Dr. Onno W. Purbo, mantan dosen Jurusan Teknik Informatika IT. IST FB Dr Onno W Purba |
Menkominfo Harus Rendah Hati Belajar Komunikasi
BANDUNG-Dosen Prodi
Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, Sahala Tua
Saragih mengimbau Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan
para pejabat terasnya untuk rendah hati belajar dan bekerja sama dengan
berbagai perguruan tinggi yang mengelola pendidikan ilmu komunikasi,
bukan hanya yang mengelola ilmu teknologi informatika.
Menurut Sahala, Menkominfo dan para pejabatnya bukan hanya harus
melek dan menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), melainkan
juga memahami betul dunia ilmu komunikasi.
"Dengan demikian, mereka benar-benar akan menyadari betapa dahsyatnya
efek TIK dalam kehidupan umat manusia, baik efek positif maupun efek
negatifnya," kata Sahala kepada satuharapan.com dalam wawancara melalui surat elektronik, Sabtu (10/5).
"Mereka
harus terlebih dahulu disadarkan, diajar, dan dididik tentang TIK
secara komprehensif, terutama yang menyangkut efek, dampak-dampak
sosial, budaya, dan rohaniah. Mereka harus terlebih dahulu melek TIK
baru memelekkan masyarakat tentang TIK," tambah Sahala.
Menurut Sahala, Onno tepat menjadi Menkominfo yang baru karena ia tak hanya menguasai TIK secara teknis dan ilmiah, namun juga menguasai penggunaannya secara baik dan benar untuk meningkatkan kualitas hidup umat manusia.
Namun ada hal lainnya menurut Sahala yang lebih penting, yaitu "semua pejabat dan pegawai Kemenkominfo dan Dinas Kominfo di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota menyadari kelalaian dan kesalahan besar mereka selama ini."
"Prestasi" Pemerintah
Menurut pengamatan Sahala, prestasi pemerintah, dalam hal ini
Menkominfo selama sepuluh tahun belakangan hanyalah meliberalisasikan
semua jenis produk TIK yang diimpor dari berbagai negara maju, termasuk
Taiwan dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Peraturan yang dibuat pemerintah dikatakan Sahala sengaja membebaskan
semua produk TIK buatan negara apa pun untuk masuk Indonesia. Selain
itu, setiap orang bebas pula membeli, memiliki, dan memakai produk TIK
tersebut.
"Hasilnya, masyarakat dari kelas terbawah, bahkan mungkin gelandangan
dan pengemis hingga kelas tertinggi, warga dari semua usia termasuk
anak berusia di bawah lima tahun di mana pun, kecuali tidak atau belum
ada layanan telekomunikasi, mampu memiliki dan menggunakan telepon
selular," ujar Sahala.
Dalam pandangan Sahala, internet dan berbagai produk TIK mutakhir
bebas digunakan untuk apa pun dan oleh siapa pun tanpa perlu mengetahui
norma hukum seperti Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE), etika, dan etiketnya. Hal ini menurutnya membuat siapa pun bebas
berkomunikasi melalui internet tanpa perlu berpikir dampaknya, apakah
positif, negatif, atau tidak berdampak sama sekali.
"Inilah 'prestasi besar' pemerintah selama ini. Bisa dikatakan,
pemerintah tak perlu bekerja apa pun untuk mengimpor dan memasarkan
semua produk TIK. Pemerintah tak berusaha apa pun untuk mengajar dan
mendidik warga tentang penggunaan internet dan berbagai jenis produk TIK
yang mereka beli atau miliki," kata Sahala.(Satuharapan.com)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar