TERIK: Eni Sitompul, ibu dari dua anak ini
ditemui tengah melakukan rutinitasnya sebagai pemulung, di kawasan Sipin Kota
Jambi.FOTO-FOTO: MUSLIHIN/HARIAN JAMBI
|
Terik matahari tak lagi menjadi penghalang. Meski
lelah, raut wajah enggan mengeluh demi mendapat sekumpulan barang bekas. Terbit
matahari seolah menjadi pertanda rezeki, hingga menutup aktifitas ketika malam.
MUSLIHIN, Jambi
Menyusuri sepanjang jalan di kawasan Sipin Kota
Jambi, terlihat seorang ibu muda dengan pakaian lusuh dan serba sederhana. Tak
lupa membawa karung dan kait, ia rutin menjamahi kawasan ini untuk mencari
puing barang bekas. Tak peduli panasnya sinar matahari, dinginnya hujan serta
sorotan mata pengguna jalan, ia mampu tersenyum dengan terus menggenggam karung
lusuh miliknya.
Eni Sitompul, wanita berusia 40 tahun ini tinggal di
rumah kecil kawasan Lorong Ibrahim Pattimura Kota Jambi. Ia memiliki dua orang
anak uyang masih menginjak Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Dasar
(SD).
Menjadi pengumpul barang bekas telah menjadi bagian
hidupnya sehari-hari. Sulitnya mencari lapangan pekerjaan, menjadikannya
terpaksa memilih jalan ini. Menjadi pemulung adalah pilihan terakhir, demi
menafkahi dan menyekolahkan kedua anaknya.
“Bagi saya, karena sulitnya mencari pekerjaan saat
ini membuat tiada pilihan, selain berusaha sendiri menciptakan pekerjaan
sebagai pemulung. Ini saya lakukan agar bisa menyekolahkan anak,” ujarnya.
Dipandang Sebelah Mata
Rasa iba mulai muncul ketika kerap dipandang sebelah
mata oleh rekan-rekannya. Namun ia bertekad untuk terus menjalankan profesinya,
demi mendapatkan rezeki yang halal. Latarbelakang pendidikan yang rendah,
menyadarkannya untuk tidak berpikir untuk mendapatkan pekerjaan yang tinggi.
“Walaupun terkadang dipandang sebelah mata tidak
masalah, yang penting halal. Pekerjaan saat ini sangat sulit, mungkin karena
pendidikan kami yang rendah atau pemerintah yang tidak menyediakan lapangan
pekerjaan,” ujarnya.
Rasa kecewa terhadap pemerintah pun kerap tak
terbendung. Perhatian pemerintah yang dirasanya sangat minim, sehingga pemulung
pun tak tersentuh sebagai masyarakat Kota. Airmata tak terbendung ketika
bercerita. Barang bekas yang ia dapat, dikumpulkan hingga memenuhi volume untuk
dijual.
"Hasil kerja keras dari mengumpulkan barang
bekas saya gunakan untuk biaya keluarga,” tangisnya.
Semangat menggebu ketika pagi mulai datang.
Terbitnya matahari pagi, adalah penanda dimulainya aktifitasnya bekerja. Aktifitas
memeulung pun ia lakukan dari pagi hingga sore, bahkan malam.
Hasil keringat yang ia peroleh per harinya pun tidak
banyak. Hasil menjual barang bekas yang ia kumpulkan, hanya berkisar antara Rp
10 ribu hingga Rp 15 ribu per hari. “Hasil ini saya tabung untuk kebutuhan
keluarga dan kebutuhan anak sekolah. Bagi saya, tidak masalah menjadi pekerja
pemulung, yang terpenting halal dari pada menjadi perampok dan mencuri barang
milik orang lain,” ujarnya.
Tanpa diketahui banyak orang bahwa sebenarnya
profesi menjadi pemulung, bukan saja karena membiayai hidupnya sendiri. Tapi
untuk kehidupan keluarga serta buah hati tercintanya. Uluran tangan pemerintah
pun sangat ia harapkan. Pemerintah yang berkewajiban untuk mensejahterakan
masyarakatnya, bersorak-sorai akan menuntaskan permasalahan kemiskinan. Namun
hal tersebut sama sekali tak dirasakan oleh Eni.
"Kami berharap pemerintah Kota Jambi
memeperhatikan nasib kami di jalan, memperjuangkan kehidupan keluarga kami. Agar
anak dapat lancar sekolah menjadi orang sukses,” ucapnya penuh harap.(*/poy)
Menunggu Laporan,
Dinsos akan Data Pemulung
Secara kasat mata, jumlah pemulung di Kota Jambi
jumlahnya tidak sedikit. Kaspul, Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Jambi pun mengaku iba atas kondisi ini. Namun sayangnya, aktifitas dan jumlah
pemulung di Kota Jambi hingga saat ini belum terdata adanya.
Dalam hal ini, ia sendiri mengaku prihatin atas
kondisi pemulung yang semakin hari semakin mudah ditemui. Namun menurutnya,
profesi tersebut bukanlah profesi yang hina untuk digeluti. Hingga saat ini
pun, belum ada Perturan Daerah (Perda) yang melarang aktivitas pemulung ini.
“Kita cukup prihatin, namun profesi yang digelutinya
bukanlah pekerjaan yang hina. Dan sampai sekarang pun, tidak ada aturan Perda kita
yang melarang aktivitas pemulung terkecuali pelarangan para pengemis di Kota
Jambi,” ujarnya.
Ironisnya dinas sosial hingga kini belum tau kondisi
pemulung di Kota Jambi. Baik tentang kehidupannya sehari-hari serta kehidupan
anaknya yang bersekolah. "Sampai saat ini kita belum mempunyai data berapa
jumlah keseluruhan pemulung di Kota Jambi,” ujarnya.
Ia mengaku akan menangani masalah pemulung tersebut,
jika mendapat laporan dari masyarakat. Dalam hal ini ia mengajak masyarakat
luas, untuk meninjau kehidupan keluarga para pemulung sekaligus mendatanya, untuk
dilaporkan ke Dinas Sosial. Dengan tujuan, agar pemulung tersebut dapat diberikan
pembinaan dan bantuan sosial untuk meringankan hidup mereka. "Nanti jika
laporan sudah masuk kita programkan secara khusus bantuan kepada pemulung,” ujarnya.
Dalam hal ini Kaspul mengatakan, telah pembinaan, bimbingan
serta pelatihan terhadap anak-anak gelandangan dan pengamen, agar bisa
mendapatkan pekerjaan yang layak.(hin/poy)(HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI RABU 26 MARET 2014)
TERIK: Eni Sitompul, ibu dari dua anak ini
ditemui tengah melakukan rutinitasnya sebagai pemulung, di kawasan Sipin Kota
Jambi.FOTO-FOTO: MUSLIHIN/HARIAN JAMBI
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar