Rabu, 17 Desember 2014

Konflik Sumur Migas Kembali Mencuat Warga Empat RT Desak Ganti Rugi Rp 40 miliar


BOR MINYAK: Dua pekerja pengeboran minyak mentah dari PT Rajawali Permata Sakti (Umar dan Andi) saat melakukan tahap pengeboran di Sumur Bor 210 Kenali Asam Bawah Paal X Kotabaru Jambi, belum lama ini. ROSENMAN MANIHURUK/HARIAN JAMBI

Konflik warga empat RT Desa Pematang Lumut dengan PT Petrochina Ltd kembali mencuat. Beberapa hari lalu, warga sempat melakukan penyegelan di sumur migas NEB#3. Tidak lain, warga hanya menginginkan kompensasi ganti rugi.

ANDRI DAMANIK, Kualatungkal

INFORMASI yang dihimpun, konflik Sumur Migas NEB#3 bermula sejak 2007 silam. Hingga kini belum ada penyelesaian ganti rugi bagi warga yang berada di seberang jalan lokasi sumur migas itu.

Di pihak lain, Petrochina sudah memberikan ganti rugi kepada warga di sekitar NEB#3 saat pembebasan lahan beberapa tahun lalu.

Tepatnya, Jumat pekan lalu, warga di Empat RT, Desa Pematang Lumut, Kecamatan Betara melakukan penyegelan sumur migas milik Petrochina. Warga kesal, lantaran belum ada keputusan dari Petrochina untuk pembayaran kompensasi pembebasan lahan di sekitar NEB#3.

Hendra Koto, perwakilan warga dikonfirmasi Harian Jambi mengatakan, sesuai kesepakatan sebelumnya, pembayaran kompensasi dilakukan setelah ada persetujuan dari SKK Migas.


“Tapi sekarang belum juga, makanya warga spontan menyegel sumur migas,” ujar Hendra.
Dia mengatakan, penyegelan terus dilakukan sampai kompensasi sebesar Rp 40 miliar disetujui perusahaan migas swasta itu.

Sementara Kapolsek Betara, AKP Ginda Silalahi mengatakan, sudah menyampaikan ke warga agar tidak melakukan penyegelan. “Kita sampaikan agar dilakukan pertemuan terlebih dahulu,” ujar Ginda dihubungi Jumat lalu.

Sementara itu, Yudelmi perwakilan dari Persatuan Perangkat Desa (Parade) Kabupaten Tanjabbar, Yudelmi membenarkan kompensasi dari Petrochina belum diberikan kepada warga di Pematang Lumut.

Sebagai warga yang memiliki bangunan di sekitar NEB#3, dirinya juga belum menerima sepeserpun ganti rugi.

“Jumat malam, kami melakukan pertemuan untuk membahas penyelesaian. Hadir dari perwakilan Desa Pematang Lumut, pertemuan itu membahas soal kompensasi ganti rugi rumah warga yang berada di sekitar NEB#3, Desa Pematang Lumut,” kata Yudelmi.

Dia menyebut, ada empat RT yang terlibat dalam konflik tersebut, dengan jumlah KK sekitar 80-an. “Tapi waktu pertemuan itu, tidak semua warga yang hadir, hanya perwakilan,” kata Yudelmi.

Yudelmi membantah warga melakukan penyegelan sumur migas. Pihaknya hanya spontan memasang spanduk dan mendirikan posko pengaduan masyarakat terkait konflik tersebut. “Kalau tidak dipenuhi baru melakukan penyegelan, karena kita masih melakukan pertemuan,” tuturnya.

Hearing di DPRD

TAK puas melakukan penyegelan di Sumur Migas NEB#3 Petrochina, Laskar Merah Putih Kabupaten Tanjab Barat bersama perwakilan empat RT Desa Pematang Lumut akan mendatangi Kantor DPRD Tanjabbar Senin pagi.

Diperkirakan jumlah warga yang hadir di DPRD Tanjabbar mencapai 50 KK . Ketua DPC Laskar Merah Putih Kabupaten Tanjabbar, Hendra Koto, membenarkan kalau warga Pematang Lumut akan melakukan pertemuan dengan wakil rakyat.

“Ya untuk mempertanyakan konflik NEB#3. Kita minta dewan memberikan solusi. Kita sudah hubungi dewan, dan siap menerima kita besok,” kata Hendra Koto, Minggu sore.

Kata Hendra, dari hearing tersebut dewan sepakat mengundang Petrochina dan Pemkab Tanjabbar untuk dilakukan pertemuan kembali. Dewan juga akan mengecek kondisi terkini yang terjadi di sekitar Sumur Migas.

Terpisah, Kabag Perekonomian Setda Tanjabbar, M Japar mengatakan, konflik Sumur Migas NEB#3 sudah sempat difasilitasi Pemkab Tanjabbar. Hanya saja, tidak ada kesepakatan antara warga dan pihak perusahaan.

Dari Petrochina tidak bersedia memberikan ganti rugi. Perusahaan asing itu hanya bersedia mengeluarkan CSR seperti kebutuhan air bersih dan sebagainya. “Karena pihak perusahaan beranggapan tidak ada lagi masalah pembebasan lahan. Karena warga yang berkonflik ini berada di seberang jalan, bukan di kanan dan kiri lokasi sumur migas,” ujar Japar.

Lantaran tidak ada kesepakatan, Pemkab Tanjabbar menyarankan agar warga menempuh jalur hukum. “Sudah empat kali pertemuan baru-baru ini, tapi tidak ada juga penyelesaian,” ujar Japar dikonfirmasi Harian Jambi kemarin siang.

Sementara itu, pihak Petrochina Ltd belum berhasil dikonfirmasi Harian Jambi kemarin.(*/lee)

Tidak ada komentar: