|
Dimas Kanjeng Taat Pribadi (49), yang lahir pada 28 April
1970 mengaku pernah menempuh pendidikan di bangku kuliah di Malang, namun drop
out. Ia yang semula bernama asli Taat Pribadi itu mengaku memiliki ilmu
‘mendatangkan’ uang secara gaib dari gurunya, Kiai (Abah) Ilyas dari Mojokerto
yang baru meninggal 10 Juli 2009 lalu. Kendati Dimas Kanjeng bukan ‘murid’
terbaik Abah Ilyas namun karena tidak pernah membantah, maka ia memperoleh ilmu
gaib menggandakan uang dari gurunya. FOTO IST
|
BERITAKU-Probolinggo -
Dimas Kanjeng mengaku sebagai anak seorang mantan pejabat tingkat kecamatan
yang bukan dari keturunan raja. Namun melalui Padepokan Dimas Kanjeng yang
mengambil model mirip pesantren namun nyeleneh yang ia dirikan sejak 2010 di
Dusun Sumber Cengkelek RT-22/RW-08 Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten
Probolinggo, mengajarkan hal-hal yang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Kabupaten Probolinggo dinilai sebagai musrik di tengah-tengah prosesi ritual
yang tidak masuk akal.
Dari informasi yang dilansir portal Nasional, salah satu hal yang aneh
itu antara lain, para pengikutnya ("santri") diminta membayar
uang mahar sebagai pancingan untuk digandakan secara gaib menjadi 1.000 kali.
Padepokan yang ia dirikan selain dijadikan sebagai ‘bank gaib’ juga tempat
pengajian.
Namun demikian ada perintah yang nyeleneh dari Dimas Kanjeng yang
memerintahkan santrinya untuk berburu ayam hutan di Gunung Semeru tanpa memakai
alat. Menangkap sedikitnya 200 ekor udang di petilasan Gajahmada, juga wajib
membeli seutas benang sepanjang 15 sentimeter yang disebut sebagai ‘Tali Ali
Baba’ seharga Rp 200.000.
Menurut Dimas
Kanjeng, hal-hal tersebut merupakan bagian dari ritual untuk nantinya akan
mendapatkan kantong gaib dari Yang Maha Kuasa dan mampu mengeluarkan uang dalam
jumlah tak terbatas.
Runyamnya lagi, Dimas Kanjeng juga mewajibkan santrinya
ikut pengajian pada setiap Kamis malam di rumah para ‘Sultan’ (koodinator
pengepul mahar) agar menjadi sosok santri yang sabar, nrimo dan ikhlas.
Kebohongan
demi kebohongan yang ditebar Dimas Kanjeng sejak Padepokan Dimas Kanjeng di
Probolinggo yang dibangun tahun 2010 itulah, oleh dua orang ‘Sultan’ (Hidayah
Ismail dan Abdul Gani) yang gerah karena terus-menerus ditagih ‘santri’ yang
mereka koordinir dengan uang mahar bernilai puluhan miliar, tidak juga berhasil
digandakan dan bahkan uang mahar itu tidak juga dikembalikan utuh. Mereka
kemudian mengancam akan membongkar aksi Dimas Kanjeng yang berkedok sebagai
Pimpinan Padepokan ‘Bank Gaib’ Dimas Kanjeng ke polisi.
Harus Dilenyapkan
|
Sekitar tahun 1994 Dimas Kanjeng menikahi Rahma Hidayati
yang juga murid kinasih Abah Ilyas yang kebetulan tetangga Dimas Kanjeng di
Probolinggo. Bahkan keluarga Rahma yang tergolong kaya itu ‘menghibahkan’
tanahnya seluas dua hektar kepada Dimas Kanjeng yang kemudian menurunkan tiga
orang anak, di antaranya dua anak kembar, Radery dan Radeni dan Sariwul Wahida.
Dalam beberapa tahun kemudian, pengikut Dimas Kanjeng meningkat drastis dari
puluhan menjadi ribuan orang ‘santri’. FOTO IST
|
“Mereka harus
dilenyapkan karena membahayakan kelangsungan padepokan,” ujar Dimas Kanjeng
Taat Pribadi ketika memerintahkan kesembilan orang pengawal pribadinya
(centengnya) untuk menghabisi dua orang koordinator pengepul pemasang uang
mahar (disebut ‘santri’) untuk dilipatgandakan menjadi 1.000 kali dari uang
mahar yang diserahkan para ‘santri’-nya. Kedua koordinator itu bernama Hidayah
Ismail asal Situbondo dan Abdul Gani asal Probolinggo, harus dihabisi karena
mengancam akan membongkar kedok tipu-tipu Dimas Kanjeng Taat Pribadi ke Polisi.
Mulanya kedua
korban bersedia menjadi koordinator pengepul para ‘santri’ karena selain
dijanjikan akan dibantu dana miliaran rupiah untuk memajukan usaha atau
bisnisnya, juga sekaligus dijanjikan akan diangkat sebagai Sultan.
Sebab, Dimas
Kanjeng sendiri (baru saja) dinobatkan oleh Koordinator Raja-raja se-Nusantara
dalam prosesi Jumenengan (penobatan) yang meriah dan fantastis sebagai Raja
Probolinggo dan sekitarnya, dengan gelar Sri Raja Prabu Rajasa Nagara, 11
Januari 2016 baru lalu.
Dimas Kanjeng
melalui kaki tangannya, pada Februari 2016 kemudian membujuk korban datang ke
padepokan yang berada di areal seluas dua kali lapangan sepakbola, guna
menerima dana bantuan sebesar Rp 20 miliar.
Karena menolak datang ke padepokan,
sembilan centeng Dimas Kanjeng menculik Hidayah Ismail dan dibunuh secara keji
oleh para tersangka. Leher korban dijerat tali dan kedua tangan terikat
kebelakang dengan kepala dibungkus tas plastik kresek.
Mayat korban
kemudian dimasukkan ke dalam mobil dan dikubur secara terburu-buru di kawasan
hutan Tegalsiwalan, Situbondo dan kedalaman liang lahat kurang dari setengah
meter.
Oleh karenanya, mayat korban yang sejak semula dipastikan polisi sebagai
korban pembunuhan itu kemudian dibongkar sekelompok anjing dan ditemukan
penduduk setempat. Namun karena tidak ada yang mengenalinya, maka korban
diidentifikasi sebagai Mr X.
Korban kedua
Abul Gani, yang dalam kesehariannya dikenal sebagai pedagang perhiasan emas dan
batu permata asal Desa Semampir, Kraksaan, Kabupaten Probolinggo dihabisi
kesembilan orang (tersangka) centeng Dimas Kanjeng Taat Pribadi pada awal Juli
2016 dengan modus operandi yang sama dengan korban Hidayah Ismail. Hanya saja
untuk menghilangkan jejak kejahatan mereka, mayat korban justru diangkut mobil
dan dibuang begitu saja di bawah jembatan Waduk Gajahmungkur, Kabupaten
Wonogiri, Provinsi Jawa Tengan (Jateng).
“Modusnya sama
dengan korban Hidayah Ismail. Leher korban dijerat tali, kedua tangannya diikat
ke belakang dan kepalanya dibungkus tas plastik kresek. Identitas korban tidak
ditemukan, sehingga diidentifikasi sebagai Mr X,” ujar Kapolda Jatim Irjen Pol
Drs Anton Setiadi dalam percakapan dengan wartawan, Kamis (28/9) sore. Kedua
kasus penemuan mayat Mr X itu berhasil dikenali setelah diusut dengan teliti
oleh Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim melalui tes DNA.
“Dari
penelusuran modus operandi dan ciri-ciri yang ada, penemuan mayat di
Gajahmungkur, Wonogiri akhirnya identik pula dengan penemuan mayat di hutan
Tegalsiwalan, Situbondo. Setelah melalui tes DNA, kedua korban diketahui
identitasnya,” ujar Kapolda Jatim lagi sambil menambahkan, petugas Jantaras
Ditreskrimum Polda Jatim kemudian langsung menangkap enam orang (tiga orang
masih buron) centeng Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Dalam pemeriksaan, mereka
mengaku sebagai tersangka pelaku yang taat atas perintah majikannya selaku
pimpinan padepokan.
Menurut
Kapolda, tersangka Dimas Kanjeng Taat Pribadi mengakui keterlibatannya dalam
pembunuhan terhadap Hidayah Ismail dan Abdul Gani. Motif dari pembunuhan itu
sendiri dilatarbelakangi ketakutan tersangka terhadap kedua korban karena kedua
santrinya (Hidayah Ismail dan Abdul Gani) adalah koordinator pengepul uang
mahar yang akan digandakan oleh tersangka. Sebagai pengepul, mereka bertanggung
jawab terhadap uang orang lain yang dibawa untuk digandakan.
Untuk indikasi
korban lain yang mungkin terkait dengan Dimas Kanjeng, menurut Irjen Pol Anton
Setiadai hal itu masih dalam penyelidikan. “Memang, di Jatim sering kita
temukan mayat tak dikenal. Juga akan kita gali sekitar pedepokan yang mungkin
dijadikan tempat penguburan para korban lainnya. Ada banyak bungker di kawasan
padepokan itu, termasuk dijadikan sebagai tempat penyimpanan uang,” ujar Anton
Setiadi, seperti dikutip dari salah satu portal
Nasional.
Pada bagian
lain Kapolda Jatim membenarkan, pihaknya kini meminta bantuan tim ahli dari
Bank Indonesia (BI) guna meneliti uang yang tersimpan di bungker-bungker
padepokan, apakah asli atau palsu. Dalam pemeriksaan terungkap, ada indikasi
uang yang notabene digandakan disimpan tersangka ke salah seorang di Jakarta.
Jumlah uang yang ada itu diakui Irjen Pol Anton Setiadi cukup fantastis yakni
mencapai angka Rp 1 triliun.
Tersangka yang
mengaku sebagai otak pembunuhan, bakal dijerat pelanggaran Pasal 340 KUHP
tentang pembunuhan yang direncanakan (moord) dengan ancaman hukuman mati, atau
seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara.
Bayar Desersi Rp 40 Juta
|
Demikian pula, kekayaan Dimas Kanjeng yang diperoleh dari
mahar (memakai banyak istilah) para santrinya yang ingin menggandakan uangnya
menjadi 1.000 kali dari jumlah yang disetorkan itu, menjadikan Dimas Kanjeng
mampu memperluas padepokannya di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal,
Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jatim, hingga menjadi tujuh hektar.
Taat Pribadi yang kemudian menambah namanya dengan Dimas Kanjeng Taat Pribadi
itu merupakan anak kelima dari enam bersaudara. FOTO IST
|
Sementara Jajaran
Ditreskrimum Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur melimpahkan berkas acara
pemeriksaan atau BAP kasus pembunuhan dengan empat tersangka yang diduga kuat
menerima perintah dari pemimpin Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo, Jawa
Timur, Taat Pribadi (46), ke Kejati Jatim di Surabaya, Kamis.
"Berkas
dan keempat tersangka itu kami limpahkan ke Kejati Jatim. Ada dua kasus
pembunuhan yang melibatkan pemimpin Dimas Kanjeng itu, yakni korban Abdul Gani
dan Ismail Hidayat. Kami (Polda Jatim) tangani kasus pembunuhan dengan korban
Abdul Gani," kata Kasubdit III/Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim AKBP
Taufik Herdiansyah, seperti
dilansir www.detik.com.
Didampingi
staf Bidang Humas Polda Jatim, ia menjelaskan kasus pembunuhan dengan korban
Ismail Hidayat ditangani oleh Polres Probolinggo dan kasusnya juga sudah
dilimpahkan ke Kejari Probolinggo.
"Untuk
kedua kasus pembunuhan itu memang ada tersangka yang sama," katanya.
Menurut dia,
Abdul Gani dibunuh di Probolinggo pada 13 April 2016, sedangkan Ismail Hidayah
dibunuh pada setahun sebelumnya, yakni 2 Februari 2015.
"Mayat
Abdul Gani ditemukan selang sehari sesudah dibunuh, yakni 14 April 2016, lalu
kami menyelidiki kasus itu pada Mei, Juni, Juli hingga terungkap pada September
ini," katanya.
Ia mengatakan
jenazah Abdul Gani ditemukan di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah.
"Para pelaku pembunuhan Abdul Gani mengaku korban dibuang ke Wonogiri
untuk menghilangkan jejak, karena korban Ismail Hidayat yang dibunuh sebelumnya
dan dikubur di Probolinggo bisa ketahuan," katanya.
Ditanya motif
pembunuhan Abdul Gani, ia mengatakan korban merupakan Ketua Yayasan Padepokan
yang dipimpin Dimas Kanjeng itu, namun korban tidak aktif dan sering
menjelek-jelekkan Taat Pribadi di luar padepokan dan korban diduga menghambat
usaha padepokan dengan menyelewengkan uang.
"Korban
sering menjelek-jelekkan pemimpin Dimas Kanjeng di luar padepokan dengan
menyebutkan uang Taat Pribadi itu banyak, tapi tidak diberikan kepada orang
yang meminjamkan uang itu untuk digandakannya. 'Kalau uangnya ada, kenapa tidak
diberikan saja', begitu kata korban kepada orang lain," katanya.
Namun,
pihaknya juga menduga motif lain, karena tanggal pembunuhan (13/4) itu
merupakan tanggal sedianya korban menjalani penipuan yang dilakukan Taat
Pribadi di Mabes Polri atas pengaduan korban penipuan dengan tujuan penggandaan
uang itu.
Mantan Oknum Perwira
Mengenai
keterlibatan tersangka Taat Pribadi dalam kasus pembunuhan Abdul Gani itu,
Taufik mengatakan keempat pelaku yang sebagian di antaranya merupakan mantan
perwira menengah TNI yang disersi itu membunuh korban Abdul Gani dengan
perintah Taat Pribadi yang dibayar Rp 320 juta untuk sembilan pelaku yang
masing-masing menerima Rp 30 juta hingga Rp 40 juta.
"Ada
sembilan pelaku dalam kasus pembunuhan Abdul Gani itu, tapi kami baru menangkap
empat pelaku, sedangkan empat pelaku masih buron dan satu pelaku menjadi
tersangka dalam kasus pembunuhan Ismail Hidayat yang ditangani Polres
Probolinggo. Kesembilan pelaku adalah WD, WW, KD, BR, RD, AS, MY, EY, dan
AP," katanya.
Dalam
pengakuan keempat tersangka itu, mereka berbagi peran yakni pengatur strategi,
memimpin eksekusi, koordinator pembuangan, dan pembantu umum yang membungkus
jenazah dan memasukkan ke dalam mobil boks serta membuangnya ke jurang di Gajah
Mungkur itu.
"Karena
itu, kami menyita sejumlah barang bukti berupa jerat tali untuk membunuh
korban, kantong kresek untuk membekap kepala korban, kendaraan korban dan
kendaraan pelaku untuk membuang ke jurang, dan uang sisa untuk bayaran
pembunuhan senilai Rp 9 juta," katanya.
Ia menambahkan
para pelaku dijerat dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 3378 KUHP juncto Pasal
55 KUHP. "Para pelaku merupakan anggota Tim Pelindung yang selama ini
menjadi orang-orang kepercayaan pimpinan padepokan itu," katanya.
Sementara itu,
pemimpin Padepokan "Dimas Kanjeng" di Probolinggo, Jawa Timur, Taat
Pribadi, saat "dipertemukan" dengan wartawan berjanji akan
mengembalikan uang milik korban. "Saya kembalikan (uangnya) kalau
diminta," katanya, singkat.
Secara
terpisah, Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes RP Argo Yuwono menegaskan selain
terlibat kasus pembunuhan, Dimas Kanjeng juga dilaporkan tentang penipuan
senilai miliaran rupiah.
"Ada dua
korban penipuan Dimas Kanjeng yang sudah lapor. Satu korban penipuan lapor di
Mabes Polri dan yang satu lagi pelapor atas nama Suprayitno yang melapor ke
Polda. Nilai penipuan itu Rp 830 juta dan Rp 1,5 miliar," katanya. (Berbagai Sumber/Srg)
|
Cerita Istri Kedua Abdul Gani Mengenang Suaminya Dibunuh Anak Buah Kanjeng Dimas |
Dikaitkan dengan Dimas Kanjeng, Ini Kata
ICMI
|
Jimly Asshiddiqie (Antara/Yudhi Mahatma) |
Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) akhirnya buka suara terkait kasus Padepokan Dimas Kanjeng Taat
Pribadi yang melibatkan salah satu tokohnya Mahwah Daud. ICMI mengimbau segenap
anggota serta semua kaum ilmuwan dan cerdik cendekia muslim, agar
sungguh-sungguh menjadi teladan untuk pencerahan umat.
“Kepada para ilmuwan dan cerdik cendekia
di mana saja berada, ICMI mengajak dengan segala kesungguhan untuk senantiasa
berpikir dan berzikir dengan benar agar kita dapat menjadi teladan untuk
pencerahan kepada umat serta kehidupan bangsa dan kemajuan peradaban ke tingkat
yang semakin tinggi,” kata Ketua Umum ICMI, Jimly Asshiddiqie dalam
keterangannya, Jumat (30/9).
Dalam kesempatan itu, Jimly juga
memberikan klarifikasi bahwa ICMI tidak akan pernah membenarkan siapa pun
melakukan kemaksiatan dan tindakan yang melanggar hukum negara.
“ICMI tidak akan pernah membenarkan
apalagi memberikan dukungan kepada siapa pun juga yang melakukan perbuatan
maksiat baik menurut syariat agama maupun menurut hukum negara, dan apalagi
menurut kaidah-kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi modern,” kata Jimly.
Adapun terkait terseretnya salah satu nama
tokoh ICMI, yakni Marwah Daud dalam kasus Dimas Kanjeng, Jimly menegaskan bahwa
secara organisasi ICMI tidak bertanggung jawab terkait segala hal yang bersifat
pribadi karena itu merupakan tanggung jawab pribadi masing-masing anggota dan
pengurus ICMI di seluruh Tanah Air.
“Kalau soal Kasus Padepokan Dimas Kanjeng,
baiknya kita percayakan saja kepada aparat penegak hukum dan keadilan. Semua
yang benar adalah benar dan yang salah pasti terbukti pada waktunya,” tegas
Jimly.
Seperti kabar yang beredar beberapa hari
ini, Dimas Kanjeng dan pengikutnya sudah ditangkap oleh Kepolisian Daerah Jawa
Timur di Padepokannya pada 22 September 2016 lalu. Kasus itu menyeret nama ICMI
karena salah satu nama Dewan Pakar ICMI , Marwah Daud membela Dimas Kanjeng dan
padepokannya.
Untuk itulah, Jimly merasa perlu untuk
menjelaskan kepada masyarakat terkait kasus tersebut, yakni bahwa tindakan
Marwah Daud tidak sama sekali terkait dengan posisinya sebagai anggota Dewan
Pakar ataupun Mantan Presidium ICMI. (BSC)
|
Salas satu adegan video penggandaan uang oleh Taat Pribadi yang menyebar di media sosial.Foto IST |
|
Dimas Kanjeng, Pimpinan Padepokan "Bank Gaib" yang Menghabisi Santrinya.iST |