang
sungguh memprihatinkan. Hingga kini pedagang tradisional nampaknya belum bisa
ditata Pemerintah Kota Jambi.
ROSENMAN MANIHURUK, Jambi
Puluhan PKL (Pedagang Kaki Lima) Pasar Talang
Banjar hingga kini kebingungan saat lapak mereka digusur Januari 2014 lalu. Di
satu sisi mendukung program pemerintah, sementara di sisi lain untuk mencukupi
kebutuhan hidup mereka.
Melly Siregar, seorang PKL Pasar Talang Banjar
menyatakan, dirinya setuju dengan program pemerintah daerah, namun seharusnya
dicari juga solusinya. “Kami dukung upaya Pemkot Jambi dalam rangka menjaga
kebersihan dan ketertiban kota, namun masalahnya sekarang kami mau jualan di
mana, sementara lahan baru belum ada,” ujarnya.
Disebutkan, Pemkot Jambi seharusnya menyiapkan lahan baru
dahulu. “Jika kami ditertibkan kami setuju, hanya siapkan dulu lahan yang baru.
Jika tidak dari mana kami makan, dari mana kami mau bayar sekolah anak,”
katanya.
Upaya pembersihan Pasar Talang Banjar dilakukan
Pemkot Jambi bersama unsur TNI dan Polri Januari lalu. Alat berat dan mobil
pemadam kebakaran membantu usaha pembersihan. Pasar yang sebelumnya semrawut
dan kotor kini berangsur terasa lapang. Tak tampak kemacetan seperti saat
sebelumnya. Namun, kini PKL kembali lagi berdagang di bahu jalan.
Sungguh ironi
memang. Meski sejak dahulu, berjualan di badan jalan pada lokasi pasar di Kota
Jambi, telah dilarang oleh Pemerintahan Kota (Pemkot) setempat, kegiatan
tersebut tetap dilakukan oleh beberapa pegadang yang ada di kota tersebut.
Alasannya, untuk
mencari sesuap nasi. Karena jika tidak dengan cara tersebut, para pedagang tersebut
tidak mampu memberikan penghidupan dan penghasilan yang layak pada anggota
keluarganya.
Beberapa pedagang
di Pasar Baru, Talang Banjar, mengaku bisa menyekolahkan anak-anak mereka serta
memberikan penghidupan yang layak, dengan penghasilan yang mereka dapat dari
hasil berjualan di lokasi terlarang tersebut.
Namun itu cerita
lama, saat ini, setelah dilakukan penggusuran besar-besaran terhadap para
pedagang yang berjualan di badan-badan jalan di beberapa lokasi pasar di Kota
Jambi. Penggusuran yang dilakukan oleh Walikota Jambi terhadap beberapa pasar, Pasar
Angsoduo dan Pasar Paru di Talang Banjar, menyisakan kisah sedih yang
mengakibatkan beberapa keluarga yang dahulunya mengandalkan kehidupan mereka
pada kegiatan berdagang tersebut.
Bertahan di Badan Jalan
Namun, dari
ratusan pedagang yang tergusur tersebut, ada beberapa yang memilih kembali
berjualan di lokasi semula, karena merasakan sulitnya menghidupi keluarga
mereka, pasca gusuran tersebut.
Salah seorang
pedagang di Pasar Baru Talang Banjar, Toni (30) mengatakan, ia bukan tidak tahu
kalau berjualan di pinggir jalan tersebut adalah tindakan yang sangat
mengganggu. Namun itu dia lakukan karena terpaksa karena kondisi kios di dalam
pasar yang tidak lagi bisa menampung para pedagang.
Sementara untuk
ia harus mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya setiap harinya. “Beberapa
anak saya sekolah dan butuh biaya besar. Selain itu, seluruh keluarga saya juga
butuh makan,” ujar Toni.
Hal tersebutlah yang ia katakan sebagai alasan untuk
tetap bertahan berjualan di lokasi tersebut.
Toni dan
beberapa rekannya menyatakan enggan untuk pindah, karena tempat tersebut mereka
pandang adalah sebagai loaksi yang cocok untuk mengais rejeki. Selain itu, bagi
mereka, tidak mudah untuk mendapatkan lahan untuk berdagang di Pasar Baru.
Lahan yang ia tempati saat ini pun, ia sebut, didapatkan setelah ia beli dari
kawan yang telah berjualan terlebih dahulu di kawasan tersebut. Tidak ia beli
dengan harga murah, tapi lahan itu ia beli dengan harga Rp 4 juta.
“Bukan saya saja
yang mendapatkan lahan dengan cara membeli seperti ini. Teman yang lain juga.
Rata-rata begitu,” ujar Toni.
Hal senada juga
dikatakan Rini (39) yang mengaku telah berjualan di lokasi Pasar Baru tersebut
selama tujuh tahun. Sama dengan Toni, Rini pun mengaku membeli lokasi tempat
berdagang tersebut dari orang lain senilai Rp 4 juta.
Bangun Lokasi Baru
Meski menyadari
aktifitas berdagang di badan jalan tersebut mengganggu keindahan kota, Rini
menolak untuk pindah dari lokasi tempat berdagangnya tersebut. Karena itu ia
tetap memilih bertahap, setelah penggusuran yang dilakukan beberapa waktu lalu.
Seharusnya,
menurut Rini, sebelum dipindahkan, pemkot harus mencarikan solusi terbaik, agar
tidak banyak pedagang yang menjadi korban. “Seharusnya pemkot mencarikan tempat
baru dulu, baru melakukan penggusuran. Bagaimanapun, kami butuh berdagang untuk
menghidupi keluarga kami,” ujar Rini.
Kontrak Sudah Dibayar
Lalu apa cerita Serasih,
nenek berumur 54 tahun, yang juga mencari penghasilan di lokasi tersebut. Ia
tidak membeli lokasi tersebut dari orang lain, tapi harus membayar sewa sebesar
Rp 2,5 juta per bulannya, pada seseorang yang mengaku sebagai
pemilik lahan.
Menurut pedagang
di Pasar Baru Talang Banjar Kota Jambi, sebuah gedung pasar yang disebut-sebut
milik Suzana, seorang pengusaha di Jambi, hingga kini tidak difungsikan. Bahkan
bangunan yang mirip seperti pusat perbelanjaan modern itu sudah lama dibangun.
“Bagunan mirip
mal di sebelah pasar ini, sudah puluhan tahun tidak difungsikan. Bangunan itu
terkesan sebagai “rumah hantu”. Seharusnya pemilik gedung itu menyewakan gadung
itu kepada pedagang, daripada dibiarkan seperti rumah hantu begitu,” ujar Rini.
Dari penelusuran
Harian Jambi, situasi Pasar Talang
Banjar Kota Jambi sumpek saat pagi hari. Bahkan pedagang memadati badan jalan
dari ujung pasar hingga ke ujung jalan hingga 3 kilometer.
Sementara kondisi
Pasar Baru Talang Banjar Kota Jambi, sama juga dengan kondisi Pasar Angsoduo
Kota Jambi. Para pedagang yang terkena gusuran pun bernasib tak jauh beda
dengan para pedagang di Pasar Baru.
Wawan, salah
seorang pedagang sayur yang saat ini tidak lagi berjualan pasca penggusuran
tersebut, mengaku tidak lagi bisa menyekolahkan kedua anaknya yang duduk di
bangku SD. “Jangankan untuk sekolah, untuk makan sehari-hari pun, saya susah
untuk membiayai keluarga saya,” ujar Wawan.
Senada dengan
para pedagang korban penggusuran yang lainnya, Wawan juga berharap ada solusi
untuk korban penggusuran seperti dirinya. Ia mengatakan, sangat berharap Pemkot
Jambi memberikan solusi untuk tempat ia dan rekan-rekannya yang lain berjualan.
“Kami tidak
menolak pindah, tapi tolong carikan lokasi baru tempat kami berdagang,” pinta
Wawan. (*/lee)(HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI KAMIS 20 MARET 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar