HUT ke-57 Wanita GKPS
Tim Koor Wanita Sektor
Korintus GKPS Jambi meraih Juara I Lomba Paduan Suara Pesta Wanita GKPS ke-57
di GKPS Jambi, Minggu (8/3/2015). (Foto : Sy. Rosenman S)
|
JAMBI– Wanita Gereja Kristen Protestan Simalungun
(GKPS) Jambi, Resort Jambi melakukan terobosan dalam meningkatkan semangat
religi dan budaya melalui perayaan Minggu/Pesta Wanita (Hari Ulang Tahun/HUT)
ke-57 Wanita GKPS Tahun 2015. Terobosan itu ditandai dengan penyelenggaraan
berbagai lomba bernuansa religi/kerohanian dan kebudayaan Simalungun yang
selama ini masih jarang dilakukan. (Berita Terkait: Warna Warni di Pesta Wanita GKPS Ke 57 di GKPS Jambi )
Perlombaan bernuansa religius yang digelar Seksi Wanita GKPS
Jambi tersebut, yakni lomba berkhotbah (Marambilan) di GKPS Jambi, Jumat
(6/7/2015). Perlombaan tersebut cukup mendapat antusias anggota Seksi Wanita
GKPS Jambi. Hal tersebut Nampak dari banyaknya peserta lomba, yakni mencapai 11
orang. Teks lomba khotbah diambil dari Khotbah Minggu Wanita GKPS, Minggu
(8/3/2015), 2 Musa (Keluaran) 20 : 1 – 17.
Menurut penilaian tim juri, Pdt JP Tamsar STh dan Pdt Kurnia
Br Girsang STh, kualitas peserta “Lomba Marambilan” (Lomba Berkhotbah) kaum
wanita GKPS Jambi tersebut cukup memadai. Pemahaman peserta tentang Firman
Allah cukup mendalam, penyajian cukup menarik dan keberanian rata-rata
memuaskan.
Lomba berkhotbah tersebut dilanjutkan dengan lomba Berpacu
dalam Haleluya (Kidung Pujian Bahasa Simalungun). Para wanita GKPS Jambi tampil
memuaskan dalam lomba tersebut. Para peserta cukup mengetahui persis lagu-lagu
dalam Haleluya. Peserta juga rata-rata semangat mengikuti lomba.
Lomba bernuansa religi tersebut dialanjutkan dengan lomba
bernuansa budaya Simalungun, yakni lomba memasak masakan khas Simalungun,
“Labar” di GKPS Jambi, Sabtu (7/3/2015). Masakan “Labar” tersebut terbuat dari
singkong parut dengan cincang ayam panggang dicampur dengan aneka racikan
bumbu khas kuliner/makanan Simalungun.
Lomba yang diikuti empat kontingan wanita GKPS Jambi, tersebut
sangat menarik diikuti. Para wanita GKPS Jambi sangat cekatan mengikuti lomba
memasak “Labar” kendati mereka belum pernah memasak masakan “Labar”
sebelumnya. Para peserta lomba memasak tersebut bahkan ada anggota wanita yang
telah besar di perkotaan dan sama sekali tidak pernah mendengar tentang masakan
“Labar”.
Lomba masak makanan khas Simalungun yang berlangsung sekitar
satu jam tersebut berlangsung seru. Bak acara lomba memasak di siaran televise
(TV), setiap peserta yang berjumlah tiga orang dari keempat tim terlebih
dahulu mengumandangkan yel-yel. Para pendukunya pun turut menyanyikan yel-yel
sehingga suasana lomba sangat semarak. Salah satu yel-yel yang menyentuh, yakni
“Labar ni Simalungun, Mantin do gan daini, Horas ma banta Simalungun, Ulang be
sai martinggili” yang langsung disambut penonton dengan kata – kata “Aima
tongon”.
Ketua Tim Juri Lomba Masak “Labar” Wanita GKPS Jambi, Pdt JP
Tamsar STh mengatakan, lomba tersebut digelar untuk memberikan pengetahuan
kepada kaum wanita dan jemaat GKPS Jambi tentang masakan khas tradisional
Simalungun, khususnya “Labar”. Masakan “Labar” diperlombakan karena
memiliki filosofi tersendiridalam kehidupan masyarakat Simalungun tempo dulu.
Dijelaskan, masakan khas tradisonal Simalungun yang tidak
dimiliki etnsis Batak lainnya ada tiga jenis, yaitu “Dayok Na Binatur” (Ayam
yang Diatur), “Hinasumba“ (Daging yang Dimasak Menggunakan Bumbu Getah Kayu)
dan “Labar” (masakan daging ayam dicampur singkong atau ubi kayu).
Masakan Dayok Na Binatur dan Hinasumba merupakan makanan adat, sedangkan
“Labar” merupakan makanan masyarakat sehari-hari.
Masakan “Labar” muncul di kalangan masyarakat Simalungun,
lanjut Pdt JP Tamsar STh, sebagai salah satu bentuk pemerataan kebutuhan
makanan di tengah keluarga besar dengan jumlah porsi makanan yang sedikit. Dulu
dalam keluarga besar di pedesaan Simalungun, makanan daging dari ayam sangat
sulit ketika mereka bekerja di kebun atau ladang. Biasanya yangditemui di
lading hanya burung, khususnya burung puyuh (leto).
Satu atau dua ekor burung puyuh yang kecil harus bisa
dimasak agar cukup untuk lauk-pauk anggota keluarga besar yang bekerja di
kebun. Karena itu satu sampai dua burung puyuh dipanggang lalu dicincang
halus, Kemudian dicampur dengan parutan singkong (gadung) dengan racikan bumbu
daging. Semua daging burung yang dicincang, parutan singkong dan aneka racikan
bumbu khas Simalungun diadon tanpa dimasak lagi. Hasil adonan itulah dijadikan
lauk – pauk agar cukup untuk dinikmati satu keluarga besar. Melalui racikan
tersebut, lauk – pauk banyak dan rasa dagingnya tetap terasa.
“Belakangan ini di Simalungun sangat sulit mencari burung
puyuh. Makanya orang Simalungun sekaran membuat masakan “Labar” daging ayam.
Kini “Labar” dimasak dan disajikan bukan lagi untuk mengatasi kesulitanlauk-pauk,
tetapi sudah menjadi makanan berselara. Karena itu masakan ini perlu
dilestarikan karena sudah mulai hilang,”katanya.
Pdt JP Tamsar STh mengatakan, masakan “Labar” memiliki
filosofi bagi masyarakat Simalungun, bahwa pemerataan kebutuhan di tengah-tengah
keluarga harus tetap diperhatikan agar seluruh anggota keluarga memiliki rasa
kebersamaan. Baik dalam situasi ekonomi sulit maupun dalam situasi ekonomi
cukup. Orang Simalungun juga berprinsip perlunya adanya kebijakan di tengah
keluarga mengatasi kesulitan dengan mencari berbagai solusi yang membahagiakan
semua anggota keluarga.
Meriah
Sementara itu puncak perayaan Pesta/Minggu Wanita GKPS di
GKPS Jambi, Minggu (8/3/2015) berlangsung meriah. Ibadah minggu yang dihadiri
sekitar 300 orang warga jemaat GKPS Jambi semarak berkat adanya perlombaan
paduan suara antar sector dan fragmen wanita bertema kepedulian terhadap
kebersihan dan lingkungan hidup. Kemudian seusai kebaktian diadakan juga
perayaan HUT ke-57 Wanita GKPS dengan pemotongan kue ulang tahun oleh inang
yang sudah lanjut usia.
Pdt Kurnia Br Girsang STh dalam khotbahnya pada
kesempatan tersebut mengatakan, wanita GKPS harus membagun diri menjadi
wanita/inang dan warga jemaat yang memiliki jiwa religius serta berbudaya,
khususnya berbudaya Simalungun. Kedua hal tersebut perlu dimiliki wanita GKPS
karena kehadiran seorang inang (ibu) di tengah keluarga GKPS perlu memiliki
iman yang kuat dan memiliki nilai-nilai luhur budaya Simalungun. Hal itu
penting agar wanita GKPS mampu memimpin dan mengasuh keluarga dalam
terang dan kasuh Tuhan serta kelemah-lembutan wanita Simalungun. (St R.
Saragih).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar