BELUM TURUN: Sopir angkot Jambi belum menurunkan tarif
ongkos penumpang menyusul turunnya harga BBM sejak Senin kemarin. Ongkos penumpang
angkot untuk dewasa di Kota Jambi masih sebesar Rp 4.000/orang atau naik Rp
1.000/orang dari ongkos sebelumnya Rp 3.000/kg pasca kenaikan BBM November 2014
lalu. Sedangkan ongkos penumpang untuk pelajar dan mahasiswa sebesar Rp
3.000/orang, namun sebelum kenaikan BBM masih Rp 1.000/orang dari ongkos
sebelumnya Rp 2.000/orang. ROSENMAN MANIHURUK/HARIAN JAMBI
Pasca Penurunan Harga BBM
Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jambi meminta seluruh
Organisasi Angkutan Darat (Organda) di kabupaten/kota se Provinsi Jambi untuk
mengintruksikan seluruh angkutan umum di wilayah masing-masing. Hal itu
menyusul penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh Pemerintah dua kali
berturut-turut.
R MANIHURUK, Jambi
Sebelumnya pemerintahan Jokowi-JK telah dua kali menurunkan
harga bahan bakar minyak (BBM) dalam kurun tiga bulan terakhir. Setelah pada
awal Januari lalu BBM jenis premium diturunkan harganya dari Rp 8.500 menjadi
Rp 7.600 per liter, mulai Senin (19/1), premium kembali diturunkan menjadi Rp
6.600 per liter. Hal yang sama juga terjadi pada BBM jenis solar. Awal bulan
ini, harga solar diturunkan dari Rp 7.500 menjadi Rp 7.250 per liter, dan mulai
Senin (19/1) kembali diturunkan menjadi Rp 6.400 per liter.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jambi Sri Sapto Eddy
melalui Kepala Bidang Perhubungan Darat Dinas Perhubungan Provinsi Jambi,
Amsyardeni, Selasa (20/1) kepada Harian Jambi mengatakan, Organda tingkat
kabupaten/kota segera mengintruksikan Organda untuk segera menunrunkan tarif
angkutan umum.
Menurutnya, pihak angkutan umum agar menurunkan tarif angkutan
umum menyusul turunnya harga BBM yang telah ditetapkan mulai Senin lalu. Dishub
juga meminta agar Organda segera membuat intruksi kepada pengusaha angkutan
umum di tingkat kabupaten/kota dan Provinsi Jambi.
Menurut Amsyardeni, pascakenaikan harga BBM bersubsidi
beberapa waktu lalu, kenaikan tarif angkutan naik hingga 10 hingga 14 persen. Kenaikan
tarif angkutan antar-kota dalam provinsi (AKDP) di Provinsi Jambi sebesar 14
persen menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sebelumnya ditetapkan
pemerintah pusat.
“Kenaikan tarif sesuai dengan surat edaran Menteri
Perhubungan RI No PR 301/1/7 tentang penentuan tarif khusus AKDP diserahkan
sepenuhnya oleh Gubernur selaku kepala daerah. Dan di Jambi sudah ditentukan
dalam rapat penetapan tarif penumpang khusus AKDP. Tarif batas atas sebelumnya
Rp185 menjadi Rp215 perpenumpang perkilometer. Kalau hitungan persennya lebih
kurang 14 persen,” kata Amsyarnedi.
Sementara Organda Jambi masih enggan menurunkan tarif angkutan darat di Jambi. Ketua Organda Provinsi Jambi, Sapriyadi mengatakan, meski pemerintah menurunkan harga BBM dua kali, Organda Provinsi Jambi belum menurunkan harga tarif angkutan antar provinsi maupun angkutan dalam kota.
“Sekarang angkutan antarkota dalam provinsi masih
menggunakan tarif yang di-SK-kan Gubernur Jambi pascakenaikan BBM, yakni ada
tarif batas atas dan batas bawah, kalau minyak diturunkan lagi kami menggunakan
tarif batas bawah Rp135/penumpang perkilo meter, kalau tarif batas atas sebesar
Rp215," kata Syapriyadi.
Sementara tarif angkutan bus Antar Kota Dalam Provinsi
(AKDP) dan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) masih bertahan seperti saat harga
BBM naik. Sementara Agen Bus PT Indah Transport (INTRA) jurusan Siantar-Jambi
(PP) A Siahaan saat ditemui Harian Jambi Selasa (20/1) mengatakan, tarif ongkos
Bus Intra masih tarif lama atau sudah naik naik Rp 20 ribu per orang saat
kenaikan harga BBM akhir 2014 lalu.
Ongkos Bus Intra jurusan Jambi-Pematangsiantar kini masih Rp
270 ribu atau naik Rp 20 ribu saat BBM naik. Sebelum naik BBM tarif ongkos
hanya Rp 250 ribu per orang. Hingga kini harga masih tarif lama karena belum
ada intruksi dari Organda Jambi.
Terpisah Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Jambi, Warasdi mengatakan, hingga kini harga pangan tetap tinggi walau
pemerintah sudah dua kali menurunkan harga BBM dalam tiga bulan terakhir.
Disebutkan, niat pemerintah untuk menekan inflasi, khususnya
indeks harga konsumen kelompok makanan, tidak tercapai selama biaya logistik
mahal, produksi minim dan tidak merata serta kenaikan harga BBM tidak
didasarkan pada perencanaan matang.
“Pemerintahan Jokowi-JK telah dua kali menurunkan harga
bahan bakar minyak (BBM) dalam kurun tiga bulan terakhir. Setelah pada awal
Januari lalu BBM jenis premium diturunkan harganya dari Rp 8.500 menjadi Rp
7.600 per liter, mulai Senin (19/1), premium kembali diturunkan menjadi Rp
6.600 per liter. Hal yang sama juga terjadi pada BBM jenis solar. Awal bulan
ini, harga solar diturunkan dari Rp 7.500 menjadi Rp 7.250 per liter, dan mulai
Senin ini kembali diturunkan menjadi Rp 6.400 per liter,” katanya.
Kata Warasdi, langkah pemerintah tersebut, menyusul tren
penurunan harga minyak mentah dunia yang kini berkisar di level US$ 45 per
barel, sehingga memungkinkan pemerintah menghapus subsidi premium di Jawa,
Madura, dan Bali. Pada saat bersamaan, pemerintah menetapkan subsidi tetap
untuk solar sebesar Rp 1.000 di seluruh Indonesia, dan subsidi tetap untuk
premium sebesar Rp 1.000 per liter di luar wilayah Jawa, Madura, dan Bali.
Akan tetapi, penurunan harga BBM oleh pemerintah tersebut
belum melegakan masyarakat. Pasalnya, tarif angkutan dan harga kebutuhan pokok
masih tinggi, sebagai dampak kenaikan harga BBM pada November tahun lalu.
Sejauh ini, pemerintah belum mampu mengendalikan lonjakan
harga kebutuhan pokok, terutama pangan. Padahal, harga pangan yang tinggi,
sangat memukul perekonomian masyarakat. Akibatnya, langkah pemerintah
menurunkan harga BBM seolah tidak ada pengaruhnya sama sekali.
“Penurunan harga BBM, yang secara teori akan mengurangi
biaya logistik sehingga akan menurunkan harga jual, ternyata belum sepenuhnya
berjalan. Pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap kenyataan ini, dan hanya
menunggu waktu harga turun sesuai dengan mekanisme pasar,” ujarnya.
Harus ada intervensi yang nyata, baik dari sisi distribusi
maupun dengan menggelar operasi pasar. Hal ini penting dilakukan untuk mengirim
pesan yang tegas kepada para spekulan agar tidak mempermainkan harga kebutuhan
pokok demi keuntungan mereka. Jika persoalan harga pangan ini tidak segera
diatasi, langkah pemerintah menurunkan harga BBM tidak akan berdampak banyak
terhadap perekonomian masyarakat. Pemerintah wajib hadir mengurangi beban
ekonomi rakyat, terutama mereka yang miskin.(*/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar