Hutan Adat: Desa Guguk merupakan salah satu kawasan hutan adat. Desa Guguk adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin, Jambi. Foto IST/HARIAN JAMBI |
Provinsi Jambi merupakan salah satu pusat gerakan dari
pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Indonesia. Sejak tahun 1990an
Pemerintah Provinsi Jambi telah mengakui hak kelola masyarakat terhadap hutan
dengan skema hutan adat sebagai salah satu penyelamat ekosistem hutan Jambi.
Provinsi Jambi juga diakui sebagai pelopor hutan adat di Indonesia.
R
MANIHURUK, Jambi
Berdasarkan tata ruang sesuai undang-undang nomor 26 tahun
2007, penataan ruang Provinsi Jambi diarahkan pada kawasan lindung dan kawasan
budidaya. Saat ini, kawasan lindung di Provinsi Jambi sekitar 24 persen dari
luas Provinsi Jambi. Sementara luas wilayah yang dipergunakan untuk kawasan
budidaya adalah 76 persen.
Hal itu dikatakan Gubernur Jambi Drs H Hasan Basri Agus (HBA)
saat memberikan paparan terkait Kebijakan Provinsi Jambi dalam perlindungan dan
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, bertempat di Rumah Dinas
Gubernur Jambi, Senin (26/5) malam.
Paparan
itu terkait kebijakan Provinsi Jambi dalam perlindungan dan pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup Jambi secara umum dan secara administratif
serta program-program kedepannya yang akan dicapai. Hal itu disampaikan dihadapan
para anggota dewan pertimbangan Kalpataru.
Lubuk
Larangan
Dijelaskan, dalam rangka melindungi dan mengelola sumberdaya
alam dan lingkungan hidup, Pemerintah Provinsi Jambi telah mengembangkan
program Lubuk Larangan yang tersebar sebanyak 201 titik dibeberapa
kabupaten/kota.
Diantaranya di Sarolangun, Merangin, Batanghari dan Bungo.
Lubuk larangan merupakan bagian dari aturan adat di sebagian masyarakat Jambi. “Dalam
lubuk larangan bisa berupa danau maupun sungai. Warga dilarang memancing ikan
dalam bentuk apapun. Dibeberapa daerah, ikan di lubuk larangan bisa diambil
pada waktu tertentu dan biasanya satu tahun sekali. Jika ada yang melanggar
akan terkena sanksi adat,” jelas HBA.
Dibagian lain, Gubernur Jambi menyebutkan, Provinsi Jambi
juga mempunyai program andalan yaitu Program Satu Milyar Satu Kecamatan
(Samisake). Hal itu merupakan salah satu program percepatan pencapaian target
seperti Bedah Rumah dan Pemberian Bantuan Kendaraan Roda 3 dan Roda 6 untuk
mendukung akses terhadap sanitasi dan pengurangan lingkungan kumuh.
“Kemudian Program Bea Siswa S1, S2 dan S3 keluar negeri
serta sertifikat Gratis bagi masyarakat yang tidak mampu serta jaminan kesehatan,”
kata HBA.
Demikian juga program kali bersih yang diimplementasikan
kedalam program Batanghari bersih, Gubernur HBA mengatakan, untuk meningkatkan
kualitas air sungai sehingga memenuhi fungsi peruntukkannya.
Program ini mencanangkan pembersihan Sungai Batanghari dari
jamban-jamban disepanjang sungai, sehingga dapat mengurangi masuknya 86,8 triliun E.Coil/hari ke sungai Batanghari.
“Dengan pengangkatan 124 jamban di Kota Jambi dan Kabupaten
Muaro Jambi, selanjutnya juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat di
17 kelurahan di Kota Jambi dan satu desa di Kabupaten Muaro Jambi serta
membentuk 56 kelompok Masyarakat Peduli Batanghari (POKDURI). Hal tersebut
dilakukan untuk merubah prilaku dan kebiasaan masyarakat yang selama ini
melakukan kegiatan domestiknya dipinggir sungai,” kata HBA.
Sementara Asisten Deputi Urusan Peran Serta Masyarakat
Kementerian Lingkungan Hidup RI, Bangun Laksono menjelaskan, menurut kacamata
lingkungan, proses yang dilakukan Provinsi Jambi dalam langkah untuk
mendapatkan Kalpataru sudah sesuai.
“Apapun yang disusun menurut RT/RW itu harus dilalui dengan
kajian lingkungan. Karena muaranya pasti lingkungan. Itu telah dilakukan oleh
Provinsi Jambi dan sudah benar,” kata Bangun.
Menurutnya, untuk Provinsi Jambi secara substansi sudah
memenuhi syarat untuk mendapatkan Kalpataru, dan Provinsi Jambi sudah masuk
katagori. “Untuk diketahui, yang mendaftar untuk penilaian Kalpataru itu
ratusan. Proses yang dilaksanakan proses seleksi, nominasi. Untuk Provinsi
Jambi sudah masuk nominasi yang layak dipromosikan,” katanya.
Turut hadir pada kesempatan itu Anggota Dewan Pertimbangan Kalpataru
Prof Setijati Sastrapradja berserta rombongan, Asisten II sekda Provinsi Jambi
Ir. H.Haviz Husaini, Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jambi
Dra.Hj.Rosmeli,Msi, Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jambi
Drs.Hartono.Msi, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Jambi
Henrizal,Spt.MM serta para undangan lainnya. (*/lee)
***
Hutan Adat Perlu Diperdakan
Keberadaan hutan
adat di Provinsi Jambi belum sepenuhnya diperkuat dengan peraturan daerah
(Perda). Tercatat sebanyak 30 hutan adat yang tersebar di empat kabupaten di
Provinsi Jambi belum diperdakan. Ke-30 hutan adat yang belum diperkuat
legalitasnya melaui Perda itu di antaranya terdapat di tiga kabupaten di
Provinsi Jambi.
Rakhmat Hidayat
Direktur Eksekutif KKI WARSI mengatakan, hutan adat itu antara lain berada di
Kabupaten Sarolangun, Bungo, dan delapan hutan adat yang terdapat di Kabupaten
Merangin. Dari banyak hutan adat yang ada di Jambi, baru Kerinci yang
berkomitmen untuk mengeluarkan peraturan daerah terkait dengan sembilan hutan
adatnya.
Tetapi itu juga
masih tercantum dalam Perda RTRW, belum ada Perda pengakuan hukum adat. Sebagian
hutan adat di Bungo yang sudah memiliki perda khusus untuk hutan adatnya.
Pengakuan masyarakat adat ini juga menjadi benteng bagi masyarakat adat untuk
menjaga kawasan kelolanya. Melalui peraturan daerah maka dapat menghadang laju
eksploitasi terhadap kawasan kelola masyarakat.
Padahal yang
tertuang dalam keputusan yang menyebutkan hutan adat, bukan hutan negara dan
perda ini diperlukan dalam pengakuan masyarakat adat dan pengakuan hak kelola
masyarakat adat dan sementara ini hutan adat yang ada hanya dilegalkan dengan
SK Bupati setempat.
Senada dengan itu, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto menegaskan, pemerintah daerah harus segera membentuk Perda untuk memperkuat hak kelola masyarakat.
Senada dengan itu, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto menegaskan, pemerintah daerah harus segera membentuk Perda untuk memperkuat hak kelola masyarakat.
“Harus segera
diperhatikan hak kelola hutan adatnya dan diterbitkan melalui Perda sehingga
jika ada izin-izin tambang, perkebunan bisa dihadang,” katanya.
Disebutkan, selain
Perda, dukungan pemerintah daerah juga diperlukan dalam pengelolaan hutan adat
yang selama ini dirasakan kurang oleh masyarakat. Upaya yang dilakukan
masyarakat dalam menjaga hutan selama ini mampu mempertahankan kawasan hutan
dan juga memberikan manfaat langsung.
Saat ini masyarakat
yang berkomitmen menjaga hutannya mampu mempertahankan daerah tangkapan air
yang digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga mikro hidro dan pembangkit
listrik tenaga kincir air.
Sementara itu Usman
Ali, Ketua Pengelola Hutan Adat Rantau Kermas mengaku sejak tahun 2000 sudah
mendapatkan SK hak kelola namun sampai saat ini perhatian pemerintah masih
sangat kurang.
“Kita membutuhkan
adanya program-program yang bisa dikerja samakan antara kami dan pemerintah,
seperti adanya kegiatan penanaman pohon dan wisata alam. Semua itu membutuhkan
dukungan dari pemerintah. Dan perjuangan hak kelola masyarakat ini masih belum
berakhir dan menggantungnya beberapa usulan pengelolaan hutan berbasis
masyarakat dengan berbagai mekanisme seperti hutan desa, hutan kemasyarakatan
dan hutan tanam rakyat juga menjadi cerminan masih lemahnya dukungan
pemerintah,” katanya.
Setidaknya ada
sepuluh hutan desa yang masih belum mendapatkan kejelasan dan ada tujuh usulan
desa di Tanjung Jabung Timur dan tiga usulan di Sarolangun yang saat ini masih
belum ada kejelasan.
Jambi sudah sejak
era 1990-an mengakui hak kelola masyarakat dengan skema hutan adat. Meski waktu
itu kewenangan pengelolaan kawasan hutan belum ada dimanapun, baik di
Kementrian Kehutanan, Dalam Negeri, Lingkungan Hidup dan lainnya. Baru dengan
keluarnya UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mulai muncul istilah Hutan
Adat. Namun hingga saat ini peraturan turunan terkait hutan adat tidak juga
ada, sampai adanya Keputusan MK No.35 Tahun 2012 tentang Hutan Adat.(lee)
Bangun Laksono Anggota Dewan Pertimbangan Kalpataru di Rumah Dinas Gubernur Jambi Senin Malam |
Gubernur Jambi HBA berikan paparan di hadapan Anggota Dewan Pertimbangan Kalpataru di Rumah Dinas Gubernur Jambi Senin Malam |
Prof Setijati Sastrapradja Anggota Dewan Pertimbangan Kalpataru di Rumah Dinas Gubernur Jambi Senin Malam |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar