NURUL ILMI: SD Nurul Ilmu yang
terletak di kawasan Jln. Yulius Usman RT 18 Kelurahan Pematang Sulur Kecamatan
Telanaipura Kota Jambi.FOTO-FOTO:
RIZKO ASRYADI/HARIAN JAMBI
|
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan, tidak dibenarkan lagi adanya tes dalam bentuk apapun untuk
menyeleksi calon siswa. Salah satu di antaranya adalah tes Calistung (Membaca,
Menulis dan Berhitung).
KAHARUDDIN,Jambi
Bagi
Anda yang hendak menyekolahkan putra maupun putri Anda di Sekolah Dasar (SD),
tidak perlu dicemaskan dengan penjaringan siswa baru dalam bentuk tes. Karena penyeleksian
dalam bentuk ini sudah tidak diperbolehkan lagi.
M Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) menegaskan bahwa ketentuan penerimaan peserta didik baru untuk
Sekolah Dasar (SD) sederajat boleh dilakukan hanya berdasarkan usia. Dalam hal ini, tidak dibenarkan adanya tes
dalam bentuk apapun. Baik itu berupa tes Calistung, psikologi maupun tes
lainnya.
“Tidak
ada tes apapun dalam penyeleksian siswa baruuntuk SD sederajat. Itu tidak
dibolehkan lagi. Yang ada hanya penyeleksian berdasarkan umur. Dan umur yang
diperbolehkan dalam hal ini minimal 6 tahun,” ujarnya.
Pelarangan
ini dilakukan atas asumsi yang mengatakan bahwa anak yang hendak masuk SD belum
memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis. Sehingga, tidak realistis jika hal
ini dipaksakan kepada siswa hanya untuk mendapatkan pendidikan yang layak. “Anak
masuk SD itu diasumsikan belum bisa Calistung,” ujarnya.
Sekolah Ternama
Memasuki
tahun ajaran baru, hampir semua SD sederajat mulai memberikan sinyal pembukaan
pendaftaran siswa baru. Sebagai orangtua, tentu ingin anaknya mendapatkan
fasilitas dan sekolah terbaik agar pendidikan anak dapat berjalan sesuai
harapan. Namun untuk melangkah pada sekolah ternama dan berkualitas bukanlah
hal yang mudah.
Sekolah
ternama biasanya menetapkan kriteria khusus bagi calon siswa baru. Ini
dilakukan, untuk dapat mengkerucutkan calon siswa sesuai kapasitas yang
dimiliki. Atas dasar inilah pihak sekolah biasanya terpaksa melakukan tes
sebagai metode penyeleksian.
Seperti
halnya SD Nurul Ilmi Kota Jambi yang hanya menampung 158 siswa baru dari 300
calon siswa yang mendaftar. Ini disampaikan Kepala Sekolah Dasar Nurul Ilmi,
Witzir Sumadisastro. Dia mengatakan bahwa penerimaan siswa baru telah
dilakukannya dari 1 Februari dan ditutup pada 8 Februari. Dalam penerimaan
pihaknya akan menerima 6 lokal dari 300 siswa yang mendaftar.
“Untuk
saat ini penerimaan siswa baru telah ditutup dan pada tanggal 15 penguman tes
baru penerimaan siswa baru akan di umumkan. Kita hanya menerima 158 siswa baru
untuk tahun ajaran 2014," ujarnya.
Dalam
penerimaan siswa baru pihaknya tidak menentukan kriteria siswa yang akan
diterima. Pihaknya akan menampung semua siswa yang mendaftar di sekolahnya sesuai
dengan kapasitas sekolahnya.
Dalam
tahun ini pihaknya hanya menerima enam lokal dan masing-masing lokal 28 siswa. Jika
memungkinkan pihaknya akan menembah lokal, karena dari 158 siswa yang
akan diterima yang mendaftar sampai tiga ratus siswa.
"Jadi
umur la siswa la yang akan menyeleksi diterima atau tidaknya siswa baru di sekolah
kita," katanya.
Kematangan
Di antara
siswa yang mendaftar lanjutnya, akan diseleksi dilihat dari tingkat kesiapan
anak untuk. Kesiapan anak akan dilihat dari kematangan anak untuk menerima
pelajaran. Dalam hal ini pihaknya hanya mengadakan satu tes yaitu siswa harus
berusia minimal 5,10 bulan. Jika usia anak kurang dari 5,10 tahun maka anak
tersebut otomatis tidak terjaring atau tidak lulus seleksi.
"Kita
mengikuti program dari pemerintah bahwa siswa yang diterima diboleh diseleksi
kecuali usianya,” katanya.
Seleksi
yang dilakukan hanyalah seleksi kematangan anak untuk belajar seperti anak
sudah siap ditinggal di sekolah untuk belajar. Namun untuk tes baca, tulis dan berhitung,
pihaknya tidak melihat itu. Semua siswa yang mendaftar dalam hal ini akan ditampung.
Namun pihaknya harus memilih-milih mana anak yang suda mencapai kematangan
belajar itulah yang akan diterima.
"Jadi
anak yang diterima anak yang sudah mencapai tingkat kematangan belajar,"
ujarnya.
Hal
yang sama juga diterapkan oleh SD Al-Azhar yang berlokasi di Sungai Kambang
Kota Jambi. Rini Kartini, Kepala Sekolah SD Al-Azhar mengatakan bahwa dalam
penerimaan siswa baru untuk Al-azhar tidak menggunakan seleksi. Namun siswa
yang diterima hanya berdasarkan kriteria dengan usia minimal 5,8 tahun.
Dalam
penerimaan siswa baru di Al-azhar ini menurutnya, tidak menggunakan tes namun
hanya menggunakan kreteria dalam penerimaan. Kriteria yang dimaksud yakni
berdasarkan kesiapan mental dari anak itu sendiri untuk belajar di sekolah
dasar. Namun yang syarat yang paling utama adalah usia minimal 5,8 tahun pada
bulan Juni mendatang.
"Kita
tidak menyeleksi siswa baru dengan Calistung karena hal itu melanggar,"
katanya.
Dalam
tahun ajaran baru ini pihaknya akan menerima 8 lokal yang dulunya adalah tujuh
local. Jika usia anak sudah mencapai 5,8 tahun, meskipun anak tersebut belum
memiliki kemampuan membaca dan menulis, pihaknya akan tetap menerimanya kerana
usianya sudah mencukupi.
"Kita
tidak menggunakan tes untuk siswa baru di SD kita, namun kita hanya melihat
tingkat kematangan dari anak dalam mengenal huruf dan angka," ujarnya.
Selanjutnya,
pihaknya juga harus melihat tinggkat kreatifitas dan kematangan anak yang telah
dilatih dan dibimbing di taman kanak-kanak seperti pengenalan huruf dan
angka, serta anak mampu mengenal alam sekitar.
“Penutupan
penerimaan siswa baru akan ditutup pada hari sabtu 8 Maret ini. Setelah itu, barulah diadakan tes
kematangan anak dan kreatifitas anak. Selain yang diterima anak usia 5,8 tahun
kami juga memproritaskan anak-anak yang sudah siap untuk masuk sekolah
dasar," ujarnya.
Merusak Psikologi
Pelarangan
tes Calistung ini mendapat support di kalangan pengamat. Mukhtar Latif,
Pengamat Pendidikan mengatakan, orangtua juga harus bisa melihat perkembangan
anak yang masih berada di bawah usia tujuh tahun, yang masih dalam proses
bermain. Dalam usia ini menurutnya, belum selayaknya dipaksakan untuk bisa
membaca dan menulis.
“Anak
di usia ini jangan dipaksa membaca dan menulis dulu. Apalagi memasukkannya ke
tempat les. Kalau kursus-kursus untuk anak SD dan SMP tidak masalah, namun hal
itu sering disalahgunakan dengan cara memasukkan anak-anak di TK atau di PAUD yang
mewajibkan anak untuk membaca. Jika itu dilakukan dapat merusak psikologi anak
itu sendiri, dan dapat merusak sensori belajar anak," jelasnya.
Anak-anak
PAUD itu sebenarnya belum saatnya diperkenalkan dengan Calistung. Karena hal
itu tidak diwajibkan untuk anak, makanya pemerintah akan membuat suatu
peraturan yang berisi bahwa tidak boleh memaksakan anak di usia PAUD untuk bisa
membaca. Namun pada saat ini banyak lembaga-lembaga yang menyalahgunakan hal
itu. Dengan cara membuka kursus-kursus menghitung dan membaca. Tapi kursus
tersebut melibatkan anak-anak di usia PAUD.
"Hal
itukan tidak benar dan tidak dibolehkan, karena itu larangan dari pemerintah,"
katanya.
Ia mengimbau kepada para orangtua agar tidak memaksakan anak-anak mereka yang masih usia dini untuk membaca dan menghitung. Karena hal itu akan berdampak pada sikologi anak, dalam bentuk kemampuan anak untuk belajar di masa-masa berikutnya.
Ia mengimbau kepada para orangtua agar tidak memaksakan anak-anak mereka yang masih usia dini untuk membaca dan menghitung. Karena hal itu akan berdampak pada sikologi anak, dalam bentuk kemampuan anak untuk belajar di masa-masa berikutnya.
Menurutnya,
sekolah-sekolah SD yang menyeleksi anak yang akan masuk ke sekolah dengan cara
tes membaca dan menulus itu melanggar aturan. "Sekolah yang mewajibkan
anak-anak yang akan masuk sekolah harus bisa baca dan menghitung itu melanggar
aturan," ujarnya.(*/poy)
***
Sanksi Tegas Penerapan Calistung
Terkait
pelarangan adanya tes Calistung dalam menyeleksi calon siswa sekolah dasar,
Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus (HBA) menegaskan kepada semua sekolah di
Provinsi Jmabi agar menerapkan peraturan tersebut. Jika melanggar, sekolah
tersebut harus segera diberi sanksi. Terkait sanksi, kewenangan diberikan
sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten kota.
“Dalam
aturan tidak dibenarkan sekolah melakukan tes untuk masuk sekolah dasar. Dan
jika melanggar harus segera diberi sanksi tegas. Karena itu merupakan aturan
yang telah disahkan oleh pemerintah pusat. Untuk sanksi kepada sekolah yang
melanggar akan diberikan kepada pemerintah kabupaten kota, bagi tidak mau ikut
aturan pusat," ujarnya.
BSS |
Hal
senada juga disampaikan Bambang Bayu Suseno, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan
Daerah (DPRD) Provinsi Jambi. Ia mengatakan bahwa peraturan penerimaan siswa
baru utuk sekolah dasar diberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, dalam
hal ini bupati atau walikota. DPRD dalam hal ini, hanya menyiapkan program
dinas pendidikan provinsi untuk
memfasilitasinya.
“Untuk
tes baca, tulis dan hitung, diserahkan kepada dinas kabupaten kota untuk
menentukannya. Karena merupakan kewajiban kabupaten kota untuk memberikan
sanksi bagi yang melanggar,” ujarnya.
Dilema
Peraturan
yang menerapkan pelarangan tes Calistung bagi sekolah dasar menjadi dilema,
ketika kualitas dan fasilitas di setiap sekolah belum merata. Karena, para
orangtua akan memilih sekolah berkualitas untuk anaknya. Sementara, kapasitas
sekolah ternama akan tidak memadai jika mayoritas orangtua memilih menyekolahkan
anaknya di sekolah tersebut.
“Kalau
banyak yang daftra, sementara fasilitas sekolah tidak memadai, mau tidak mau
kan harus ada seleksi. Nah ini yang menjadi masalah. Kalau tidak pakai tes,
gimana caranya mengatasinya,” ujar Bambang.
Saat
ini lanjutnya, masyarakat berlomba-lomba memasukkan anak mereka ke sekolah yang
bermutu. Namun karena sekolah yang bermutu memiliki ruangan yang terbatas,
menyebabkan sekolah tersebut menerapkan system tes.
"Seharusnya
memang ada seleksi agar sekolah tersebut dapat menampung siswa baru yang sesuai
dengan kapasitas sekolah. Tapi susah juga, karena setiap anak pantas dapat
pendidikan yang layak, tanpa ada pembeda,” ujarnya.(khr/poy)(Harian Jambi Edisi Cetak Pagi Selasa 11 Maret 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar