Kelenteng Hok Tek Jambi. Foto Asenk Lee Saragih |
Hidayat Tokoh Etnis Tionghoa Doa Syukur di Kelenteng Siu Shan Teng di RT 10 Sungai Asam Kampung Manggis Kelurahan Cempaka Putih Kota Jambi |
MENELUSURI JEJAK TIONGHOA DI JAMBI
Bangunan Kelenteng Hok Tek (Dewa Bumi) Jambi, yang terletak
di pinggir Sungai Marem, RT 14/05, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Pasar,
Kota Jambi adalah saksi bisu sebagai
jejak masuknya etnis Tionghoa di Jambi, khususnya aliran Khonghucu. Kelenteng
ini merupakan kelenteng tertua di Jambi. Konon usia kelenteng sudah memasuki
tiga abad sejak dibangun tahun 1805 Masehi. Jelang Imlek tahun 2015 ini,
Kelenteng di Jambi kini mulai dipadati umat untuk sembahyang.
R MANIHURUK, Jambi
Kelenteng Hok Tek Jambi kini sudah dijadikan sebagai Suaka
Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan dan
Bengkulu. Asal usul hadirnya warga Tionghoa aliran Khonghucu di Jambi, tidak terlepas
dari sejarah berdirinya kelenteng (Tempat Beribadah Agama Khonghucu) di Kota
Jambi ditandai dengan bangunan kelenteng Hok Tek.
Kini Kelenteng Hok Tek Jambi, yang terletak di pinggir
Sungai Marem, RT 14/05, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Pasar, Kota Jambi tampak kurang terawat. Kelenteng tampak
sudah pudar dan tak mendapat perawatan rutin dari pihak terkait.
Menurut Prayoga alias Apong (54), Pengurus Kelenteng Siu
Shan Teng yang terletak di RT 10 Sungai Asem, Kampung Manggis, Kelurahan Cempaka
Putih, Kota Jambi, kepada Harian Jambi
mengatakan, asal muasal Tionghoa di Jambi seiring dengan berdirinya
Kelenteng Hok Tek yang fungsinya sudah dipindah ke Kelenteng Siau San Teng.
Mengingat areal bangunan Kelenteng Hok Tek sempit, hanya
diatas areal tanah 30 x 15 meter dan berada di pinggir kali, kemudian Kelenteng
Hok Tek tidak difungsikan lagi. Bahkan Kelenteng Hok Tek sudah dijadikan
sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB) oleh pemerintah sesuai Undang-Undang No 5
Tahun 1992.
Pengamatan Harian Jambi menunjukkan, kini Kelenteng Hok Tek
yang dikelilingi pagar besi berkarat setinggi dua meter, tampak kurang terawat.
Bahkan bangunannya tampak kusam dan areal kelenteng kurang terawat dengan baik.
Di dalam areal kelenteng itu tampak dua papan merek BCG yang dipasang oleh
Pemerintah Provinsi Jambi. Halamannya juga ditumbuhi rumput-rumput gulma.
Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin)
Provinsi Jambi Darman Wijaya mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan kondisi
Kelenteng Hok Tek Jambi yang tidak terurus.
Menurutnya, Kelenteng Hok Tek sudah menjadi Bangunan Cagar
Budaya (BCB) oleh Pemerintah Sesuai Undang-Undang No 5 Tahun 1992. Pihak
Matakin Jambi tidak berwenang untuk mengurus cagar budaya tersebut.
Disebutkan, tanggung jawab Kelenteng Hok Tek sudah di tangan
pemerintah. Namun pihaknya tidak berpangku tangan jika pemerintah tidak
memperhatikan kelengteng tertua di Jambi itu Hok Tek hancur. “Kita akan
memperhatikan Kelenteng Hok Tek itu. Karena itu jejak sejarah masuknya agama Khonghucu
di Jambi,” katanya.
Siu Shan Teng Terbesar di Jambi
Sementara Kelenteng Siu Shan Teng merupakan kelenteng
terbesar dari 22 kelenteng yang ada di Jambi. Kelenteng ini sebagai alih fungsi
Kelenteng Hok Tek. Bangunan Kelenteng Siau San Teng tampak kokoh di areal yang cukup
luas. Tampak juga satu kelenteng kecil sebagai pendamping di belakang Kelenteng
Siu Shan Teng.
Sebuah bangunan kapal layar kecil bertuliskan huruf Tionghoa
berada di sebelah kanan depan Kelenteng Siu Shan Teng. Konon katanya, kapal itu
merupakan sejarah masuknya warga Tionghoa ke Jambi tiga abad lalu.
Sementara itu, tampak juga dua bangunan Stupa di sebelah
kanan kiri kelenteng tersebut. Menurut Apong, pemindahan fungsi Kelenteng Hok
Tek ke Kelenteng Siu Shan Teng, diawali dengan ritual keagamaan. Di depan kelenteng
ada kolam ikan bundar yang isinya ada ikan patin putih dari Thailand.
Pemindahan ditandai dengan dipindahkannya dua plakat yang
terbuat dari kayu bertuliskan kalimat pantun bahasa Tionghoa. Masing-masing
plakat itu berwarna merah dan keemasan. Ritual dilakukan dengan mendatangkan
Saikong (setara Pendeta) dari Palembang. Sumatera Selatan tahun 1904 silam.
“Kelenteng Siu Shen Teng sudah direnovasi sesuai dengan
perkembangan zaman. Bertambahnya Umat, membuat kelenteng terus direnovasi.
Bahkan renovasi telah dilakukan pada tahun 1935, 1950 dan 1978. Kelenteng Siu
Shen Teng merupakan kelenteng terbesar di Jambi,” ujar Apong.
Apong mengetahui sejarah kelenteng dari ayahnya, yang juga
penjaga kelenteng itu sebelumnya. Ayahnya kini sudah meninggal dunia. Kelenteng
Siau Sen Teng selalu menjadi pusat tahun baru China (Imlek) di Kota Jambi.
Menyambut Imlek 2565 31 Januari 2014, Kelenteng Siau Sen
Teng juga bersolek dengan mengecat atap genteng dan dinding kelenteng. Kemudian
juga mempersiapkan lilin-lilin besar, kertas persembahan hingga dupa
penyembahan.
Intensitas Berdoa Jelang Imlek
Intensitas umat Konghucu berdoa di Kelenteng Siu Shan Teng
yang terletak di RT 10 Sungai Asem, Kampung Manggis, Kelurahan Cempaka Putih,
Kota Jambi semakin tinggi jelang perayaan Tahun Baru China, Gong Xi Fa Cai atau
Imlek 2566/2015 yang jatuh pada 19 Februari 2015 mendatang.
Menurut Prayoga alias Apong, pengurus Kelenteng Siu Shan
Teng, petugas kelenteng juga kini ditambah karena intensitas umat Khonghucu di
Kota Jambi semakin rutin sembayang syukur.
Disebutkan, segala kebutuhan untuk sembayang di kelenteng
terbesar di Kota Jambi itu sudah dipenuhi. Bahkan banyak etnis Tinghoa yang
notabene bukan aliran Khonghucu juga ikut berdoa di kelenteng yang dibangun
sejak 1935 dan direnovasi tahun 1950 dan 1978. Kelenteng Siu Shen Teng
merupakan kelenteng terbesar dari 22 kelenteng yang terdapat di Jambi.
Hidayat, seorang tokoh etnis Tionghoa dan juga pengusaha kopi
AAA di Jambi juga melakukan doa syukur di Kelenteng Siu Shan Teng, belum lama
ini. Dia bersama istrinya melakukan ritual doa syukur di kelenteng tersebut.
Sembari melakukan ritual doa, Hidayat juga berderma dengan
memberikan Angpaow (sumbangan) kepada para pegawai kelenteng tersebut. Sesekali
dia juga menyapa Harian Jambi terkait dengan doa syukur yang dilakukannya
bersama istrinya.
“Saya bersama ibu rutin setiap jelang Imlek melakukan doa
syukur dan berbagi dengan pegawai kelenteng ini. Sebagai etnis Tionghoa saya
bersama istri merupakan bagian dari berdirinya kelenteng tertua dan terbesar di
Jambi ini. Ayo ikuti bapak melihat kolam kecil di depan kelenteng ini,” ujar
Hidayat yang juga pendiri Komunitas Pecinta Candi Muarojambi ini.
Menurut Hidayat, sepuluh tahun lalu dirinya membawa empat
ekor ikan patin putih dari Thailand dan ditaruh di kolam bulat di depan
Kelenteng Siu Shan Teng. Kini empat ekor ikan patin putih itu sudah berukuran
hingga 5 kg hingga 7 kg.
“Kalau di Thailand, patin putih itu dianggap keramat. Saya
baya empat ekor dan kini sudah besar di kolam ini. Kolam ini ibaratkan empang,
yang bagi etnis Tionghoa adalah sumber rezeki. Jadi empang harus dirawat dan
bersih karena sebagai sumber rezeki,” ujar Hidayat sembari memberikan makan
patin putih dengan roti tawar.
Hidayat dan istrinya sebenarnya menganut agama Buddha.
Dirinya selalu ambil bagian jika ada perayaan hari raya dan kegiatan Buddha di
Jambi. Namun dirinya rutin setiap hari Imlek tetap melakukan ritual doa syukur
di Kelenteng Siu Shan Teng. (Asenk Lee Saragih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar