Jangan Melupakan Gelar Djaiutan Mangaradja yang Pernah Disandang H Zulkifli Nurdin (Alm)
Oleh: Asenk Lee Saragih
Jambipos, Jambi-Suara pemilih dari kalangan warga masyarakat Batak di Provinsi Jambi ternyata menjadi rebutan para calon gubernur Jambi. Suara pemilih dari kalangan warga perantau tersebut dinilai sangat signifikan mengkatrol perolehan suara pada Pilkada Rabu 9 Desember 2020. Penilaian itu didasarkan pada dua kali pemilihan Gubernur Jambi dan Wali Kota Jambi.
Keberhasilan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Provinsi Jambi, H Zulkifli Nurdin merebut jabatan Gubernur Jambi dua periode, yakni 1999 - 2004 dan 2005 – 2010 tak terlepas dari dukungan penuh warga masyarakat Batak di Provinsi Jambi.
Warga masyarakat Batak mendukung H Zulkifli Nurdin karena Dia telah dikukuhkan menjadi sesepuh adat orang Batak di Jambi dengan gelar Jaihutan Mangaraja (Raja Panutan). Warga masyarakat Batak juga turut andil mengantarkan kader PAN, Bambang Priyanto dan Sum Indra menduduki kursi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jambi periode 2008 – 2013 dan Wali Kota Jambi dua periode H Syarif Fasha.
“Nikmatnya” suara orang Batak yang dirasakan (Alm) H Zulkifli Nurdin dan Bambang Priyanto dan Syarif Fasha saat itu, jelang Pilkada Gubernur Jambi 9 Desember 2020, keberadaan komunitas juga jadi lirikan para calon.
Jejak Digital Hj Ratu Munawaroh
Organisasi Lembaga Budaya Batak Jambi (LBBJ) Provinsi Jambi yang pernah ada, yang dimotori Ir P Bernhard Panjaitan punya jejak tersendiri bagi Hj Ratu Munawaroh. Perjalanan LBBJ Provinsi Jambi turut ambil bagian dalam meningkatkan persatuan dan kesatuan serta silaturahmi masyarakat Batak Jambi dalam keaneka ragamannya.
Produk-produk yang dihasilkan oleh LBBJ Provinsi Jambi diantaranya, Pengukuhan BPP LBBJ Provinsi Jambi 7 September 2003, Pemberian Gelar Adat kepada Bupati Tanjung Jabung Timur dan Pelantikan Pengurus LBBJ Tanjabtim, Pelantikan Pengurus LBBJ, 16 Juni 2005 di Hotel Tapian Ratu Kota Jambi.
Kemudian Pangupahon (pemberian tanda kehormatan) kepada Djaiutan Mangaradja, Zulkifli Nurdin (Gubernur Jambi) di Gedung Pesebanan Jambi tahun 2005, melaksanakan musyawarah kerja (Musker) LBBJ di Gedung BKOW Jambi tahun 2006.
LBBJ juga melakukan mempertemukan seluruh Suku dan Tokoh adat di Rumah Gubernur Jambi 24 April 2008, mengadakan acara “Semalam di Bona Pasogit” sekaligus pemberian Ulos Holong kepada Djaitutan Mangaraja Zulkifli Nurdin di kediaman Zulkifli Nurdin, Mei 2008.
Saat itu organisasi sosial budaya LBBJ Provinsi Jambi sebagai jembatan masyarakat Batak di Jambi terhadap pemerintah daerah khususnya dalam menciptakan lapangan kerja serta memperbaiki ekonomi masyarakat Batak di Provinsi Jambi.
Keberadaan LBBJ saat itu sebagai wadah silaturahmi masyarakat Batak Jambi dalam keanekaragamannya. LBBJ bisa menciptakan format saling membutuhkan dan saling memiliki dengan masyarakat Batak di Jambi.
Selanjutnya meningkatkan hubungan dengan seluruh komponen masyarakat Jambi. Melakukan pergaulan seluruh komponen masyarakat Jambi. Hal itu agar masyarakat Batak tidak mengalami keteransingan dan diskriminasi.
LBBJ sebagai salah satu representasi wadah masyarakat Batak Jambi, sebagai bagian tak terpisahkan dari warga masyarakat Batak Jambi harus mampu bereksintensi dan seraya membangun masyarakat sipil yang egaliter (civil & egalitarian sociaty) yang berunsur saling menghargai, menghormati dan saling mangkaholongi (mengasihi).
Ulos Sibulang-bulangi
Pada Mei 2008 silam, Gubernur Jambi H Zulkifli Nurdin yang memangku gelar Batak Djaiutan Mangaraja mendapat kehormatan dari masyarakat Jambi asal Tano Batak dengan penyematan Ulos Si Bulang-bulangi. Ulos tersebut merupakan lambang pernghargaan tertinggi Budaya Adat Batak.
Penyematan ulos kepada Djaiutan Mangaraja itu diberikan oleh Ketua-ketua Puak Batak ( Toba, Simalungun, Karo, Tapanuli Selatan dan Puak Pakpak) dan Lembaga Budaya Batak Jambi (LBBJ) Provinsi Jambi. Pemberian ulos Si Bulang-bulangi dan ulos “Holong” (kasih) diprakarsai oleh LBBJ Provinsi Jambi yang di ketuai Drs Rahmat Derita Harahap dan Sekretaris Ir Bernhard Panjaitan MM.
Pemberian ulos itu dilaksanakan pada acara “Pesta Semalam di Bona Pasogit” (semalam dikampung halaman) yang berlangsung di rumah pribadi Zulkifli Nurdin di Kampung Manggis, Pasar Jambi, Sabtu (24/5/2008) malam.
Munculnya ide pemberian ulos itu kepada Gubernur Jambi, didasari atas kerinduan Djaiutan Mangaraja H Zulkifli Nurdin terhadap masyarakat Batak di Jambi. Sejak dinobatkan gelar kehormatan Djaiutan Mangaraja (Raja Panutan) oleh masyarakat Batak Toba, Simalungun, Pakpak, Karo, Nias, Mandailing, Tapsel yang tergabung dalam organisasi Lembaga Budaya Batak Jambi (LBBJ) 7 September 2003 lalu, kerinduan Zulkifli Nurdin yang sudah mengayomi masyarakat Jambi khususnya asal Tano Batak selama dua kali periode sebagai Gubernur Jambi.
Masyarakat Batak di Provinsi Jambi merasakan selama Djaiutan Mangaraja H Zulkifli Nurdin menjabat Gubernur Jambi sangat menganyomi etnis Batak di Jambi sehingga benar-benar dalam suasana tentram dan damai dapat berdampingan dengan etnis lainnya.
Masyarakat Batak sangat merasakan dan terus menerus menyaksikan bahwa Djaiutan Mangaraja senantiasa memperkukuh semangat kebersamaan dalam menciptakan kerukunan umat beragama di Provinsi Jambi.
“Dari bumi Sakti Alam Kerinci Sungai Penuh, tiba di bumi Sepucuk Nipah Serumpun Nibung Muara Sabak. Dari lubuk hati sanubari mengharap penuh, kiranya Djaiutan Mangaraja H Zulkifli Nurdin bersenandung bersama kami puak Batak,”demikian pantun Melayu Bernhard Panjaitan saat itu.
Dasar Pemberian Ulos
Sementara itu, Tokoh Puak Toba OM Simangunsong BSc saat itu mengatakan, dasar pemberian ulos Bulang Bulang dari masyarakat Batak yang berada di Jambi kepada Zulkifli Nurdin antara lain, pribadi yang memiliki kapasitas, kapabilitas, kompetensi, profesionalme dan NKRI, orang terkenal, terbuka menerima lapisan masyarakat tapa membedabedakan suku, ras agama dan daerah, merakyat (populis).
Kemudian parpintu nabungka-nahum gok, paramak na bolak sobalunon, parsangkalan sora mahiang partaring sora mintop yang artinya bijaksana, taqwa,beriman, bicaranya sopan dan terarah berdasarkan aturan hukum dan adat istiadat.
Parhata sora leleng yang artinya sosok yang menghormati dan dihormati, melayani dan dilayani. Masipasangapan, artinya, wawasan luas berhati lapang, tepo seliro penuh toleransi, penuntasan persoalan yang semrawut, penjernih air yang keruh, mengambil keputusan berdasarkan kebenaran dan keadilan tanpa memihak.
Dasar lain pemberian Ulos Bulang-Bulang kepada H Zulkifli Nurdin, kata Simangunsong yakni sitiop dasing nasora teleng, sitiop hatian na sora miling, hariara nabolon pangunsandean sihor sihor raja nabolon sibahen uhum natigor, yang artinya pemersatu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) termasuk Sepucuk jambi Sembilan Lurah dan Bhineka Tunggal Ika.
Arti Pemberian Ulos Bulang-Bulang
Lebih jauh tokoh Batak di Jambi, OM Simangunsong mengatakan, arti pemberian ulos Bulang-Sibulang-bulangi kepada H Zulkifli Nurdin antara lain, berhasil memimpin pemerintahan di Provinsi Jambi sejak dikukuhkan gelar Djaiutan Mangaraja pada 7 September 2003 lalu.
Kemudian memenangkan pemilihan Gubernur Provinsi Jambi dalam pilkada tahun 2005 dengan cukup memuaskan berkat partisipasi Puak Batak di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.
Selama kepemimpinan Djaiutan Mangaraja dari tahun 2005 hingga sekarang berjalan dengan mulus, tertib, aman. Memilkiki sikap keteladanan sebagai pemimpin dan sosok yang mengayomi warga etnis Batak di Jambi.
Menurut Simangunsong, ulos Bulang Bulang adalah tradisi kultur, syimbol penghargaan terhadap seseorang yang dianggap berjasa karena ketokohannya.
Penuh Makna
Disebutkan, pemberian Ulos Bulang Bulang kepada Djaiutan Mangaraja mengandung tiga makna, pertama adalah syimbol penghargaan kepada H Zulkifli Nurdin sebagai Raja yaitu Djaiutan Mangaraja yang telah mengayomi warga Batak di Provinsi Jambi.
Selanjutnya makna yang ketiga adalah syimbol penghargaan dalam doa, terhadap kesehatan, kesejahteraan, kemajuan dan pengabdian yang tulus Djaiutan Mangaradja Drs H Zulkifli Nurdin selaku Gubernur Jambi selama dua priode.
“Ulos Bulang Bulang ini merupakan syimbol pengikat “Holong” (kasih sayang) antara warega Batak dengan Djaiutan Mangaraja serta dengan masyarakat Jambi. Sebagai penghangat badan, menandakan semakin hangat eratnya hubungan kekeluargaan antar suku/etnis yang berdomisili di Jambi,”katanya.
Ditambahkan, di era reformasi ini kiranya setiap kelompok budaya saling menyapa, saling mengenal, saling memberi dan menerima dalam konteks yang lebih jauh dari sekedar tawaran politik.
Sejarah membuktikan kemajemukan mampu menjadi sumber potensi pembangunan daerah dan bangsa yang dasyat berhasil guna dan berdaya guna.
Zulkifli Nurdin Tutup Usia
H Zulkifli Nurdin meninggal dunia Pukul 20.05 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta, Rabu malam 28 November 2018. Drs. H. Zulkifli Nurdin, M.B.A adalah mantan Gubernur Jambi periode 1999-2004 dan 2005-2010.
Jenazah Zulkifli Nurdin dikebumikan di komplek pemakaman keluarga Nurdin di Sukarejo, Kota Jambi. Almarhum merupakan putra tertua dari pasangan H Nurdin Hamzah dan Hj Nurhasanah yang merupakan sosok pengusaha sukses dan disegani di Provinsi Jambi.
Zulkifli Nurdin merupakan ayah dari Bupati Tanjung Jabung Timur 2011-2015 dan Gubernur Jambi 2016-2018, Zumi Zola. Zulkifli Nurdin lahi pada 12 Juli 1948, Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur dan meninggalkan Istri Hj Ratu Munawaroh yang kini sebagai Calon Wakil Gubernur Jambi mendampingi H Cek Endra di Pilgub Jambi Rabu 9 Desember 2020.
Zulkifli Nurdin saat wafat meninggalkan lima orang anak yakni Zumi Zola, Zumi Laza, Zumi Zovtan, Amalia Saslika Maharani, Amalia Azra Maharani, Zumisha Nudia Zaquita. Ratu Munawaroh merupakan ibu tiri dari Zumi Zola. Zumi Zola merupakan anak dari Zulkifli Nurdin dari pernikahan sebelumnya dengan Harmina Djohar.
Ratu Munawaroh merupakan sosok wanita asal Jawa Barat yang kemudian mendampingi Zulkifli Nurdin hingga akhir hayatnya. Saat Zulkifli Nurdin masih menjabat sebagai Gubernur Jambi, Ratu Munawaroh menjabat sebagai Ketua Dekranasda, dan kiprahnya menonjol saat itu.
Hj Ratu Munawaroh saat itu gencar mempromosikan budaya dan potensi Provinsi Jambi. Satu di antaranya yakni Tengkuluk, atau tutup kepala khas Jambi. Kain yang awalnya dikenakan petani wanita itu melalui Ratu Munawaroh naik kasta.
Selain tengkuluk, batik Jambi juga kerap ia promosikan batik Jambi. Bahkan saking uletnya Ratu Munawaroh mempromosikan batik Jambi membuat perancang kenamaan terpikat dengan batik Jambi yang khas. Ratu juga dikenal sosok dermawan.
Tak hanya menjadi ibu rumah tangga dan mendampingi Zulkifli Nurdin yang merupakan Gubernur Jambi, namun Ratu Munawaroh juga pernah terjun ke dunia politik. Ratu Munawaroh pernah menjabat sebagai anggota DPR RI Dapil Jambi dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
Namun karena ingin fokus merawat suaminya (Zulkifli Nurdin) yang lagi sakit, Ratu Munawaroh mengundurkan diri dari DPR RI dan pergantian antar waktu kepada Chaerun Naim pada Rabu 3 November 2018.
Namun kecintaannya terhadap budaya Jambi sepertinya tak luntur meski suaminya sudah berpulang dan tetap memilih berdomisili di Jambi. Dari kecintaan dirinya itu kepada Provinsi Jambi, Hj Ratu Munawaroh terjun ke dunia politik (PDIP) mengikuti jejak Almarhum suaminya.
Dari jejak digital kedekatan Zulkifli Nurdin dan Hj Ratu Munawaroh kepada masyarakat Batak di Provinsi Jambi, sudah sepatutnya masyarakat Batak di Provinsi Jambi menentukan pilihannya kepada Paslon No Urut 1 H Cek Endra-Hj Ratu Munawaroh pada Pilkada Gubernur Jambi Rabu 9 Desember 2020 mendatang. Semoga. (Penulis Warga Kota Jambi Asal Kabupaten Simalungun)
Rabu 9 Desember 2020. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar