Kisah Kakek Pendorong Gerobak Pasar
Hidup ini memang penuh perjuangan. Untuk mencari sesuap nasi
harus bermandikan keringat bagi seseorang yang berprofesi kurang beruntung.
Namun perjuangan mereka patut dihargai dalam menggapai nafkah dalam menghidupi
keluarga. Begitu juga dengan seseorang yang berprofesi sebagai pemulung. Mereka
juga turut andil dalam pemanfaatan sampah sebagai barang laku jual.
R MANIHURUK, Jambi
Seringkali kita memandang pekerja seorang pemulung pengumpul
barang bekas dengan sebelah mata. Namun dibalik pekerjaannya tersimpan usaha
yang mulia. Pekerjaan yang mereka geluti demi menafkahi keluarga dan membiayai
sekolah anaknya.
Saat terik sinar matahari menaburkan panasnya, seseorang
lelaki tampak sedang berjalan sambil mengumpulkan barang bekas di daerah Telanaipura
Kota Jambi tepatnya dekat SMAN 5 Kota Jambi Sabtu pekan lalu.
Saat itu jam menunjukkan pukul 12.00 WIB. Harian Jambi menyambangi
dan berlahan mendekati bapak tersebut. Kedatangan Harian Jambi disambut baik
olehnya dengan ekpresi wajah sedikit tersenyum.
Ada motivasi dibalik wajah yang lusuh berkeringat itu. Apa
yang ada dibalik pekerjaan yang digelutinya tersebut. Hombing (41) begitu ia
memperkenalkan diri. Pekerjaan menjadi pengumpul barang bekas sudah menjadi
sebagian takdir bagi Hombing.
Karena sulitnya mencari pekerjaan saat ini, membuat
tiada pilihan selain berusaha sendiri menciptakan pekerjaan yakni sebagai
pemulung agar bisa menyekolahkan anak. Walaupun terkadang dipandang rendah bagi
sebagian orang, namun ini merupakan
profesinya halal.
“Pekerjaan saat ini sangat sulit bang. Mungkin karena
pendidikan kami yang rendah atau pemerintah yang tidak menyediakan lapangan
pekerjaan,” ujar Hombing mengadu dengan wajah peluh keringat.
Hombing mengais barang bekas yang ia kumpulkan setiap
harinya. Kemudian hasilnya diperuntukkan untuk anak dan istrinya. “Hasil kerja
keras dari mengumpulkan barang bekas saya gunakan untuk biaya kehidupan keluarga,” ujarnya.
Kemudian Hombing melanjutkan pembicaraannya. Semangat yang
menggebu setiap hari saat pagi mulai datang kita sudah turun bekerja sampai
sore waktu azan telah berbunyi. Motivasi kerja itu juga didorong karena ada
kewajiban yang mulia yaitu menyekolahkan anak yang masih duduk di bangku
sekolah SD di Kota Jambi.
Hasil pengumpulan barang yang ia jual terkadang hanya bisa
mendapat Rp 15 ribu hingga Rp 25 ribu per hari. Ini yang ia tabungi untuk
kebutuhan keluarga dan kebutuhan anak sekolah.
“Bagi saya tiada masalah menjadi pekerjaan pemulung yang
terpenting halal dari pada menjadi perampok, mencuri barang milik orang lain,”
katanya.
Tanpa diketahui banyak orang bahwa sebenarnya profesi
menjadi pemulung bukan saja karena membiayai hidupnya sendiri, akan tetapi
lebih dari itu yakni tidak terlepas membiayai kehidupan istri kemudian anak
tercintanya. Ini terjadi pada banyak pemulung.
Si-kakek Pendorong Gerobak
Selain Hombing, kisah kakek bernama Yahjun ini juga berbagi
cerita kisah. Kini rambutnya yang telah memutih, umurnya sudah mencapai 72
tahun sedang mendorong gerobak sampah di daerah Pasar Jambi. Kulitnya yang keriput seakan tak terawat, tubuhnya
yang tampak membungkuk rukuh seakan-akan kita tidak percaya dengan aktivitasnya
itu.
Kakek ini masih mampu mendorong gerobak kayu bermuatan
sampah barang bekas. Saat didekati, si kakek ini pun menuturkan sudah puluhan
tahun menjalani pekerjaan ini mencari mengumpulkan barang bekas setiap hari.
Itu dia lakukan guna membiayai hidup sendiri bekerja siang
dan malam. Kuat atau tidak kuasa terus dipaksakan agar bisa bertahan hidup.
Hampir tak kuasa mendengar ucapan kakek ini air mata pun
terasa jatuh ke dalam hati. Dari potongannya saja sudah miris kita melihat
keadaan nasibnya apalagi setelah ia menuturkan dengan kata-kata yang dapat mengusik
qolbu.
Siapa yang tidak prihatin melihat sosok orang tua
berbeda dengan orang lain seakan-akan hidup terbuang dalam negeri. Berbeda jauh
dengan orang tua lainnya yang bisa menghabiskan sisa umurnya dengan banyak
istirahat di rumah, saling berbagi dengan keluarga besar.
Namun nasib berkata lain, kakek ini harus beradu dengan alam
dengan terik matahari, dinginnya malam hanya untuk bertahan hidup di masa
tuanya. Dirinya masih harus bertarung tenaga untuk memungut sampah yang bisa
bernilai rupiah.
Uluran tangan pemerintah pun diharapkan. Pemerintah yang
berkewajiban untuk mensejahterakan masyarakatnya. Suara pemerintah selami ini yang
mengatakan berhasil mengentaskan kemiskinan di Kota Jambi, itu hanya pemanis
semata.
Tetapi sentuhan itu tidak pada setiap orang kurang mampu.
Faktanya para pemulung masih banyak berkeliaran di Kota Jambi mulai dari
tingkatan umur yang masih relatif muda umur 14 tahun hingga 72 tahunan.
Menyedihkan memang. Hal ini menjadi tantangan dan pekerjaan
rumah pemerintah ke depan untuk mensejahterakan rakyat selayaknya terlepas dari
belenggu kemiskinan.
“Kami berharap Pemerintah Kota Jambi memeperhatikan nasib
kami yang mencari nafkah di jalananan. Kami memperjuangkan kehidupan keluarga
kami agar anak dapat lancar sekolah menjadi orang sukses,” ucap Hombing dengan
penuh harapan. (*/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar