Berjuang : Ratusan petani dari tiga kabupaten melakukan unjukrasa di
depan kantor gubernur Jambi, Senin (30/4). Mereka menuntut 15.032 Hektar
tanah ulayat untuk dikembalikan kepada petani. Foto batakpos/rosenman
manihuruk
Tuntut Lahan : Ratusan buruh tani dari tiga kabupaten di Provinsi Jambi melakukan unjukrasa di depan kantor gubernur Jambi, Selasa (1/5). Mereka menuntut hak buruh tani yakni lahan 15.032 hektar yang diserebot perusahaan perkebunan diserahkan kepada petani. Foto batakpos/rosenman manihuruk
Tuntut Lahan : Ratusan buruh tani dari tiga kabupaten di Provinsi Jambi melakukan unjukrasa di depan kantor gubernur Jambi, Selasa (1/5). Mereka menuntut hak buruh tani yakni lahan 15.032 hektar yang diserebot perusahaan perkebunan diserahkan kepada petani. Foto batakpos/rosenman manihuruk
Jambi, BATAKPOS
Ratusan petani yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pasal 33 (GNP 33) dari tiga desa di Provinsi Jambi menuding Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi “pembohong” karena tidak mampu menyelesaikan sengketa 15.032 Hektar lahan antara petani dengan perusahaan. Mereka menuding Pemprov Jambi hanya mengumbar janji-janji tanpa adanya bukti nyata.
Hal tersebut terungkap saat ratusan petani dari Suku Anak Dalam (SAD) 113 Tanah Menang, Kabupaten Batanghari, Dusun Kunangan Jaya II, Kabupaten Batanghari dan Dusun IV Mekar Jaya, Kabupaten Sarolangun melakukan unjukrasa di depan kantor gubernur Jambi, Senin (30/4).
“Kami petani kecewa. Pasalnya kesepakatan-kesepakatan yang dibuat pemerintah tidak berjalan. Verifikasi dan pemetaan yang semestinya selasai pada awal Mei 2012, tapi macet. Pemda Sarolangun dan Pemda Batanghari selalu “melempar bola” ke perusahaan,”kata koordinator lapangan petani, Joko Supriyadi Nata.
Para petani juga meminta dihentikannya kriminalisasi petani. Pasalnya seorang petani bernama Mawardi dikriminalisasi pihak kepolisian. Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan sudah menegaskan bahwa dalam penyelesaian konflik agrarian/tanah tidak dibolehkan menggunakan pendekatan pidana (No.55/PUU-VIII/2010).
GNP-33 petani Jambi mendesak tuntutan yakni segera realisasikan kesepakatan enclave 3.550 hektar tanah adat Suku Anak Dalam 113 di Batanghari, segera realisasikan kesepakatan enclave 3.482 hektar lahan warga Dusun IV Mekar Jaya di Sarolangun, segera realisasikan kesepakatan enclave 8.000 hektar lahan warga Dusun Kunangan Jaya II di Batanghari.
“Kami juga menuntut penghentian kriminalisasi terhadap aktivis dan warga Suku Anak Dalam dengan mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3). Kami juga minta Gubernur Jambi Hasan Basri Agus untuk peduli terhadap petani. Jangan peduli kepada petani hanya disaat Pilkada,”kata Joko Supriyadi Nata.
Aksi unjukrasa itu juga telah dilakukan Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. Mereka mendesak Dishut Provinsi Jambi turut serta menyelesaikan konflik lahan tersebut.
Sementara itu ratusan orang yang merupakan gabungan dari Partai Rakyat Demokratik (PRD), Serikat Tani Nasional (STN), Liga Nasional Gerakan Rakyat (Lingkar), dan Suku Anak Dalam (SAD) 113, mendatangi Polda Jambi, Minggu (29/4) malam. Massa menuntut agar Polda Jambi membebaskan Ketua Komite Pimpinan Wilayah (KPW) PRD Jambi, Mawardi, yang ditahan sejak Jumat (27/4). RUK
Ratusan petani yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pasal 33 (GNP 33) dari tiga desa di Provinsi Jambi menuding Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi “pembohong” karena tidak mampu menyelesaikan sengketa 15.032 Hektar lahan antara petani dengan perusahaan. Mereka menuding Pemprov Jambi hanya mengumbar janji-janji tanpa adanya bukti nyata.
Hal tersebut terungkap saat ratusan petani dari Suku Anak Dalam (SAD) 113 Tanah Menang, Kabupaten Batanghari, Dusun Kunangan Jaya II, Kabupaten Batanghari dan Dusun IV Mekar Jaya, Kabupaten Sarolangun melakukan unjukrasa di depan kantor gubernur Jambi, Senin (30/4).
“Kami petani kecewa. Pasalnya kesepakatan-kesepakatan yang dibuat pemerintah tidak berjalan. Verifikasi dan pemetaan yang semestinya selasai pada awal Mei 2012, tapi macet. Pemda Sarolangun dan Pemda Batanghari selalu “melempar bola” ke perusahaan,”kata koordinator lapangan petani, Joko Supriyadi Nata.
Para petani juga meminta dihentikannya kriminalisasi petani. Pasalnya seorang petani bernama Mawardi dikriminalisasi pihak kepolisian. Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan sudah menegaskan bahwa dalam penyelesaian konflik agrarian/tanah tidak dibolehkan menggunakan pendekatan pidana (No.55/PUU-VIII/2010).
GNP-33 petani Jambi mendesak tuntutan yakni segera realisasikan kesepakatan enclave 3.550 hektar tanah adat Suku Anak Dalam 113 di Batanghari, segera realisasikan kesepakatan enclave 3.482 hektar lahan warga Dusun IV Mekar Jaya di Sarolangun, segera realisasikan kesepakatan enclave 8.000 hektar lahan warga Dusun Kunangan Jaya II di Batanghari.
“Kami juga menuntut penghentian kriminalisasi terhadap aktivis dan warga Suku Anak Dalam dengan mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3). Kami juga minta Gubernur Jambi Hasan Basri Agus untuk peduli terhadap petani. Jangan peduli kepada petani hanya disaat Pilkada,”kata Joko Supriyadi Nata.
Aksi unjukrasa itu juga telah dilakukan Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. Mereka mendesak Dishut Provinsi Jambi turut serta menyelesaikan konflik lahan tersebut.
Sementara itu ratusan orang yang merupakan gabungan dari Partai Rakyat Demokratik (PRD), Serikat Tani Nasional (STN), Liga Nasional Gerakan Rakyat (Lingkar), dan Suku Anak Dalam (SAD) 113, mendatangi Polda Jambi, Minggu (29/4) malam. Massa menuntut agar Polda Jambi membebaskan Ketua Komite Pimpinan Wilayah (KPW) PRD Jambi, Mawardi, yang ditahan sejak Jumat (27/4). RUK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar