Enam dari tujuh sekuriti PT MCP, yang terlibat dalam kasus tewasnya Indra Pelani, petani Tebo. Lima orang divonis, dua dibebaskan wajib lapor. Dokumentasi: Walhi Jambi |
Perempuan tengah baya itu berlinang air mata. Awalnya Nurhayana (47)
ibu kandung dari Indra Pelani, petani Desa Tebo yang tewas dikeroyok
sekuriti PT Manggala Cipta Persapa (MCP) tampak tenang. Hingga suatu
saat dia tak tahan untuk menumpahkan perasaannya yang terpendam.
“Kami yang bodoh ini saja tahu kalau pembunuhan [anak saya] itu
berencana. Jangan sewenang-wenang, kenapa hakim bilang ini tidak
berencana,” katanya (12/10) dalam jumpa pers bersama Walhi dalam
mencermati sidang putusan.
Putusan sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Muarabulian, Selasa
(06/10) dan dipimpin oleh Ketua Hakim sekaligus Ketua PN Muarabulian
Achmad Satibi, SH MH akhirnya memvonis lima pelaku dengan putusan yang
berbeda-beda. Tiga terdakwa: Asmadi, Diepsa, dan Ayatullah dijatuhi
hukuman masing-masing 14 tahun penjara, lebih ringan ketimbang tuntutan
jaksa 18 tahun penjara.
Terdakwa M. Ridho dihukum 10 tahun, sedangkan terdakwa Zaidian
dihukum 8 tahun penjara. Jaksa menuntut keduanya masing-masing 15 tahun
penjara.
Sedangkan dua sekuriti lainnya dibebaskan dan hanya dikenai wajib lapor.
Nurhayana mengaku hanya tiga kali absen dari 13 persidangan yang
digelar. Terkadang dia tak tahan mendengar bagaimana proses terjadinya
pembunuhan itu. “Saya sudah sabar. Setiap persidangan, saya memilih
diam. Tak pernah protes,” katanya bergetar.
Selama ini, Nurhayana mengaku tak pernah menggubris upaya damai dari
pihak perusahaan. Kakak kandungnya pernah memberi tahu bahwa ada tiga
orang dari Tebo yang mencarinya. Mereka hendak memberi uang Rp 200 juta
ditambah kebun asalkan mau berdamai. “Kalau mereka mau beri santunan
silakan, tapi kalau mau berdamai, nanti dulu. Berapapun uangnya, saya
tidak akan terima,” ujarnya.
Nurhayana, ibu dari mendiang Indra. Foto: Jogi Sirait |
Seperti yang diberitakan Mongabay-Indonesia, Indra Pelani (23) anggota Serikat Tani Tebo ditemukan tewas terbunuh pada Sabtu (28/02/2015).
Konflik bermula sejak 2006, kala PT WKS (Wira Karya Sakti), anak
perusahaan dan pemasok kayu pulp untuk Asia Pulp and Paper (APP),
membuka jalan dengan menggusur lahan-lahan masyarakat di wilayah Desa
Lubuk Madrasah. Masyarakat kemudian
menolak tindakan itu dan berusaha
mempertahankan lahannya. Dari 1.500 hektar lahan sengketa masyarakat
Desa Lubuk Madrasah, Kabupaten Tebo, masyarakat berhasil menduduki 500
hektar.
Sejak PT WKS berdiri di Jambi pada 1994 silam, mereka menggunakan
jasa sekuriti dari PT MCP yang berjumlah 560 orang untuk menjaga seluruh
areal konsesi PT WKS yang terbagi dari distrik satu hingga delapan.
Apakah Indra Dibunuh Karena Dia Tahu Sesuatu?
Kegundahan yang dirasakan oleh Nurhayati bukannya tanpa alasan.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jambi, Musri Nauli proses pembuktian
perkara yang dilakukan dalam kasus ini tidak mendetail dan terkesan
janggal.
Menurut Musri, terdapat dua kejanggalan persidangan. Pertama, selama
tiga bulan proses penggalian hanya terfokus pada konteks kejadian
semata. Tidak pernah digali latar belakang atau motif pembunuhan. Kedua,
selama proses pengadilan, tidak satupun pihak perusahaan yang
dihadirkan.
Walhi Jambi menyayangkan putusan tersebut. Padahal pasal yang
dituduhkan kepada para terdakwa berlapis. Dari pasal 340 jo pasal 70
ayat (1), pasal 338 jo pasal 70 ayat (1), serta pasal 170 jo pasal 70
ayat (1).
“Pertimbangan hakim bahwa peristiwa ini hanya pembunuhan biasa,” jelas Musri.
Padahal, fakta-fakta yang dikumpulkan Walhi Jambi, membuktikan bahwa pembunuhan tersebut dilakukan secara berencana.
Secara kronologis menurut Rudiansyah, Manajer Advokasi Walhi Jambi,
peristiwa terbunuhnya korban, bermula saat Indra bersama petani lain
akan melakukan panen perdana. Harusnya hal ini sudah diketahui oleh
pihak PT WKS, karena panen pertama sebelumnya telah dilakukan enam bulan
sebelumnya.
Saat itu petang sekitar pukul 16.00 korban bersama kawannya dengan
motor GL Pro tiba di portal 803. Sekuriti pos bernama Zulkifli melarang
masuk dengan alasan portal tak bisa dibuka sesuai dengan perintah
atasan. Namun ketika diminta warga, Zulkifli tidak bersedia
menyambungkan komunikasi petani dengan atasan yang dimaksud.
Selanjutnya mereka terlibat adu mulut, Indra langsung dikeroyok tujuh
anggotas sekuriti. Tubuh Indra ditemukan sudah tidak bernyawa keesokan
paginya sekitar pukul 10.00 dengan badan penuh luka tusukan, serta kaki
dan tangan yang terikat.
“[Dalam persidangan] Instruksi dari atasan yang melarang ini tidak
terungkap dan terkesan disembunyikan. Masyarakat lain boleh masuk kenapa
warga yang hendak panen dilarang?” tanya Rudiansyah. Sembari
menambahkan Walhi Jambi sedang menimbang untuk melakukan eksaminasi agar
motif pembunuhan ini dapat terungkap dengan jelas.
Rudiansyah menduga kematian Indra Pelani erat kaitannya dengan
pengetahuannya tentang berbagai kecurangan pemanenan, termasuk permainan
penggunaan dan jual beli pupuk yang membuat beberapa pihak di dalam
perusahaan gerah.
Mencermati perkembangan kasus ini, Jaksa Penuntut Umum yang diwakili
oleh Zuhdi dan Fajri berencana melakukan upaya banding. Jaksa menilai
kasus ini adalah kasus berencana sesuai tuntutan pasal 340 KUHP, bukan
lagi sebatas pembunuhan biasa yang dijerat hakim dengan pasal 338 KUHP.
Juru bicara PT Wira Karya Sakti, Taufiqurrahman saat dijumpai Mongabay-Indonesia mengatakan bahwa apapun hasilnya semua pihak diharapkan dapat menghormati proses hukum dan putusan tersebut.
Menurut Taufiqurrahman, sebagai bentuk pertanggung jawaban
perusahaan, pihaknya sejak kasus ini terjadi langsung memutus kontrak
dengan PT MCP karena dianggap lalai dan telah melanggar Standar
Operasional Prosedur (SOP) PT WKS: tegur, sapa, catat. Menurutnya, pihak
sekuriti tidak diperkenankan berbuat arogan terhadap siapapun, termasuk
melakukan cara-cara kekerasan dalam menangani konflik.
Ketika coba dihubungi oleh Mongabay-Indonesia, Direktur PT MCP,
Eriyanto Junaidi hanya berkomentar singkat, “Kita ikuti saja proses
hukum yang berjalan,” jelasnya (13/10). (http://www.mongabay.co.id)
Horor di Konsesi APP, Petani Tebo Tewas Mengenaskan
Inilah tempat peristirahatan Indra, seorang petani Tebo, Jambi yang tewas diduga dianiaya sekuriti PT WKS, anak perusahaan APP. Foto: Walhi Jambi |
Seorang anggota Serikat Petani Tebo (SPT) Jambi, Indra Pelani (23)
ditemukan tewas mengenaskan dengan tangan terikat dan badan penuh luka
memar setelah 17 jam hilang pada Sabtu (28/2/15). Indra tewas setelah
dikeroyok tujuh anggota keamanan PT Wira Karya Sakti, anak usaha Asia
Pulp and Paper (APP), Jumat(27/2/15).
Anggota jaringan Walhi Jambi, Nick Karim bercerita, dijemput Indra di
Simpang Niam, Kabupaten Tebo sekitar pukul 15.30 pada Jumat (27/2/15).
Nick dan Indra berkomunikasi lewat telepon seluler sejak jam 14.00. Nick
buru-buru datang dari Muarabulian, Kabupaten Batanghari yang ditempuh
selama 1,5 jam.
Mereka berdua hendak mempersiapkan panen padi dan palawija kedua kali
di lahan yang diklaim masyarakat. “Tahun lalu, masyarakat memanen tiga
ton. Tahun ini mereka menargetkan delapan ton,” kata Rusdiansyah,
Manager Regional Walhi Jambi, kepada Mongabay, Senin (2/3/15).
Ketika melintas pos keamanan di Pos Kembar 803 sekitar pukul 16.03,
mereka berdua naik sepeda motor jenis GL Pro dihentikan Tim URC. Mereka
terlibat adu mulut dan dilarang masuk. Indra langsung dikeroyok tujuh
anggota URC. Nick berusaha melerai tetapi diabaikan.
Lalu, Nick ditarik sejumlah orang desa yang menyaksikan pengeroyokan
itu. Nick berhasil diselamatkan. “Entah kenapa saya tidak dipukuli. Saya
langsung disembunyikan di salah satu rumah warga,” katanya.
Sekitar pukul 16.30, sebanyak 30 warga desa menyusul Indra ke pos
kembar tadi. Warga bertemu dengan Zulkifli, salah satu anggota keamanan
WKS. Namun warga tidak menemukan Indra.
Dari sore hingga dinihari, kabar korban simpang siur. Sabtu
(28/2/15), sekitar pukul 09.00 Rudiansyah menerima telepon dari Akiet,
Kepala Keamanan WKS. Akiet mengabarkan, Indra ditemukan sekitar tujuh
kilometer dari Distrik VIII dalam keadaan tak bernyawa.
Sekitar pukul 10.00, barulah jenazah ditemukan warga. “Kondisi tubuh
korban penuh luka tusukan benda tajam di kepala, pipi kiri, kepala
bagian belakang dan leher bagian kanan. Tangan terikat, kaki terikat,
Mulut ditutup baju sendiri. Muka dan sekujur badan lebam-lebam,” kata
Rudiansyah.
Menurut Rudi, pihaknya dengan WKS diwakili General Manager, Slamet
Irianto dan Humas, Taufik sudah bersepakat, perusahaan menghormati dan
tidak akan mengganggu aktivitas masyarakat sampai proses negoisasi
selesai.
Atas peristiwa ini, Walhi Jambi
menilai terjadi tindak pidana pengeroyokan, penculikan, dan pembunuhan
berencana. Menurut Rudiansyah, dugaan pembunuhan berencana melihat fakta
membuang mayat korban dari pos portal 803 adalah rencana yang
dipersiapkan dengan baik. “Cara-cara ini sangat biadab dan harus
terungkap dan dipertanggungjawabkan secara hukum.”
General Manager, Slamet Irianto menolak berkomentar. “Kita sudah
serahkan semua kepada humas,” katanya. Juru bicara WKS, Taufik ketika
dihubungi tak mengangkat ponsel.
Greenpeacepun menanggapi. Kepala Kampanye Greenpeace Global
Indonesia, Bustar Maitar mengatakan, kejadian ini begitu serius, hingga
proses resolusi konflik harus menjadi prioritas bagi APP, tak hanya
terkait kasus ini, juga di seluruh operasi perusahaan. “Sementara ini,
Greenpeace akan menarik diri dalam setiap keterlibatan dengan APP dan
fokus mendorong penyelesaian isu serius yang muncul dalam kasus ini,”
katanya.
Setelah investigasi menyeluruh dan adil, katanya, baik langsung
maupun tidak langsung, semua yang terlibat kematian Indra, termasuk
anggota-anggota perusahaan sekuriti dan APP, harus bertanggung jawab.
APP, kata Bustar, harus segera mengambil langkah cepat memastikan
peristiwa ini diinvestigasi menyeluruh dan adil, dengan kerjasama penuh
tanpa syarat dari perusahaan. “APP juga harus mengadakan investigasi
menyeluruh terhadap prosedur keamanan dan jasa keamanan dari pihak
ketiga guna memastikan peristiwa seperti ini tidak lagi terjadi. Kami
berharap perusahaan terbuka dalam mengatasi masalah ini.”
Manajemen APP di Jakarta ketika dikonfirmasi Mongabay, atas
insiden petani tewas di WKS ini mengatakan, menerima informasi Indra
tewas pada Sabtu (28/2/15). “Sejak itu, kami bekerja sama sepenuhnya
dengan kepolisian dalam proses penyelidikan,” bunyi keterangan tertulis
perusahaan yang dikirim lewat surat elektronik.
Perusahaan menyatakan, berbelasungkawa atas kejadian tragis di
komunitas Tebo ini. Prioritas utama APP, memberikan dukungan kepada
keluarga dan masyarakat dan untuk membantu proses penyelidikan
kepolisian.
“Sambil menunggu hasil penyelidikan, APP memberikan instruksi kepada
WKS segera mensuspensi semua personil yang kemungkinan diduga terlibat
dalam insiden ini. Ini termasuk petugas keamanan, komandan tim keamanan
Distrik Delapan dan kepala keamanan di perusahaan kontraktor keamanan PT
MCP.”
APP mengecam segala bentuk tindakan kekerasan dan mendukung keputusan
Greenpeace agar fokus pada masalah ini. “Kami berkomitmen menempatkan
semua sumber daya kami dalam bekerja dengan masyarakat, Greenpeace,
Walhi dan polisi untuk menjamin keadilan terlaksanakan.” ((http://www.mongabay.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar