Aksi blokir
jalan oleh ratusan sopir angkutan batubara di depan kantor Gubernur Jambi, Selasa
(21/1) adalah fakta sebagai perlawanan ratusan supir truk terhadap penerapan Peraturan
Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2012 dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 18 serta
Peraturan Bupati (Perbup) tentang pengaturan pengangkutan batubara. Solusi
angkutan truk batu bara hingga kini semakin tak jelas. Pemerintah tetap ngotot
para pengusaha membangun jalan truk batubara sendiri.
Unjukrasa ratusan supir truk batubara di Kantor Gubernur Jambi Selasa 21 Januari 2014. Foto Edwin Harian Jambi |
ROSENMAN MANIHURUK,
Jambi
Gubernur Jambi
Hasan Basri Agus (HBA) bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda)
Provinsi Jambi melakukan rapat tertutup di Rumah Dinas Gubernur Jambi, Selasa
(21/1) pagi. Dalam rapat diputuskan bahwa Perda Nomor 13 Tahun 2012, Pergub
Nomor 18 dan Perbup tentang angkutan batubara adalah harga mati dan tetap diberlakukan.
Mendengar
putusan rapat itu, ratusan sopir truk batubara pun beraksi. Mereka melakukan
pemblokiran jalan di kawasan Simpang Rimbo dan Paal 10, Kota Jambi. Pemblokiran
dilakukan sebagai aksi protes sopir terhadap hasil keputusan rapat Gubernur Jambi
HBA bersama Formompinda.
“Hasilnya, pertama,
Perda Nomor 13 dan peraturan lainnya adalah harga mati dan tetap ditegakkan.
Kedua, jalur pengangkutan atau rute tetap seperti biasa dan tidak ada perubahan
sama sekali. Para sopir harus berkoordinasi langsung dengan bupati
masing-masing,” ujar Rahmat.
Mendengar
keputusan itu, spontan para sopir batubara beringas. Suasana sempat memanas dan
terjadi aksi dorongan-dorongan dengan aparat keamanan. Bahkan, para pedemo
nekat mau membakar kendaraan berpelat merah. Namun aksi tersebut langsung
dicegah oleh aparat keamanan.
Tak puas sampai
di sini, ratusan sopir batubara langsung bergerak untuk melakukan pemblokiran
jalan. Sambil bergerak meninggalkan kantor gubernur, pendemo langsung menolak
dan berteriak untuk tidak menerima sama sekali penyampaian tersebut.
Kordinator unjuk
rasa supir truk, Toni, mengatakan pihaknya kecewa dengan keputusan yang
disampaikan pemerintah. Pasalnya, dari keputusan tersebut tidak ada solusi
konkret. Pemerintah tetap menegakkan Perda tetapi para sopir tetap tidak ada
solusi jelas mau operasi.
“Kita sangat
kecewa dengan HBA. Kita tetap tidak terima. Kami tidak takut dengan pemerintah.
Kami tetap blokir jalan, sampai HBA meninjau kembali keputusan ini,” kata Toni.
Begitulah
sekelumit aksi sopir truk yang menjadi “korban”
Perda Nomor 13 Tahun 2012, Pergub Nomor 18 dan Perbup tentang pengaturan
pengangkutan batubara. Aksi serupa juga pernah dilakukan para supir truk Mei
2012 lalu.
Bahkan Sekda
Provinsi Jambi Ir Syahrasaddin pernah menuding pers sebagai pembuat polemik
soal angkutan truk batubara di Provinsi Jambi.
Bahkan wartawan
di Jambi menjadi sempat kambing hitam Pemerintah Provinsi Jambi terkait dengan
polemik angkutan batubara serta desakan moratorium tambang batubara di Provinsi
Jambi. Di saat munculnya pro-kontra dari masyarakat dan para sopir soal
batubara tersebut, Pemprov Jambi justru menyalahkan wartawan.
Wartawan yang
menyajikan berita tentang polemik angkutan batubara di Provinsi Jambi dituding sebagai “biangkerok” memperkisruh suasana dari para sopir dan
masyarakat dan LSM.
Hingga kini
solusi terhadap angkutan batubara di Jambi tak kunjung ada. Bahkan sebelumnya
diwacanakan pengusaha batubara di Provinsi Jambi membangunan jalan sendiri
untuk truk batubara. Namun hingga kini wacana itu hanya tinggal wacana belaka.
Sebelumnya,
Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus (HBA), menegaskan sejak per 31 Desember 2012
lalu truk batubara tidak diperbolehkan
lewat jalan umum tetap diberlakukan. Pihaknya juga tengah melakukan kajian
hukum terkait akan diberlakukannya moratorium tersebut.
Disebutkan, sejumlah
produksi batubara sejak tahun 2007 hingga Mei 2012 lalu di Provinsi Jambi
mencapai 21,7 juta metrik ton. Jika dihitung dengan harga standar batubara di
pasaran, USD 112/ton, maka penjualan batubara dari Provinsi Jambi sudah
menembus angka Rp 24 triliun. Namun hingga kini pengusaha yang berjanji
membangun jalan khusus angkutan batubara di Jambi masih sebatas wacana.
Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Jambi juga masih meragukan komitmen 350 perusahaan
pertambangan batubara yang beroperasi di Provinsi Jambi untuk melakukan
reklamasi lahan. Dari jumlah perusahaan itu kini sudah ada yang eksploitasi dan
eksplorasi.
Cabut Izin
Pertambangan
DPRD Provinsi
Jambi mendesak pemerintah pusat, daerah untuk mencabut ijin perusahaan pertambangan
illegal di Provinsi Jambi. Kini terdapat 296 perusahaan pertambangan di
Provinsi Jambi yang belum memiliki ijin resmi sehingga merugikan Pemerintah
Provinsi Jambi ratusan miliar rupiah.
Wakil Ketua DPRD
Provinsi Jambi, H Halim mengatakan, kontribusi pertambangan ini diyakini tidak
dinikmati masyarakat secara merata, khususnya di lokasi proyek.
“Komisi III DPRD
Provinsi Jambi, meminta Pemprov Jambi mengambil langkah tegas menertibkan
ijin-ijin pertambangan tersebut. Jika memang ilegal, segera cabut saja ijinnya.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinas Enegeri Sumber Daya Mineral (ESDM)
Provinsi Jambi menjadi bukti bahwa pertambangan di Jambi merugikan pemerintah
dan masyarakat,” katanya.
Disebutkan, dari
386 izin yang ada hanya 90 saja yang lengkap. Artinya, yang lainnya tentu hanya
mengeruk tanpa memberikan hasil kepada pemerintah, apalagi terhadap masyarakat.
Sementara kerugian akibat aktivitas pertambangan ini sangat besar sekali.
“Seperti contoh
kerusakan jalan akibat kendaraan yang melebihi tonase, kemudian, lobang-lobang
besar dan hancurnya kawasan hutan akibat penggalian tambang ini. Nah tidak ada
satupun yang menguntungkan masyarakat. Kenapa kita harus pertahankan,” katanya.
Menurut Halim, Pemprov
Jambi segera menyikapi masalah ini. Jika lebih besar kerugian, maka pihaknya
meminta sebaiknya pertambangan di Jambi Provinsi Jambi dihentikan. “Perlu
moratorium,”katanya.
Wakil Gubernur
(Wagub) Jambi, Fachrori Umar juga menyayangkan banyaknya ijin pertambangan
ilegal. Wagub menegaskan ijin yang tidak lengkap ini akan di evaluasi lagi dan
dicabut.
“Kita akan
evaluasi, jika tidak jelas kita akan cabut izin-izinnya. Saya juga meminta truk
batubara untuk berhenti melintasi jalan Kota Jambi, selain merusak jalan,
kendaraan ini juga merusak pemandangan Kota Jambi. Memang seharusnya distop.
Mereka jangan melawan masyarakat,” tegasnya.
Seorang pengamat
hukum lingkungan Fakultas Hukum Universitas Jambi, Helmi mengatakan, seharusnya
pemerintah sudah dari dulu melakukan moratorium pertambangan di Provinsi Jambi.
“Ini persoalan
yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sudah seharusnya pemerintah melakukan
moratorium dan evaluasi ijin pertambangan saat ini juga. Jika dibiarkan, akan
berdampak buruk bagi pemerintah dan masyarakat di Provinsi Jambi,”kata Helmi.
Disebutkan,
Pemerintah Daerah (Pemda) Jambi seakan tidak berdaya menghadapi para pengusaha
batubara. Buktinya, ijin batubara terus bertambah, kerusakan jalan di Provinsi
Jambi makin parah. “Ironis memang ketika kondisi ini terjadi, Gubernur Jambi
justru menanggapi tuntutan moratorium penerbitan ijin sulit dilakukan,”
katanya.
Disebutkan izin
usaha pertambangan di Provinsi Jambi hanya tersebar di delapan kabupaten, yakni
Kabupaten Bungo, Tebo, Merangin, Sarolangun, Batanghari, Muarojambi dan
Kabupaten Tanjabarat.
Untuk batubara
terbesar di Kabupaten Batanghari sebanyak 86, kemudian Sarolangun 69, Tebo 59,
Muarojambi 39, Bungo 24, Tanjabbarat 21, dan Merangin 4. Sedangkan pertambangan
biji besi terbanyak di Sarolangun sebanyak 3, kemudian disusul Merangin 2 dan
Bungo 2.
Disebutkan, dana
bagi hasil (DBH) pertambangan paling banyak dari tambang batubara yang mencapai
95 persen yang diperolah dari IUP batubara. Total PNBP kegiatan pertambangan
mineral dan batubara untuk iuran tetap dan royalty se Provinsi Jambi cukup
besar.
“Dari 386
perusahaan, iuran tetapnya sebesar Rp 119.765.477.000 dan 742.500 Dolar AS.
Selain itu dari PKP2B, iuran tetap sebesar Rp 17,500 miliar dan royalty 11.328
Dolar AS. Ada aturan pembagian royalty,
jika ijin dari kabupaten maka iuran tetap 20 persen untuk pusat, 16 persen
untuk provinsi dan 64 persen untuk daerah penghasil,”katanya.
Disebutkan,
jumlah IUP yang ada di Provinsi Jambi yakni 261 IUP dan sudah eksplorasi 125.
IUP itu yakni Provinsi Jambi 1 IUP, Kabupaten Bungo 27 IUP dan 42 titik
eksplorasi, Tebo 45 IUP 14 eksplorasi, Merangin 12 IUP 4 eksplorasi, Sarolangun
52 IUP 30 eksplorasi, Batanghari 86 IUP 10 eksplorasi, Muarojambi 32 IUP 10
eksplorasi dan Tanjabar 6 IUP dan 15 sudah eksplorasi. (*/lee)
***
Bupati Arahkan
Angkutan Batubara ke Sungai Batanghari
Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Jambi melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jambi
meminta para Bupati di Provinsi Jambi untuk mengarahkan angkutan batubara
melalui jalur Sungai Batanghari. Sejak tertanggal 1 Mei 2012 Pemprov Jambi
menerapkan peraturan pelarangan angkutan batubara yang menggunakan truk
tronton.
Pembatasan truk
tronton yang membawa batubara sudah di rapatkan seluruh unsur musipada yang ada
di Jambi. Pemprov Jambi hanya membolehkan truk PS dan engkel untuk mengangkut
batubara, sementara setiap tambang perharinya diperbolehkan jam 6 sore sampai jam 6 pagi.
Kepala Dinas
Perhubungan Provinsi Jambi, Ir Berhard Panjaitan MM mengatakan, Pemprov Jambi
sudah menyosialisasikan Pergub Nomor 13 tahun 2012 tentang Pegawasan dan
Pengendalian Angkutan pada Jembatan Timbang.
“Kemudian
peraturan daerah Provinsi Jambi Nomor 10 tahun 2011 tentang Perubahan atas
Perda Nomor 8 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Jalan untuk Angkutan Hasil
Tambang, Hasil Perkebunan dan Angkutan Barang,”katanya.
Pemprov Jambi
masih menangguhkan penandatanganan kesepakatan dengan pengusaha batu bara dan
CPO. Surat itu berisi pernyataan dari para pengusaha, diantaranya berisi
tentang kegiatan usaha yang sesuai izin dan tempat yang telah ditetapkan dengan
memperhatikan lingkungan, dan mematuhi rute jalan yang ditentukan dan
kepatuhan terhadap tonase kendaraan.
Disebutkan,
penangguhan itu dikarenakan pemerintah akan kembali mengkaji peraturan hukum
tentang pelarangan penggunaan mobil tronton yang dinilai menjadi salah satu
penyebab kerusakan dan kemacetan jalan di Jambi.
Sementara pada
(Peraturan Gubernur) Pergub nomor 13 tahun 2012 tentang pegawasan dan
pengendalian angkutan pada jembatan timbang dan peraturan daerah Provinsi Jambi
disebutkan bahwa pengemudi/pengusaha jasa angkutan yang melanggar berat muatan
lebih dari 5 persen dari batas yang telah ditentukan akan diberi sanksi denda
Rp 400.000 per ton dan muatannya dibongkar dan truk tersebut kembali ke tempat
asal.
Anggota DPRD Provinsi
Jambi, H Mardinal mengatakan, DPRD Provinsi Jambi secara umum mendukung
moratorium batu bara yang ditegaskan Gubernur Jambi.
Pengusaha
batubara yang beroperasi di Provinsi Jambi diminta untuk tidak membandel soal
moratorium (penghentian) angkutan batu bara lewat jalan darat menuju pelabuhan
Talang Duku, Muarojambi.
Pengusaha batu
bara jangan hanya mencari alasan-alasan soal pemberlakuan moratorium tersebut.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi juga diminta segera untuk menerbitkan
Peraturan Gubernur (Pergub) terkait moratorium batu bara tersebut, sehingga
memiliki kekuatan hukum dalam menerapkannya.
Selamat ini
pengusaha batubara hanya mendapatkan untung yang sebanyak-banyaknya tanpa
memikirkan pelestarian lingkungan hidup. Kerusakan jalan sudah parah oleh
angkutan batu bara yang melintas hingga ke jalur kota.
“Pemprov Jambi sudah mencari solusi dalam
menerapkan moratorium tersebut. Jangan ada lagi lasan-alasan pengusaha yang
memboncengi para sopir dan pekerja lainnya untuk melakukan perlawanan terkait
dengan moratorium angkutan batu bara lewat jalan umum. Angkutan batu bara lewat
pontoon di Sungai Batanghari sudah solusi yang terbaik,” kata Mardinal.
Menurut
Mardinal, pengusaha harus memikirkan dampak kerusakan yang diakibatkan angkutan
truk batu bara di jalan umum. Bahkan dampak negatif terhadap masyarakat sangat
terasa saat angkutan itu melintas di jalan umum.
Stokfile
Batubara Terendam
Banjir yang
melanda Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi sepekan terakhir telah
menenggelamkan semua stokpile (lahan penyimpanan) batubara yang berada di
sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Batanghari.
Pengamatan menunjukkan,
di sepanjang Sijenjang, Kemingking, Talang Duku, dan sejumlah wilayah lainnya,
tampak air menggenangi stokpile yang ada di pinggiran Sungai Batanghari.
Bahkan
jalan-jalan menuju stokpile juga tergenang banjir. Akibatnya, tak ada satu pun
truk pengangkut batubara yang masuk ke stokpile.
“Kira-kira dua
pecan ini stokpile sudah kebanjiran dua kali. Sebulan yang lalu kebanjiran,
lalu surut, dan sepuluh hari terakhir kembali tenggelam,” ujar Direktur
Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Provinsi Jambi, Mirza
Haviz.
Menurut Mirza
Haviz, gara-gara banjir ini, aktivitas penumpukan batubara ke stokpile lumpuh.
Dia berharap banjir segera surut agar penumpukan batubara bisa segera normal.
Sementara
angkutan truk batubara menuju stokfile di DAS Sungai Batanghari juga lumpuh
akibat jalan akses di Jalan Baru Jambi Timur menuju Pelabuhan Talang Duku
terendam banjir. Seluruh kegiatan angkutan batu bara dan penumpukan stokfile
batu bara lumpuh total. (lee) (BERITA INI SUDAH NAIK CETAK DI HARIAN JAMBI
EDISI 22 JANUARI 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar