Mobil L 300 terjebak di jalanan. Foto-foto IST MUSRI NAULI/HARIAN JAMBI |
Kondisi jalan akses pelosok desa di Kabupaten Sarolangun
kini memprihatinkan. Bahkan kondisi kerusakan jalan cukup parah dan hanya boleh
dilintasi kendaraan tertentu. Sebenarnya banyak putra daerah yang sukses di
luar Kabupaten Sarolangun, namun mereka belum mampu memperjuangkan infrastruktur
jalan akses ke pelosok desa di kabupaten tersebut. Ketua Walhi Jambi, Musri
Nauli melakukan perjalanan desa-desa di Kabupaten Sarolangun baru-baru ini.
Lalu bagaimana kisah perjalanannya, berikut petikan perjalanan nya yang dikutip
Harian Jambi.
ROSENMAN M, Jambi
Pada tanggal 25 April hingga 30 April 2014, Musri Nauli kembali
ke daerah yang biasa dikenal Margo Batin Pengambang. Margo Batin Pengambang
merupakan salah satu Margo yang masih diakui masyarakat di daerah hulu Batangasai.
Desa-desa yang termasuk ke dalam Margo Batin Pengambang
yaitu Desa Tambak Ratu, Desa Batin Pengambang, Desa Batu Empang, Desa Simpang Narso,
Simpang Muara Air Duo, Desa Sungai Keradak dan Desa Bukit Berantai. Desa
terakhir merupakan desa pemekaran dari Desa Simpang Narso. Margo Batin
Pengambang kemudian termasuk Kecamatan Batang Asai.
Perjalanan ke Batang Asai dimulai dari Sarolangun,
(salah
satu kabupaten di Jambi. Berjarak sekitar 180 km arah selatan dari Kota Jambi).
Dari Sarolangun ke ibukota Kecamatan Batang Asai di Pasar Gerabak bisa ditempuh
rata-rata 3–4 jam. Namun jalan yang buruk dan berbagai hambatan di jalan
(sering longsor) menyebabkan perjalanan ke Batang Asai sering terhambat.
Setelah dari Batang Asai ke Batin Pengambang berjarak 24 km.
Batang Asai sudah menghasilkan putra-putra terbaik di Propinsi Jambi. Sebagai
contoh H. Abdul Manap sebagai pejabat Gubernur Jambi tahun1967 – 1968.
Banyak Lahirkan Putra Terbaik
Keluarga besar Abdul Manap kemudian diteruskan oleh Zoerman
Manap yang menjadi Ketua DPRD Provinsi Jambi dan sekarang menjadi Wakil Ketua
DPRD Provinsi Jambi. Selain Zoerman Manap juga Tommy Effendi Manap dan H Arifin
Manap (terakhir sebagai Walikota Jambi).
Generasi ini, kemudian diteruskan oleh Arief Munandar (Sekda
KabupatenTanjabbar) dan Nuzul Prakarsa (Ketua KNPI Provinsi Jambi dan Anggota DPRD
Kota Jambi). Selain itu juga, Jambi mengenal Batang Asai dengan melihat kiprah Abunjani, seorang pejuang nasional yang
namanya dipampang di salah satu jalan utama di Kota Jambi.
Abunjani merupakan anak seorang Demang yang berkedudukan di
Rantau Panjang, Batang Asai yang bernama Demang Makalam (Peran Abunjani
Dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Jambi : Drs. Junaidi T. Noor, M.M).
Gubernur Hasan Basri Agus (HBA) sendiripun mengakui
hancurnya infrastruktur ke Batang Asai. Dalam lawatannya ke Margo Batin
Pengambang, HBA telah menganggarkan Rp 60 miliar
untuk Batang Asai.
Bahkan pada Gubernur sebelumnya (Zulkifli Nurdin), sudah
mengingatkan dan jalan Sarolangun–Batang Asai termasuk ke dalam daerah jalan provinsi
yang termasuk kategori rusak.
Namun perhatian dari Gubernur Jambi dan banyaknya
“putra-putra” Batang Asai di Jambi tidak menyebabkan jalan menuju ke Batang
Asai mengalami kemajuan atau menjadi baik. Batang Asai masih dikenal dengan kecamatan
yang sangat terisolir di Sarolangun.
Dalam perjalanan Musri Nauli menuju ke Batang Asai
(perjalanan yang kelima), Musri Nauli merasakan langsung bagaimana jalur “urat
nadi” rakyat praktis“ tidak mendapatkan perhatian.
Jalan Berkubang Tahunan
“Mobil yang bisa melewati harus menggunakan double gardan.
Seluruh peralatan mesin harus dipastikan “all ready”, super yang handal membaca
medan dan tentu saja harus berkejaran dengan waktu dan musim hujan yang
mengancam semakin rusaknya jalan,” kata Musri Nauli.
“Saya kemudian harus menggunakan jenis Daihatsu Hiline yang
sering digunakan untuk daerah-daerah jalan sejenis seperti ke Jangkat (Bangko).
Entah beberapa kali, mobil yang terperosok di jalan. Mobil-mobil yang mengangkut
penumpang seperti Suzuki Avivi, Toyota Innova dan harus juga menarik mobil L
300 yang mengangkut barang dagangan,” katanya.
Dan entah berapa lam waktu yang dihabiskan untuk menarik
mobil satu persatu. Bahkan mobil L2 Super jenis mitsubishi double cabinpun
tidak berdaya melewati “ganasnya jalur”.
Mengingat perjalanan yang ditempuh, maka harga-harga
melambung tinggi. Untuk ongkos ke Batang Asai dengan menggunakan angkutan umum
bisa mencapai Rp 150.000,-. Harga solar bisa mencapai Rp 12.000/liter. Bensin
bisa mencapai Rp 9 –10 ribu. “Itupun kalau ada. Lebih sering kekurangan stok
untuk mendapatkannya,” tambah Musri Nauli.
Pada perjalanan Musri Nauli ke Batang Asai, justru tidak
berpapasan dengan kendaraan yang mengangkut kebutuhan-kebutuhan masyarakat di
BatangAsai ataupun kendaraan yang membawa hasil-hasil pertanian. Perjalanan pun
sepi.
Namun mobil Daihatsu Hiline hanya mampir di Tambak Ratu.
Salah satu desa yang hanya bisa dilalui mobil. Jalan selanjutnya harus
menggunakan sepeda motor. “Pertimbangan menggunakan sepeda motor selain jalan
yang ditempuh hanya menggunakan sepeda motor, berbukit dengan jalur curam
selebar jalan setapak, desa-desa yang dilalui memang masih banyak yang mudah
menggunakan sepeda motor. Bahkan untuk memotong jalur, saya juga harus mengitari tepian
Sungai Batang Asai,” ujarnya.
Setelah 5 hari berada di Margo Batin Pengambang, tanggal 30
April Musri Nauli beserta rekan kemudian pulang. “Ketika perjalanan pulang,
jalan yang semula “sedikit baik” untuk ukuran mobil Daihatsu Hiline justru dibasahi
hujan sebelumnya. Dengan rute yang sama, kami harus menunggu 30 menit untuk
melihat keadaan dan menghitung kemungkinan terburuk menempuh perjalanan itu,”
katanya.
Perhitungan ini dilakukan setelah sebelumnya, mobil dengan
jenis yang sama terperosok di tengah jalur dan harus menunggu mobil lain
untuk menariknya. “Maka setelah menghitung berbagai kemungkinan,
double persneling digunakan.Takut menempuh resiko, maka double “berat” langsung
digunakan,” katanya.
Setelah menunggu mobil yang terperosok, mesinpun dipacu,
suara mesin meraung. Untuk menghindarkan di tengah jalan yang berlobang, maka
dari jauh, mesin dipacu lebih kencang. Sehingga mobil terjungkang masuk ke dalam
lobang. Bahkan melompat tinggi sehingga melewati lobang yang cukup dalam agar
tidak terperosok, mesin dipacu lebih kencang.
Untunglah dengan perawatan mesin yang rutin, kehandalan
“driver” yang tangguh, rintangan bisa dilewati. “Melewati rintangan di
jalan Batang Asai selain menimbulkan sensasi, adrenalin yang tinggi, juga menjadi
pengalaman yang tidak terlupakan,” cerita Musri Nauli.
Namun pengalaman itu tidak serta merta melupakan Musri Nauli.
“Bagaimana mungkin, Batang Asai telah melahirkan putra-putra terbaiknya, namun jalan
menuju ke Batang Asai tidak pernah membaik,” kata Musri Nauli penuh tanya. (*/lee)(HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI SENIN 5 MEI 2014)
Mobil hiline harus menarik mobil L 2 Super yang tidak bisa melewati jalur yang buruk. |
Harus menggunakan sepeda motor mengitari sungai Batang Asai. |
Mesin harus dipacu kencang untuk melewati lobang yang dalam. Kecepatan yang dipacu kencang membuat mobil "seakan-akan" terbang. Foto-foto IST MUSRI NAULI/HARIAN JAMBI |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar