Larangan Parpol Melibatkan Anak-Anak.FOTO IST |
Kampanye
Parpol sudah dimulai sejak tiga hari lalu. Namun banyak parpol melibatkan
anak-anak dibawah umur ikut larut dalam kampanye dengan memakai logo parpol
tertentu. Larangan melibatkan anak-anak dalam kampanye diatur dalam
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 pasal 15 tentang Perlindungan Anak, dan
kententuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) nomor 15 tahun 2013 tentang Larangan
Parpol Melibatkan Anak-Anak.
Pemerhati
anak, Eni Eryani menilai, peraturan KPU dan undang-undang tentang Perlindungan
Anak sebaiknya direvisi. Pasalnya, kedua peraturan tersebut lebih bersifat
subjektif.
“Aturan KPU dan Undang-Undang Perlindungan Anak itu sangat subjektif karena tidak memposisikan diri sebagai orangtua yang memiliki anak dan ingin ikut kampanye,” ujar Eni melalui siaran persnya, Selasa (18/3).
“Aturan KPU dan Undang-Undang Perlindungan Anak itu sangat subjektif karena tidak memposisikan diri sebagai orangtua yang memiliki anak dan ingin ikut kampanye,” ujar Eni melalui siaran persnya, Selasa (18/3).
Eni
mengakui jika partai politik tidak bisa melarang kadernya yang memiliki anak
untuk ikut kampanye. Karena mereka yang memiliki anak, di rumahnya tidak ada
yang menjaga sehingga mereka harus membawa anaknya tersebut.
“Ini
memang menjadi dilematis bagi orangtua. Dan, parpol juga tidak bisa melarang
orangtua yang memiliki anak untuk membawa anaknya berkampanye, karena para
orangtua ini memiliki hak untuk ikut kampanye dan menggunakan hak suaranya,”
ujarnya Eni.
Seperti
diketahui, hari pertama penyelenggaraan kampanye, Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) menilai seluruh partai politik melanggar aturan kampanye karena
mayoritas parpol melibatkan anak-anak.
Ketua
Bawaslu Provinsi Jambi, Asnawi mengatakan, jika ada indilasi yang kuat
pelibatan partai politik melibatkan anak dalam artian pihak anak sebagai pihak
penghibur dalam kegiatan kampanye politik, maka pihaknya akan menindak hal seperti
itu.
Hanya
saja yang terjadi di saat ini masyarakat datang sendiri ke area
kampanye hal itu yang susah. Karena mereka datang untuk melihat musik yang
diadakan oleh peserta kampanye tersebut. Dan hal itu juga harus menjadi kajian
bagi penegak hukum.
Disebutkan,
partai politik dan pelaksana kampanye harus mengingatkan masyarakat agar tidak
membawak anak-anak mereka utuk dalam pergelaran kampanye politik. Biasanya yang
banya datang disaat kampenye adalah para simpatisan dari pelaksana kampanye.
Jadi
diharapkan kepada tim agar melarang masyarakat melibatkan anak-anak untuk ikut
kampanye politik. “Seharusnya partai politik dan pelaksana kampemnye
memberitahukan kepada masyarakat agar anak-anak jangan diikutkan lah,” katanya.
Pihakya
juga telah mensosialisasikan kepada masyarakat tentang pelarangan terhapat
pelibatan anak dala kampanye politik. Dalam beberapa pertemuan seperti
pertemuan dengan KPU dan pertemuan denga beberapa LSM.
Dalam
pertemuan itu pihaknya menyampaikan beberapa larangan kampanye partai politik salah
satunya pelarangan pelibatan anak dalam kampanye politik. “Namun kita sama-sama
taulah kalau partai politik ini yang dia tau aja tidak dilaksanakan, apalagi
yang dia tidak tau,” ujar Asnawi.
Disebutkan,
jika ada parpol atau pelaku politik yang dengan sengaja melibatkan anak-anak
dalam kampanye politik, seperti misalnya dalam mobil kampanye ada anak dibawah
umur.
Maka
pihaknya akam memberi sanksi berupa sanksi administrasi. Dan jika hal itu tetap
dilakukan maka pihaknya akan memberi sanksi keras kapada partai atau pelaku
politik. “Kita akan memberi sanksi kapada partai yang tidak mau mengikuti
aturan yang telah ditentukan,” ujarnya.
Parpol Harus Larang
Anak-anak
Sementara
itu Ketua Pokja Perlindungan Anak Provinsi Jambi, Junaidi T Noor mengatakan, jika
peraturan telah menyebutkan bahwa adanya pelarangan melibatkan anak dalam
kampanye politik merupakan kawajiban bagi
setiap orang untuk mematuhinya.
“Yang
namanya UU atau peraturan semunya harus terlibat baik dari parpol masyarakat
maupun orang yang bersangkutan. Jadi kita harus mengikuti aturan dari pemerintah,
peraturan itukan untuk dijalankan bukan untuk dilanggar,” katanya.
Dia
menambahkan, dalam pelarangan kampanye yang sering kali menjadi kasus adalah
jika orang tua yang pergi kampanye. Jika ibu-ibu itu pergi anaknya mau
dititipkan sama siapa.
“Maka
seorang ibu kerap mengajak anaknya dalam kampanye politik. Dalam hal seperti
itu anak tidak diikut sertakan, namun jika anaknya ditinggal siapa yang menjaga
anaknya. Maka dalam hal ini seringkali ada anak-anak yang berada di
tengah-tengah kampanye. Kalau ibunya pergi kampanye, anaknya dititip sama siapa,
tidak mungkin kan ditinggal, ya harus dibawalah,” ujarnya.
Disebutkan,
dalam hal ini sudah ada pengawasnya seperti Bawaslu, Panwaslu, dan relawan yang
memberitahukan kepada masyarakat agar tidak membawa anaknya dalam kampanye
politik.
Jadi
permasalahan, jika pelaksanaan kampanye yang diadakan di lapangan, yang dekat
dengan pemukiman warga, hal itukan mengundang perhatian masyarakat untuk datang
melihat kampanye tersebut.
“Terkadang
anak-anak yang ada di sekeliling itu datang sendiri tampa orang tuanya. Jika
seperti itu siapa yang disalahkan. Jadi kita juga belum tau larang anak ikut
kampenya itu seperti apa,” ujarnya.
Kita
juga harus melihat aturan yang telah dibuat dari pelaksana yang telah dibentuk
seperti pelaksana pemilihan umum dan perangkatnya. Pengawas pemilihan umun dan
perangkatnya.
Masih
banyak lagi prangkat-prangkat yang bertanggung jawab dalam hal itu.
Jadi parpol dan pelaksana kampanye mengikuti aturan yang telah ditetepkan. Kerana setiap parpol yang ingin berkampanye melapor kepada polisi misalnya, KPU, Bawaslu. “Saya kira untuk ketetapan itu diserahkan kepada penyelenggaraan untuk mengawasinya," katanya.
Jadi parpol dan pelaksana kampanye mengikuti aturan yang telah ditetepkan. Kerana setiap parpol yang ingin berkampanye melapor kepada polisi misalnya, KPU, Bawaslu. “Saya kira untuk ketetapan itu diserahkan kepada penyelenggaraan untuk mengawasinya," katanya.
Masyarakat juga harus menyadari bahwa mengikuti sertakan anak dalam kampanye politik itu dilarang. Untuk pengaruh anak yang ikut kampanye politik bisa dilihat dari dua aspek.
Pertama
jika anak-anak ikut beteriak-teriak maka hal itu akan berpengaruh terhadap anak.
Namun jika anak-anak yang hadir pada kampanye politik hanya menonton hal itu
tidak ada pengaruhnya sama sekali.
“Yang
jelas anak-anak akan selalu ingin tau dengan apa yang dilihat orang
rame-rame," katanya. Jika anak dilibatkan dalam kampanye akan terpengaruh psikologinya
karena di dalam kampanye akan ada janji-janji yang dilontarkan oleh para
parpol.
Tapi
kalau di kalangan anak-anak belum banyak mengerti tentang
janji-janji itu, namun jika dalam suatu kampanye ada suatu inseden seperti
perkelahian maka peristiwa tersebut akan membekas di otak anak.
Dapat
menjadi pengalaman buruk bagi
anak, hal tersebut nantinya dapat berdampak kepada psikologi anak. “Kalau
pengaruhnya tetap ada tapi sejauh mana pengaruhnya itu wewenang ahli jiwa untuk
menjawabnya,” ujarnya.
Pihaknya
juga selalu menghimbau kepada ibu-ibu dala acara-acara agar tidak membawa
anak-anaknya turut serta dalam kampanye politk. Namun jika secara resmi
pihaknya mengundang ibu-ibu dalam sosialisai khusus tentang larangan pelibatan
anak-anak dalam kampanye polik memang belum dilakukannya.
“Kita
juga dari pokja perlindungan anak telah mengadakan sosialisasi larangan
terhadap orang tua membawa anak-anaknya dalam kampanye. Namun itu hanya
sambilan saja, kalau untuk khusus kita belum," katanya. (*/lee)KAHARUDDIN,
Jambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar