Halaman

Sabtu, 14 Maret 2015

Wanita GKPS Jambi Tingkatkan Semangat Religi dan Berbudaya

HUT ke-57 Wanita GKPS
Tim Koor Wanita Sektor Korintus GKPS Jambi meraih Juara I Lomba Paduan Suara Pesta Wanita GKPS ke-57 di GKPS Jambi, Minggu (8/3/2015). (Foto : Sy. Rosenman S)


JAMBI– Wanita Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Jambi, Resort Jambi melakukan terobosan dalam meningkatkan semangat religi dan budaya melalui perayaan Minggu/Pesta Wanita (Hari Ulang Tahun/HUT) ke-57 Wanita GKPS Tahun 2015. Terobosan itu ditandai dengan penyelenggaraan berbagai lomba bernuansa religi/kerohanian dan kebudayaan Simalungun yang selama ini masih jarang dilakukan. (Berita Terkait: Warna Warni di Pesta Wanita GKPS Ke 57 di GKPS Jambi )

Perlombaan bernuansa religius yang digelar Seksi Wanita GKPS Jambi tersebut, yakni lomba berkhotbah (Marambilan) di GKPS Jambi, Jumat (6/7/2015). Perlombaan tersebut cukup mendapat antusias anggota Seksi Wanita GKPS Jambi. Hal tersebut Nampak dari banyaknya peserta lomba, yakni mencapai 11 orang. Teks lomba khotbah diambil dari Khotbah Minggu Wanita GKPS, Minggu (8/3/2015), 2 Musa (Keluaran) 20 : 1 – 17. 


Menurut penilaian tim juri, Pdt JP Tamsar STh dan Pdt Kurnia Br Girsang STh, kualitas peserta “Lomba Marambilan” (Lomba Berkhotbah) kaum wanita GKPS Jambi tersebut cukup memadai. Pemahaman peserta tentang Firman Allah cukup mendalam, penyajian cukup menarik dan keberanian rata-rata memuaskan.

Lomba berkhotbah tersebut dilanjutkan dengan lomba Berpacu dalam Haleluya (Kidung Pujian Bahasa Simalungun). Para wanita GKPS Jambi tampil memuaskan dalam lomba tersebut. Para peserta cukup mengetahui persis lagu-lagu dalam Haleluya. Peserta juga rata-rata semangat mengikuti lomba.

Lomba bernuansa religi tersebut dialanjutkan dengan lomba bernuansa budaya Simalungun, yakni lomba memasak masakan khas Simalungun, “Labar” di GKPS Jambi, Sabtu (7/3/2015). Masakan “Labar” tersebut terbuat dari singkong parut dengan cincang ayam panggang dicampur dengan  aneka racikan bumbu khas kuliner/makanan Simalungun. 

Lomba yang diikuti empat kontingan wanita GKPS Jambi, tersebut sangat menarik diikuti. Para wanita GKPS Jambi sangat cekatan mengikuti lomba memasak “Labar” kendati mereka  belum pernah memasak masakan “Labar” sebelumnya. Para peserta lomba memasak tersebut bahkan ada anggota wanita yang telah besar di perkotaan dan sama sekali tidak pernah mendengar tentang masakan “Labar”.

Lomba masak makanan khas Simalungun yang berlangsung sekitar satu jam tersebut berlangsung seru. Bak acara lomba memasak di siaran televise (TV), setiap peserta  yang berjumlah tiga orang dari keempat tim terlebih dahulu mengumandangkan yel-yel. Para pendukunya pun turut menyanyikan yel-yel sehingga suasana lomba sangat semarak. Salah satu yel-yel yang menyentuh, yakni “Labar ni Simalungun, Mantin do gan daini, Horas ma banta Simalungun, Ulang be sai martinggili” yang langsung disambut penonton dengan kata – kata “Aima tongon”.

Ketua Tim Juri Lomba Masak “Labar” Wanita GKPS Jambi, Pdt JP Tamsar STh mengatakan, lomba tersebut digelar untuk memberikan pengetahuan kepada kaum wanita dan jemaat GKPS Jambi tentang masakan khas tradisional Simalungun, khususnya “Labar”.  Masakan “Labar” diperlombakan karena memiliki filosofi tersendiridalam kehidupan masyarakat Simalungun tempo dulu. 

Dijelaskan, masakan khas tradisonal Simalungun yang tidak dimiliki etnsis Batak lainnya ada tiga jenis, yaitu “Dayok Na Binatur” (Ayam yang Diatur), “Hinasumba“ (Daging yang Dimasak Menggunakan Bumbu Getah Kayu) dan “Labar” (masakan daging ayam dicampur singkong atau ubi kayu).  Masakan Dayok Na Binatur dan Hinasumba merupakan makanan adat, sedangkan “Labar” merupakan makanan masyarakat sehari-hari. 

Masakan “Labar” muncul di kalangan masyarakat Simalungun, lanjut Pdt JP Tamsar STh,  sebagai salah satu bentuk pemerataan kebutuhan makanan di tengah keluarga besar dengan jumlah porsi makanan yang sedikit. Dulu dalam keluarga besar di pedesaan Simalungun, makanan daging dari ayam sangat sulit ketika mereka bekerja di kebun atau ladang. Biasanya yangditemui di lading hanya burung, khususnya burung puyuh (leto). 

Satu atau dua ekor burung puyuh yang kecil harus bisa dimasak agar cukup untuk lauk-pauk anggota keluarga besar yang bekerja di kebun. Karena itu satu sampai dua burung puyuh  dipanggang lalu dicincang halus, Kemudian dicampur dengan parutan singkong (gadung) dengan racikan bumbu daging. Semua daging burung yang dicincang, parutan singkong dan aneka racikan bumbu khas Simalungun diadon tanpa dimasak lagi. Hasil adonan itulah dijadikan lauk – pauk agar cukup untuk dinikmati satu keluarga besar. Melalui racikan tersebut, lauk – pauk banyak dan rasa dagingnya tetap terasa. 

“Belakangan ini di Simalungun sangat sulit mencari burung puyuh. Makanya orang Simalungun sekaran membuat masakan “Labar” daging ayam. Kini “Labar” dimasak dan disajikan bukan lagi untuk mengatasi kesulitanlauk-pauk, tetapi sudah menjadi makanan berselara. Karena itu masakan ini perlu dilestarikan karena sudah mulai hilang,”katanya. 

Pdt JP Tamsar STh mengatakan, masakan “Labar” memiliki filosofi bagi masyarakat Simalungun, bahwa pemerataan kebutuhan di tengah-tengah keluarga harus tetap diperhatikan agar seluruh anggota keluarga memiliki rasa kebersamaan. Baik dalam situasi ekonomi sulit maupun dalam situasi ekonomi cukup. Orang Simalungun juga berprinsip perlunya adanya kebijakan di tengah keluarga mengatasi kesulitan dengan mencari berbagai solusi yang membahagiakan semua anggota keluarga.

 Meriah

Sementara itu puncak perayaan Pesta/Minggu Wanita GKPS di GKPS Jambi, Minggu (8/3/2015) berlangsung meriah. Ibadah minggu yang dihadiri sekitar 300 orang warga jemaat GKPS Jambi semarak berkat adanya perlombaan paduan suara antar sector dan fragmen wanita bertema kepedulian terhadap kebersihan dan lingkungan hidup. Kemudian seusai kebaktian diadakan juga perayaan HUT ke-57 Wanita GKPS dengan pemotongan kue ulang tahun oleh inang yang sudah lanjut usia. 

 Pdt Kurnia Br Girsang STh dalam khotbahnya pada kesempatan tersebut mengatakan, wanita GKPS harus membagun diri menjadi wanita/inang dan warga jemaat yang memiliki jiwa religius serta berbudaya, khususnya berbudaya Simalungun. Kedua hal tersebut perlu dimiliki wanita GKPS karena kehadiran seorang inang (ibu) di tengah keluarga GKPS perlu memiliki iman yang kuat dan memiliki nilai-nilai luhur budaya Simalungun. Hal itu penting  agar wanita GKPS mampu memimpin dan mengasuh keluarga  dalam terang dan kasuh Tuhan serta kelemah-lembutan wanita Simalungun. (St R. Saragih).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar