Riset Dewan Pendidikan Kota
40 Persen guru di Kota Jambi, ternyata tidak profesional. Ini berdasarkan hasil riset Dewan Pendidikan Kota Jambi dari berbagai aspek. Mulai dari kompetensi mengajar, kemampuan membuat RPP, serta ketidak mampuan dalam penerapan kurikulum 2013 (K13).
”Kita meneliti pemenuhan sejumlah aspek standar pendidikan nasional di sekolah-sekolah. Nah, saat itulah muncul 22 item terkait berbagai kondisi pendidikan. Mulai dari kompetensi tenaga didik dari segi kelulusan siswa," terang Ketua Dewan Pendidikan Kota Jambi, Mukhtar Latif.
Karena jika melihat dari kelulusan siswa, tambahnya, anak SD sederajat hingga SMA ternyata baru72 persen yang memenuhi kompetensi atau tagihan-tagihan pembelajaran. Sedangkan yang memenuhi standar mutunya baru 52 persen. Dari riset pada peserta didik tersebut juga menunjukan kemampuan peserta didik yang dianggap betul-betul-betul tes atau memang potensi aslinya sebesar 88 persen. Sisanya didongkrak atau dibantu.
Dan dari segi kemampuan atau skill di sekolah kejuruan, baru
mencapai 52 persen. Dan ini terhitung kategori rendah sekali. Dan hal Ini perlu
didorong, apalagi dengan perubahan kurikulum yang ditagih skill dari kelulusan
sehingga bisa memenuhi standar.
“Lalu dari aspek tenaga pendidik dan kependidikan. Kita
masih temukan masih banyak guru yang tidak membuat RPP sendiri secara original.
Guru lebih banyak membuat RPP tidak mengacu pada panduan atau pedoman sehingga
RPP yang ditemukan masih banyak kesalahan, kekurangan dan kelemahan,"
tegasnya.
Berdasarkan penilaian dewan pendidikan, saat ini hanya 32 persen guru yang membuat RPP mengacu pada acuan. Sedangkan sisanya, membuat tapi tidak beres atau tidak sesuai dengan tagihan pembelajaran.
Dilanjutkan dengan metode mengajar dari para guru
tadi, baru mencapai 60 persen. Ini masih jauh dari harapan. Sementara
tenaga kependidikan atau administrasi dalam memberikan layanan yang profesional
kepada masyarakat juga baru mencapai 68 persen dan itu masih kategori
cukup rendah.
Dan yang paling dan saat ini masih hangat dibicarakan adalah
terkait implementasi kurikulum 2013. Penolakan guru terhadap pelaksanaan
kurikulum ini mencapai 56 persen. Guru merasa keberatan dalam penerapakan
kurikulum 2013. Terutama karena bertambahnya jam mengajar dan semakin banyaknya
pelajaran.
“Guru-guru merasa terbebani dalam melaksanakan kurikulum 2013 sementara penunjang seperti honor yang diberikan tidak bertambah. Tagihan guru dirasa meningkat sementara kesejahteraan seperti sertifikasi, pencairannya tidak lancar, " lanjutnya.
Lalu sarana dan prasarana di sekolah juga menjadi penilaian
mereka. Seperti sumber buku di perpustakaan yang baru mencapai sekitar 24
persen.
Tidak hanya itu, temuan dewan, hanya 12 persen sarana dan prasarana di sekolah yang dinilai sangat memadai. Sementara pemanfaatan sarana dan prasaran tersebut mencapai 80 persen.
“Walaupun kondisinya hanya 12 persen tapi dia diberdayakan sampai 80 persen dan masih ada juga sarana tertentu yang tidak terpakai. Sarana dan prasarana di sekolah yang dianggap masih layak dipakai hanya 64 persen. Sisanya dianggap sudah tidak pantas atau tidak layak," beber Muhtar.
Aspek terakhir, Dewan Pendidikan melakukan riset terkait
tanggapan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Pertama dalam penentuan
kuota penerimaan siswa baru untuk jenjang SD hingga SMA sederajat yang
berpatokan pada nilai NEM saja. Seperti yang dijalankan dengan sistem online
beberapa waktu lalu.
Hasil riset menunjukan kebijakan itu hanya didukung oleh 24
persen masyarakat. Sisanya masyarakat menginginkan model lama. Sistem online
dinilai membatasi siswa sehingga akan banyak anak yang tidak tersentuh dalam
kewajiban belajar 12 tahun.
Selain riset sejumlah agenda juga dilaksanakan Dewan
Pendidikan Kota tahun ini. Seperti pada bulan lalu, Muhtar mengumpulkan komite
sekolah untuk memberikan semangat dan membangkitkan kembali komite sekolah.
Dewan Pendidikan memberdayakan komite sekolah dalam membedah
program-program terkait kondisi ril sekolah yang ada di Kota Jambi. Sekedar
diketahui, tugas Dewan Pendidikan adalah melakukan pengawasan, mendukung,
memberikan advokasi dan menjadi mediator antara masyarakat dan pemerintah dalam
pelaksanaan pendidikan. (*/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar