Keputusan untuk menunda pelantikan Kepala Lembaga Pendidikan
Polri (Lemdikpol), Komjen Pol Budi Gunawan bukanlah keputusan terbaik yang
diambil Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebaliknya, keputusan ini justru
menempatkan Jokowi di persimpangan jalan.
“Menurut saya, keputusan Jokowi saat ini menunda penatikan
BG (Budi Gunawan) bukan ambil jalan tengah, tapi ada di persimpangan
jalan," kata Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil dalam diskusi ’Lewat
Budi Gunawan, KPK Ganggu Hak Preogratif Presiden?’ yang digelar Aktual Forum,
di Jakarta, Minggu (18/1).
Menurut Nasir, sebagai seorang presiden, Jokowi harus
berdaulat. Tidak boleh ada pihak-pihak yang mengganggu kedaulatan tersebut.
Untuk itu, Jokowi, harus melantik Budi Gunawan untuk menjaga kehormatan lembaga
kepresidenan dan DPR yang sudah menyetujui pencalonan Budi Gunawan.
“Presiden tidak boleh ada di persimpangan jalan. Harus firm.
Barangkali dua hari dilantik. Sama-sama dihargai dan tidak kehilangan
muka," katanya.
Menurut Nasir, pihaknya menyetujui pencalonan Budi Gunawan,
karena sudah memenuhi syarat yang terdapat di UU nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian. Untuk itu, pihaknya mendorong PDIP dan partai politik pengusung
presiden memberikan support atau dukungannya agar presiden tetap melantik Budi
Gunawan sebagai kapolri.
“Kami yang berada di KMP bukan bermaksud memprovokasi, akan
tetapi, PDIP pun harus mengambil sikap tegas, karena menyangkut kewibawaan
lembaga-lembaga negara, kita ingin lihat partai pengusung presiden,"
jelasnya.
Saat ini, kata Nasir, partai-partai politik yang tergabung
dalam Koalisi Merah Putih (KMP) masih mencermati situasi politik yang
berkembang terkait Budi Gunawan. Tak menutup kemungkinan, pihaknya akan
menggalang impeachment jika isu ini terus bergulir.
Budi G Diantara Persilangan Hukum
Sementara Politisi Partai Demokrat Gede Pasek Suardika
berpendapat permasalahan antara status tersangka dan pengangkatan Komjen Pol
Budi Gunawan sebagai Kapolri, merupakan bentuk persilangan hukum pidana dengan
perdata.
“Permasalahan antara status tersangka dan pengangkatan Budi
Gunawan menjadi Kapolri adalah bentuk persilangan hukum pidana (ranah KPK) dan
hukum tata negara (proses pengangkatannya)," kata Gede Pasek dihubungi di
Jakarta.
Menurut Pasek, dalam posisi tersebut tidak boleh ada yang
mengklaim sebagai hukum yang lebih tinggi, karena baik KPK dengan hukum
pidananya dan Presiden Jokowi yang melaksanakan proses hukum perdata, berada di
kamar yang berbeda termasuk juga mekanisme penyelesaiannya.
“Oleh karena itu tidak perlu dibenturkan, biarkan berjalan
apa adanya saja. KPK silakan lakukan proses hukum acara pidana yang
diyakininya, dan Presiden silakan menjalankan aspek hukum tata negara yang
sudah berjalan selama ini," kata dia.
Terlebih, kata dia, semua hal itu dibingkai dalam posisi
semua orang sama di mata hukum. Baik Kapolri, Komisioner KPK, maupun Presiden
sama di depan hukum.
“Kalau ada yang tidak puas bisa dilakukan dengan upaya hukum
juga, baik yang terkait pidana maupun yang terkait dengan hukum tata negara.
Jangan malah dibawa ke ranah peradilan opini. Itu tidak benar dan tidak
sehat," papar dia.
Sejauh ini DPR RI melalui sidang paripurna sudah menerima
Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Namun Presiden Jokowi memutuskan
untuk menunda pelantikan Budi Gunawan sambil menunggu proses hukumnya di KPK.
Sementara ini, jabatan Kapolri dipegang pelaksana tugas
yakni Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti.(ant/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar