Ban Bekas: K Hutauruk, pemilik usaha jual beli ban motor bekas di Jalan Pangeran Hidayat, Kelurahan , Paal V Kotabaru Jambi saat merapikan ban bekas, Rabu (19/3/14). Foto ROSENMAN M/HARIAN JAMBI. |
Memulai
usaha tak mesti bermodal besar. Memajukan usaha, tak juga mesti memiliki lokasi
dan tempat yang strategis dan
berkelas. Memulai usaha, sekecil apapun itu, harus dengan komitmen dan
keseriusan menggelutinya. Begitu juga dengan usaha jual beli ban motor bekas
laik pakai. Siapa yang mengira ban motor bekas itu sampah dan
berujung di tempat pembuangan. Namun, lain halnya bagi seorang bapak ini, yang
menjadikan ban motor bekas sebagai peluang usaha yang menjanjikan.
ROSENMAN
M, Jambi
Pagi
itu, tampak seorang bapak tengah sibuk mengeluarkan dan menyusun ban motor
bekas dari sebuah gubuk yang kurang terawat. Tepatnya di Jalan Pangeran
Hidayat, Kelurahan , Paal V Kotabaru Jambi, atau tepatnya 20 meter sebelum
lampu merah Kantor Camat Kotabaru Jambi.
Sekilas,
gubuk sekaligus tempat tambal ban itu, memang kumuh. Namun semangat dan
keseriusan bapak itu terpencar dari wajahnya pagi itu. Hampir ratusan ban motor
bekas disusun berlapis dengan empat sejajaran di sebelah trotoar jalan. Sesekali
bapak ini mengelap ban bekas agar tampak hitam berkilat.
Demikianlah
suasana pagi yang digeluti K Hutauruk, pemilik usaha jual beli
ban motor bekas di di Jalan Pangeran Hidayat, Kelurahan , Paal V
Kotabaru Jambi. Dengan ramah K Hutauruk menyambut Harian Jambi yang ingin mengetahui usahanya itu, Rabu (19/3/14)
pagi.
“Saya
memulai usaha ini sejak tahun 1986 silam. Dulu untungnya lumayan, karena ban
motor bekas banyak didapat dari bengkel-bengkel motor tanpa dibeli, alias
gratis. Kemudian ban motor bekas itu disortir dan kemudian dibatik,” ujar K
Hutauruk membuka perbincangan.
Seiring
berkembangnya usaha jual beli ban motor bekas, kini K Hutauruk harus membeli
ban motor bekas itu dari bengkel motor dengan Rp 5000 per buah. Kemudian
dibatik dan disemir agar tampak bagus.
“Sesudah
disortir, dibatik dan kemudian disemir. Satu ban bekas berbagai jenis motor
dijual dengan harga Rp 27.000 per buah. Kalau ada konsumen yang mengambil banyak, saya berikan harga Rp 15 ribu per buah.
Omset satu hari tak menentu, kadang banyak, kadang juga minim,” ujarnya.
Pembeli Luar
Daerah
Menurut
K Hutauruk, pembeli ban motor bekas miliknya datang dari
berbagai daerah di Provinsi Jambi. Mulai dari Sarolangun, Bangko, Bungo, Tebo,
Batanghari dan Muarojambi. Bahkan ada juga datang dari Langkat Sumatera Utara.
“Stok ban motor bekas datang dari berbagai
bengkel-bengkel motor yang ada di Kota Jambi. Kalau dulu kita tinggal ambil ban
bekas dari bengkel itu, namun sekarang saya harus beli Rp 5000 per buah. Tapi
kualitasnya masih laik pakei,” kata Hutauruk.
Disebutkan, para pengusaha bengkel-bengkel kecil
atau tukang tambal ban motor di Kota Jambi, mengambil ban motor bekas laik pakai darinya.
“Bengkel kecil atau tukang tambal ban motor, kerap
membeli ban motor bekas dari saya. Saya kasih harga murah, namun kualitas ban
motor bekas itu masih bagus. Banyak juga yang menanyakan resep membuah ban
bekas itu hitam mengkilap dan bunganya bannya masih jelas, namun saya jawab itu
rahasia perusahaan,” ucap K Hutauruk sembari senyum.
Tahan Empat
Bulan
Menurut
K Hutauruk, ban motor bekas miliknya tahan dipakai hingga empat
bulan lamanya. “Ban motor bekas ini tahan dipakai hingga empat bulan. Pembeli kita
banyak tukang ojek. Kalau ban baru bermerak harganya dikisaran Rp 150 ribu per
buah. Jadi banyak tukang ojek beli ban bekas ke sini, karena ingin irit
pengeluaran,” katanya.
Disebutkan, tidak hanya tukang ojek yang belanja
padanya, namun banyak juga pemilik motor kawula muda. “Banyak juga anak muda
yang membeli ban motor bekas ke sini. Mungkin agar mengirit, sehingga ada biaya
jajan di sekolah,” ucap Hutauruk.
Disebutkan, kualitas ban motor bekas itu bisa hingga
empat bulan. Itulah sebabanya banyak pengguna motor menggantikan bannya dengan
ban motor bekas. “Dalam sehari bisa dapat pelanggan hingga 10 orang. Kalau beli
borongan bisa hingga ratusan ban yang sudah dibatik dan disemir,” ujarnya.
Ban Bekas Afkir
Ternyata ban motor bekas yang tidak laik lagi digunakan
untuk kenderaan, bagi K Hutauruk memiliki peluang baru. Kini ban bekas afkir
miliknya dijual kepada pemilik kebun Buah Naga di Jambi.
“Kalau dulu ban motor bekas yang afkir dibakar di
tempat sampah, kini saya ambil dan bisa dijadikan uang. Kini ada langganan saya
pemilik Kebun Buah Naga yang mengambilnya hingga ratusan buah. Harga satu ban
bekas afkir saya jual Rp 1000 per buah. Kalau ban motor bekas afkir itu saya
pungut dari tong sampah dan dari bengkel-bengkel motor di Jambi,” katanya.
Ban motor bekas afkir itu digunakan untuk media
tanaman Buah Naga yang diletakkan pada media batang penahan pohon Buah Naga.
“Sejak adanya perkebunan Buah Naga di Jambi, harga ban motor bekas afkir laku
dijual. Lumayanlah untuk nambah rezeki,” katanya.
Pinjaman Modal
dari PTPN VI
Awal menggeluti usahanya, K Hutauruk meminjam modal
ke PT Pos Indonesia. Pinjaman mulai dari Rp 20 juta hingga Rp 50 juta dengan
agunan sertifikat
rumah dan keterangan usahanya.
“Saya sudah lima kami meminjam modal ke PT Pos
Indonesia dengan bunga 0,6 persen pertahun. Namun pinjaman saya terakhir ini,
ditolak dengan arogansi pihak PT Pos Indonesia Jambi. Belakangan ini saya
meminjam modal ke PTPN VI Jambi sebasar Rp 20 juta dengan bunga 0,6 persen
pertahun,” katanya.
Guna
membantu usahanya itu, istrinya Boru Hutagaol buka koperasi simpan pinjam dan
kreditkan barang kebutuhan rumah tangga. Mereka mampu bangun rumah hingga
memiliki tanah untuk anaknya kelak. (*/lee)
***
Kisah K Hutauruk Mampu Kuliahkan Anak
Bergelut
dengan usaha yang sederhana itu, ternyata K Hutauruk bersama istrinya br
Hutagalung mampu menyekolahkan empat anaknya hingga pergurian tinggi.
Kini
anaknya Eduward Hutauruk tengah menyusun skripsi di Universitas Jambi (Unja), Elizar
Hutauruk lulus D3 Perpajakan Unja dan kini melanjutkan kuliah S1 di Unja
sembari bekerja sebagai Akunting di Group Abadi Jambi, Edi Gunardi Hutauruk
kini kuliah di Unja Semester III dan paling bungsu Eka Puspitasari br Hutauruk
duduk di bangku Kelas II SMP 18 Kota Jambi.
Kota
Jakarta memang kejam. Kejam ibu tiri, lebih kejam ibu kota. Begitulah K
Hutauruk menggambarkan Kota Jakarta sebagai kota perantauannya sebelum sandar
di Kota Jambi. Kandas mengadu nasib di Jakarta, dirinya memilih merantau di
Jambi.
Hidup
memang penuh perjuangan dan ketekunan. Mencari rejeki di tanah rantau tak
semudah angan-angan. Butuh kegigihan hingga mengasah kemampuan diri dalam
bidang profesi yang ditekuni. Mencari kehidupan di tanah rantau adalah
perjuangan yang harus ditorehkan kepada garis keturunan.
Ungkapan
di atas menggambarkan perjuangan hidup K Hutauruk, pria kelahiran Sibolga Sumatera Utara tahun 1961,
yang berprofesi sebagai tukang tambal dan jual beli ban motor bekas di Jalan Paal V Kotabaru
Jambi selama puluhan tahun.
Tidak
mudah bagi Hutauruk memulai usahanya di bidang tambal ban. Saat berbincang-bincang
dengan Harian Jambi, K Hutauruk menceritakan pengalaman hingga dirinya bisa
merantau ke Jambi.
Usai
menamatkan sekolah dari kampung halaman tahun 1984, dirinya mencoba merantau ke
Lampung tempat kakaknya. Tinggal setahun di Lampung, dirinya memberanikan diri
cari pekerjaan di Jakarta.
Dirinya
juga mencoba melayangkan lamaran keberbagai perusahaan di Jakarta. Akhirnya,
tahun 1985 Hutauruk pun diterima bekerja di di PT Bangun
Cipta (Kontraktor Jasa Marga).
Dirinya pun dikirim ke Palembang untuk membuka lahan transmigrasi. "Saya saat itu bawa alat berat Buldozer. Saya bekerja di sana hingga akhir 1986. Terakhir saya kerja ikut menimbun jalan jembatan Bayuasin Sumatera Selatan. Karena ingin di kirim ke Kalimantan, namun gaji tidak sesuai, akhirnya saya beranikan diri ke Kota Jambi," ujarnya.
Di Jambi, awalnya membuka bengkel motor dengan kemampuan minim. Bengkel itu merangkap jual rokok, minyak solar, oli dengan modal Rp 1,5 juta. “Saya saat itu punya anak buah tiga, sembari bos juga merangkap belajar bengkel. Awalnya usaha saya maju,” katanya.
Dirinya pun dikirim ke Palembang untuk membuka lahan transmigrasi. "Saya saat itu bawa alat berat Buldozer. Saya bekerja di sana hingga akhir 1986. Terakhir saya kerja ikut menimbun jalan jembatan Bayuasin Sumatera Selatan. Karena ingin di kirim ke Kalimantan, namun gaji tidak sesuai, akhirnya saya beranikan diri ke Kota Jambi," ujarnya.
Di Jambi, awalnya membuka bengkel motor dengan kemampuan minim. Bengkel itu merangkap jual rokok, minyak solar, oli dengan modal Rp 1,5 juta. “Saya saat itu punya anak buah tiga, sembari bos juga merangkap belajar bengkel. Awalnya usaha saya maju,” katanya.
Kemudian
satu persatu anak buah saya pecat karena bersekongkol menipu saya. “Namun,
saya mendapat musibah perampokan hingga aset bengkel saya ludes digarong orang," tuturnya.
Tapi, Hutauruk tak menyerah disitu saja. Walaupun berulangkali mendapat cobaan hingga nyawanya terancam, Hutauruk tetap berjuang untuk mempertahankan usaha bengkelnya.
saya mendapat musibah perampokan hingga aset bengkel saya ludes digarong orang," tuturnya.
Tapi, Hutauruk tak menyerah disitu saja. Walaupun berulangkali mendapat cobaan hingga nyawanya terancam, Hutauruk tetap berjuang untuk mempertahankan usaha bengkelnya.
“Saat
itu saya memakai ilmu pelaris yang saya dapatkan dari orang Sunda. Tapi
akhirnya
ilmu itu saya buang dan saya membuka tambal ban motor. Sejak saya buang ilmu itu, hidup saya terasa damai. Usaha saya ini lancar dan anak saya empat dapat sekolah. Bahkan anak sulung saya sudah tamat STM,” katanya.
ilmu itu saya buang dan saya membuka tambal ban motor. Sejak saya buang ilmu itu, hidup saya terasa damai. Usaha saya ini lancar dan anak saya empat dapat sekolah. Bahkan anak sulung saya sudah tamat STM,” katanya.
Ayah
dari empat orang anak ini menuturkan, perjuangan hidup dirantau sudah
ditorehkannya. Bahkan berkat usaha tambal
ban dan jual beli ban motor bekas, dirinya dibantu
istrinya tercinta Boru Hutagaol buka koperasi simpan pinjam, mereka mampu
bangun rumah hingga memiliki tanah untuk anaknya kelak.
“Saya
tetap bersyukur apa yang saya terima rezeki hari ini. Saya juga menanamkan apa
arti hidup bagi anak saya. Saya tetap berusaha ke gereja, walaupun hari minggu
itu usaha saya saya buka sore harinya. Setiap harinya
saya bisa mendapat rezeki Rp 150 ribu hingga Rp 250 ribu. Rezeki harus
disyukuri dan harus tetap berdoa," ucapnya.
Hidup
dirantau harus penuh perjuangan dengan kejujuran. Menjalani hidup dari dunia
kegelapan, bagi K Hutauruk sudah cerita lama. “Saya bersyukur
bisa hidup damai dengan profesi tukang tambal ban motor. Saya tanamkan kepada anak saya agar mensyukuri
nikmat yang diberikan Tuhan dalam hidup,” katanya menggakhiri perbincangan
dengan Harian Jambi. (lee)(HARIAN JAMBI EDISI KAMIS 20 MARET 2014)
AFKIR: Tumpukan ban motor bekas yang tidak terpakai lagi alias afkir yang hendak dijual kepada petani kebun buah Naga di Jambi. |
USAHA: Lokasi usaha jual beli ban motor bekas milik K Hutauruk di Jalan Pangeran Hidayat, Kelurahan , Paal V Kotabaru Jambi saat merapikan ban bekas, Rabu (19/3/14). Foto ROSENMAN M/HARIAN JAMBI. |
USAHA: Lokasi usaha jual beli ban motor bekas milik K Hutauruk di Jalan Pangeran Hidayat, Kelurahan , Paal V Kotabaru Jambi saat merapikan ban bekas, Rabu (19/3/14). Foto ROSENMAN M/HARIAN JAMBI. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar