Jambi, BATAKPOS
Walikota Jambi Bambang Priyanto. Foto Rosenman Manihuruk
Banyak elemen menilai bahwa Kota Jambi banyak ditemukan permasalahan. Persoalan itu mulai dari ancaman banjir, tumpukan sampah di sudut-sudut kota, menjamurnya rumah toko (ruko) yang tidak dihuni serta penyempitan daerah resapan air akibat pembangunan tidak ramah lingkungan.
Persoalan itu terjadi akibat Kota Jambi hingga kini belum memiliki Perda RTRW, sehingga pembangunan tidak teratur untuk peruntukannya. Bahkan Kota Jambi kini tampak semrawut akibat tata kota yang amburadul.
Ironisnya, Pemerintah Kota Jambi tak memiliki Perda RTRW sejak sepuluh tahun terakhir, yakni sejak tahun 2002. Persoalan lain yang dihadapi Kota Jambi karena lemahnya manajemen serta keseriusan Pemkot Jambi dalam mengelola kota.
Kondisi tersebut diperparah lagi akibat tugas legislatif yang memangku fungsi pengawasan terhadap eksekutif, gagal dalam mengawasi kinerja Pemerintah Kota Jambi.
Demikian isu yang mencuat pada acara Organisasi Pers Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Kota Jambi dalam AJI Discussion Forum yang perdana digelar di Ratu Convention Center, Sabtu (7/4). Acara mengangkat tema “Walikota Jambi versi rakyat” ini, bekerjasama dengan Sigma Idea, sebagai event organizer (EO). Berbagai masalah terkait Kota Jambi dibahas dalam diskusi tersebut.
Ketua AJI Kota Jambi, Syaipul Bakhori mengatakan, tujuan acara tersebut untuk berpartisipasi dalam bentuk lain membangun Kota Jambi. Dengan harapan, para kandidat bisa memetik problem Kota Jambi untuk perbaikan ke depan.
“Berbagai problem dan masalah di Kota Jambi itu terungkap dalam acara Aliansi Jurnalis Independent. Masalah ini diungkap bukan untuk menghakimi Pemkot Jambi, namun hal ini akan menjadi tugas berat sosok pemimpin Kota Jambi ke depan,”katanya.
Disebutkan, AJI Cabang Jambi baru berjalan 4 bulan, mencoba untuk berkontribusi bagi masyarakat. “Diskusi seperti ini sudah sangat minim dilakukan, makanya kami coba untuk melakukannya. Untuk mencari tahu, apa maunya warga Jambi. Kegiatan ini akan kita buat sebulan sekali,” jelasnya.
Menurut Syaipul, para peserta dan tamu undangan diberi ruang untuk menyampaikan ide dan gagasannya tentang Kota Jambi.
Erbadi selaku pengamat tata kota mengatakan problem mendasar semrawutnya pembanguna Kota Jambi lantaran perda tata ruang yang sudah tidak berlaku lagi sejak 2002. Sementara penggantinya tidak ada.“Artinya, Kota Jambi tumbuh berkembang secara illegal,”katanya.
Anggota DPRD Kota Jambi, Dede Firmansyah, mengaku perda tata ruang yang dimiliki Kota Jambi sudah kedaluarsa. Sementara belum ada aturan pengganti tentang pengelolaan tata ruang.
“Pembangunan Kota Jambi berjalan secara natural. DPRD sudah lama mengusulkan ke Pemkot Jambi untuk menyusun perda, tapi belum ada tanggapan. Ada ranah inisiatif DPRD, tapi hal teknis ini bukan ranah DPRD untuk membahasnya, melainkan kewenangan eksekutif,”katanya.
Direktur Eksekutif LSM NP-SAND, Doni Pasaribu, mengatakan permasalahan Kota Jambi tidak hanya terkait tata ruang saja, tapi karena fungsi legislatif sebagai pengawas kebijakan eksekutif yang lemah.
“Dewan lebih banyak menunggu. Kenapa harus menunggu, padahal banyak hal yang bisa dilakukan legislative. Dewan seharusnya lebih proaktif memberikan masukan kepada eksekutif terkait dengan kondisi Kota Jambi,”katanya.
Ketua GP Ansor Jambi, Asad Isma mengatakan semrawutnya Kota Jambi merupakan cerminan semrawutnya pemimpin dan masyarakatnya. “Kalau pemimpin yang semrawut, itu cerminan dari warga yang juga semrawut. Sumber pangkal, pola pikir warga yang harus dirubah. Warga yang berfikir instant, kepingin cepat. Ini produk yang semrawut,”katanya.
Menurut Asad Isma, pertumbuhan ekonomi di Jambi tidak meningkat secara signifikan. “Itu tidak ada kontribusi dari Pemkot Jambi tapi tumbuh secara alami. Melihat walikota sekarang, gawenyo hanya cucuk cabut Sekda. Sudah 8 kali mengganti Sekda, tidak ada yang lain. Padahal banyak hal lain yang perlu dikerjakan,”katanya.
Perwakilan BPS Kota Jambi, Sugeng, menjelaskan potret profil Kota Jambi secara demografis didoiminasi oleh usia produktif yakni 16 tahun, hampir 70 persen. Secara ekonomi, pertumbuhan ekonomi meningkat 8,9 persen, sedangkan pengangguran terbuka meningkat 2.000 dari tahun sebelumnya.
Guru Besar Universitas Jambi (Unja) Syamsudin, mengatakan kondisi Kota Jambi yang saat ini perlu diperhatikan adalah masalah kemiskinan. Pengangguran di kota lebih dominan dibanding daerah lain.
“Selama ini, berbagai aktivitas ekonomi di Kota Jambi tanpa memperhatikan aspek sosial maka akan menjadi malapetaka. Belum ada kebijakan signifikan yang dilakukan oleh Pemkot Jambi. Dalam konteks pengelolaan sampah kita apresiasi, tapi kalau infrastruktur nol. Penataan kita lambat dan akan jadi bomerang,” ujarnya.
Calon Kandidat Walikota Jambi, H SY Fasya, mengatakan tata ruang di Kota Jambi sejak kepemimpinan dr Bambang - Sum Indra sudah cukup baik. Hanya saja perlu lebih ditingkatkan lagi. Dia meminta masyarakat mendoakan mereka berdua sehat untuk menyelesaikan tugasnya. “Saya melihat, masalah tata ruang, contoh pengelolaan sampah yang sudah baik. Tinggal bagaimana menghimbau warga secara gerakan untuk memusuhi sampah,” ujarnya.
Menurutnya, kelemahan Pemkot Jambi saat ini adalah tidak adanya penertiban para pedagang kaki lima. Harusnya, pedagang kaki lima itu ditertibkan dengan solusi.
“Sebelum ditertibkan, siapkan dulu tempatnya. Pedagang kaki lima adalah aset. Mereka penunjang ekonomi kerakyatan. Alangkah cantiknya samisake untuk membantu permodalan pedagang kaki lima. Kenapa tidak dibuat lokalisasi. Membangun Kota Jambi jangan berharap dari APBD, berdayakan pengusaha lokal,” jelasnya.
Anggota DPRD Kota Jambi, Robert Pardede, menyoroti banyaknya pembangunan yang sudah berdiri tapi izinnya tidak ada. Menurutnya, kebijakan ini bukan urusan legislatif tapi eksekutif. RUK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar