Selasa, 20 Januari 2015

Tunda Pelantikan Budi Gunawan, Jokowi Berada di Persimpangan Jalan

Presiden RI Ke 7 Joko Widodo
Keputusan untuk menunda pelantikan Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol), Komjen Pol Budi Gunawan bukanlah keputusan terbaik yang diambil Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebaliknya, keputusan ini justru menempatkan Jokowi di persimpangan jalan.

 “Menurut saya, keputusan Jokowi saat ini menunda penatikan BG (Budi Gunawan) bukan ambil jalan tengah, tapi ada di persimpangan jalan," kata Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil dalam diskusi ’Lewat Budi Gunawan, KPK Ganggu Hak Preogratif Presiden?’ yang digelar Aktual Forum, di Jakarta, Minggu (18/1).

Menurut Nasir, sebagai seorang presiden, Jokowi harus berdaulat. Tidak boleh ada pihak-pihak yang mengganggu kedaulatan tersebut. Untuk itu, Jokowi, harus melantik Budi Gunawan untuk menjaga kehormatan lembaga kepresidenan dan DPR yang sudah menyetujui pencalonan Budi Gunawan.
“Presiden tidak boleh ada di persimpangan jalan. Harus firm. Barangkali dua hari dilantik. Sama-sama dihargai dan tidak kehilangan muka," katanya.


Menurut Nasir, pihaknya menyetujui pencalonan Budi Gunawan, karena sudah memenuhi syarat yang terdapat di UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian. Untuk itu, pihaknya mendorong PDIP dan partai politik pengusung presiden memberikan support atau dukungannya agar presiden tetap melantik Budi Gunawan sebagai kapolri.

“Kami yang berada di KMP bukan bermaksud memprovokasi, akan tetapi, PDIP pun harus mengambil sikap tegas, karena menyangkut kewibawaan lembaga-lembaga negara, kita ingin lihat partai pengusung presiden," jelasnya.

Saat ini, kata Nasir, partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) masih mencermati situasi politik yang berkembang terkait Budi Gunawan. Tak menutup kemungkinan, pihaknya akan menggalang impeachment jika isu ini terus bergulir. 

Budi G Diantara Persilangan Hukum

Sementara Politisi Partai Demokrat Gede Pasek Suardika berpendapat permasalahan antara status tersangka dan pengangkatan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri, merupakan bentuk persilangan hukum pidana dengan perdata.

“Permasalahan antara status tersangka dan pengangkatan Budi Gunawan menjadi Kapolri adalah bentuk persilangan hukum pidana (ranah KPK) dan hukum tata negara (proses pengangkatannya)," kata Gede Pasek dihubungi di Jakarta.

Menurut Pasek, dalam posisi tersebut tidak boleh ada yang mengklaim sebagai hukum yang lebih tinggi, karena baik KPK dengan hukum pidananya dan Presiden Jokowi yang melaksanakan proses hukum perdata, berada di kamar yang berbeda termasuk juga mekanisme penyelesaiannya.

“Oleh karena itu tidak perlu dibenturkan, biarkan berjalan apa adanya saja. KPK silakan lakukan proses hukum acara pidana yang diyakininya, dan Presiden silakan menjalankan aspek hukum tata negara yang sudah berjalan selama ini," kata dia.

Terlebih, kata dia, semua hal itu dibingkai dalam posisi semua orang sama di mata hukum. Baik Kapolri, Komisioner KPK, maupun Presiden sama di depan hukum.

“Kalau ada yang tidak puas bisa dilakukan dengan upaya hukum juga, baik yang terkait pidana maupun yang terkait dengan hukum tata negara. Jangan malah dibawa ke ranah peradilan opini. Itu tidak benar dan tidak sehat," papar dia.

Sejauh ini DPR RI melalui sidang paripurna sudah menerima Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Namun Presiden Jokowi memutuskan untuk menunda pelantikan Budi Gunawan sambil menunggu proses hukumnya di KPK.

Sementara ini, jabatan Kapolri dipegang pelaksana tugas yakni Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti.(ant/lee)

Tidak ada komentar: