JAKARTA-Perselisihan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama alias Ahok dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta
terkait anggaran tahun 2015 mengalahkan konflik yang terjadi beberapa waktu
lalu antara KPK dan Polri di jagat Twitter.
Analis data Iwan Setyawan dalam akun Twitternya menyebutkan bahwa tanda pagar Save Ahok memiliki 79.467 kicauan, sementara #SaveKPK hanya 56.798 kicauan.
“Baru tahu, #SaveAhok lebih bergaung daripada #SaveKPK
selama 30 hari kebelakang! - #SaveAhok : 79,467 tweets - #SaveKPK : 56,798
tweets," tulis pemilik akun @Iwan9S10A ini, Minggu, pukul 12.21WIB.
Sebelumnya, penulis buku 9 Summers 10 Autumns ini juga
menuliskan bahwa perbincangan tentang Ahok tersebut telah melejit di Twitter
sejak Jumat (27/2).
“Perbicangan ttg Pak Ahok semakin ramai, dan sudah mencapai
73 ribu dalam 24 jam terakhir! #SaveAhok sendiri sudah mencapai 24 ribu!,"
tulisnya.
Bahkan, dari data hasil analisis Topsy yang ia unggah di
akun Twitternya, untuk pertama kalinya perbincangan tentang Guburnur DKI
Jakarta mengalahkan presiden Joko Widodo.
"Wah, perbincangan ttg Pak Ahok melejit di Twitter. Bahkan untuk pertama kalinya mengalahkan Pak Jokowi :)," kicaunya.
"Wah, perbincangan ttg Pak Ahok melejit di Twitter. Bahkan untuk pertama kalinya mengalahkan Pak Jokowi :)," kicaunya.
Ahok Ditekan, Ahok Melawan
Pertarungan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan
anggota DPRD DKI memasuki babak baru. Setelah anggota dewan sepakat menggunakan
hak angket untuk menyelidiki sepak terjang gubernur, Jumat (27/2), giliran pria
yang akrab disapa Ahok itu melaporkan sejumlah anggota DPRD ke KPK dengan
tuduhan korupsi.
Pemicu perseteruan Ahok dan DPRD DKI adalah proses
penyusunan dan pengesahan APBD 2015 yang tidak memuaskan kedua pihak. Ahok
melihat ada "penyelipan" dan siluman belasan triliun rupiah oleh
DPRD. Sedang pihak DPRD menilai Ahok menabrak prosedur penyusunan dan
pengesahan APBD.
Inilah episode yang tengah berlangsung di Jakarta. Warga
metropolitan kini tengah menanti siapa yang benar dan salah berkaitan dengan
proses pengesahan APBD DKI Jakarta. Apakah Gubernur DKI Jakarta Basuki atau
pihak DPRD DKI Jakarta yang baru saja menyetujui hak angket, yakni hak
legislatif menyelidiki kemungkinan kesalahan langkah eksekutif.
Penyelesaian elegan persoalan ini sebenarnya bisa dilakukan dengan dasar niat baik serta dengan kesadaran bahwa baik eksekutif maupun legislatif samasama mengabdi kepada warga Jakarta. Mereka semua adalah abdi rakyat. Apa yang dilakukan semata-mata untuk rakyat.
Bila kemudian persoalan meletup hingga menyedot perhatian publik, sangat mungkin karena salah satu atau kedua pihak yang berseteru sedang memiliki kepentingan tertentu. Kepentingan itu bisa karena kepentingan politik atau kepentingan pribadi.
Penyelesaian elegan persoalan ini sebenarnya bisa dilakukan dengan dasar niat baik serta dengan kesadaran bahwa baik eksekutif maupun legislatif samasama mengabdi kepada warga Jakarta. Mereka semua adalah abdi rakyat. Apa yang dilakukan semata-mata untuk rakyat.
Bila kemudian persoalan meletup hingga menyedot perhatian publik, sangat mungkin karena salah satu atau kedua pihak yang berseteru sedang memiliki kepentingan tertentu. Kepentingan itu bisa karena kepentingan politik atau kepentingan pribadi.
Bukan tidak mungkin ada pihak yang berkepentingan membuka
borok pihak lain. Dengan demikian pihak lawan bakal jatuh martabat di mata
rakyat. Dengan mengedepankan semangat menjatuhkan lawan, melihat mitranya dalam
melayani rakyat sebagai musuh, maka kedua belah pihak bakal sulit menemukan
solusi dari simpang siur APBD ini selain melalui jalur hukum atau aturan yang
berlaku.
Basuki menuding para wakil rakyat kongkalikong mengubah
anggaran yang sudah disepakati dalam paripurna. Secara terang-terangan kepada
pers mantan Bupati Belitung ini menyebut terdapat anggaran siluman Rp 12,1
triliun.
Selama tiga hari setelah sidang paripurna, ada yang
bergerilya mengotak-atik APBD yang telah disahkan. Terdapat pemotongan 10-155
pada beberapa mata anggaran. Lantas ada mata anggaran yang dimasukkan yang
nilainya triliunan tadi.
Draf hasil gerilya itu kemudian disodorkan kepada Basuki
untuk dikirim ke Kemdagri. DPRD dinilai kecele karena Basuki ternyata mengirim
APBD hasil pengesahan sidang paripurna.
Bila benar tudingan tersebut, berarti revisi APBD adalah ilegal. Sementara di pihak lain, atau versi DPRD, Basukilah yang keliru karena mengirimkan APBD yang bukan hasil persetujuan DPRD.
Hemat kita, untuk persoalan ini pihak eksekutif dan legislatif hanya butuh bertemu kemudian mengomunikasikan tuduhan masing-masing dengan membawa bukti. Apakah benar ada revisi ilegal yang dilakukan untuk menyelipkan dana siluman?
Bila benar tudingan tersebut, berarti revisi APBD adalah ilegal. Sementara di pihak lain, atau versi DPRD, Basukilah yang keliru karena mengirimkan APBD yang bukan hasil persetujuan DPRD.
Hemat kita, untuk persoalan ini pihak eksekutif dan legislatif hanya butuh bertemu kemudian mengomunikasikan tuduhan masing-masing dengan membawa bukti. Apakah benar ada revisi ilegal yang dilakukan untuk menyelipkan dana siluman?
Nyatanya DPRD telah memutuskan menggulirkan hak angket. Maka
langkah selanjutnya adalah pembentukan panitia kerja hak angket yang
menyelidiki di mana kesalahan terjadi.
Sementara Basuki sudah melapor ke KPK berkaitan dengan dugaan korupsi. Berbekal data audit dari BPKP DKI Jakarta, serta perbandingan antara APBD yang disetujui di Paripurna dan yang diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri.
Sementara Basuki sudah melapor ke KPK berkaitan dengan dugaan korupsi. Berbekal data audit dari BPKP DKI Jakarta, serta perbandingan antara APBD yang disetujui di Paripurna dan yang diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri.
Sulit bagi awam untuk tidak menyebut bahwa Basuki tengah
melawan hak angket DPRD dengan melapor ke KPK. Konflik antara Pemprov DKI
Jakarta -atau lebih tepat disebut Gubernur DKI Jakarta- dengan DPRD hanya
menambah kegaduhan politik dalam negeri.
Kedua pihak seharusnya dapat mengekang diri untuk tidak
saling serang hanya untuk ’memberi pelajaran’ pihak lain. Publik telah disuguhi
rangkaian ketidakcocokan antara sejumlah anggota DPRD dengan Gubernur sejak
sebelum Basuki menduduki kursi nomor satu DKI.
Ketidakcocokan pernyataan antara wakil rakyat dan kepala
daerah seharusnya adalah hal biasa. Namun, di Jakarta hal ini menjadi luar
biasa karena pernyataanpernyataan kasar dan tidak mendidik dilontarkan melalui
media massa.
Dan, sialnya, beberapa media menelan mentah-mentah caci maki
dari para pejabat termasuk dari sang gubernur. Ketidakcocokan seperti disiram
bensin, membesar.
Kita menilai, mereka yang duduk di pemerintahan tak ubahnya
anak kecil bila masih membawa-bawa semangat perseteruan ke ranah hubungan
institusional. Kita mengapresiasi langkah Basuki yang menginginkan Jakarta bersih
dari praktik korupsi. Karena itu, bila benar versinya, sungguh sebuah langkah
terpuji ketika memilih mengirimkan APBD hasil paripurna ketimbang APBD hasil
revisi ilegal.
Basuki berkali-kali mengatakan bahwa ia lebih baik lengser
dari kursi DKI 1 daripada harus menyetujui dana siluman. Artinya, ia akan terus
melawan semua keputusan yang berindikasi korupsi. Namun ia juga harus
membuktikan apa saja dana yang dipotong dan dana yang disusupkan ke dalam APBD.
Benarkah angkanya mencapai Rp 12,1 triliun atau Rp 8 triliun?
Sebaliknya kita juga memuji langkah DPRD yang mengusut kemungkinan Gubernur Basuki menyalahi aturan dengan mengirimkan APBD bodong, alias APBD yang tidak disetujui wakil rakyat ke Kemdagri. Kedua pihak telah menempuh jalan masing-masing. Warga Jakarta menunggu siapa yang benar dan salah. Baik Gubernur maupun DPRD harus bertanggung jawab terhadap langkah yang diambil beserta konsekuensinya. (SP/lee)
Sebaliknya kita juga memuji langkah DPRD yang mengusut kemungkinan Gubernur Basuki menyalahi aturan dengan mengirimkan APBD bodong, alias APBD yang tidak disetujui wakil rakyat ke Kemdagri. Kedua pihak telah menempuh jalan masing-masing. Warga Jakarta menunggu siapa yang benar dan salah. Baik Gubernur maupun DPRD harus bertanggung jawab terhadap langkah yang diambil beserta konsekuensinya. (SP/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar