Oleh: Rosenman Manihuruk (Asenk Lee Saragih)
Rosenman Manihuruk Jatuh Naik Motor 1 Oktober 2019. |
Jambipos, Kota Jambi - “Ayah……..awassss!!!!!!!”. Begitulah teriakan anakku Ezer Twopama Manihuruk (Kelas IV SD Xaverius 2 Kota Jambi) itu ketika penulis terjatuh naik sepeda motor di proyek galian jalan depan rumah penulis, Bedeng 6, No 45 RT 15, Kelurahan Kebun Handil, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, Provinsi Jambi 1 Oktober 2019 pagi. Penulis terjatuh pagi itu ketika hendak mengantar anak sekolah.
Hari ini, Kamis pagi 1 Oktober 2020 setahun sudah, Penulis belum bisa naik sepeda motor dampak dari kecelakaan tunggal sepeda motor itu. Teriakan dan tangisan anak penulis masing tergiang mengingat kejadian itu.
Mengingat, akibat kecelakaan tersebut penulis pun tidak bisa berjalan dan langsung dibawa berobat ke rumah sakit swasta, Rumah Sakit (RS) St Theresia di Kota Jambi. Harapan saya mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima di rumah sakit tersebut dengan menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan ternyata sirna.
Ketika tiba di Unit Gawat Darurat (UGD) RS St Theresia Kota Jambi, penulis hampir satu jam terbaring di ruang UGD tanpa adanya penanganan dokter jaga. Dengan menahan sakit yang lumayan pada kaki kiri, tenaga medis dan dokter tak kunjung menanganinya.
Sementara isteri penulis cukup lama mengurus administrasi agar saya bisa mendapatkan pengobatan menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.
Setelah satu jam lebih, istri datang dan menyebutkan bahwa penulis tidak dapat menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan karena kasusnya kecelakan tunggal.
Isteri penulis mengatakan bahwa kecelakaan tunggal tak dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Bahkan pihak medis UGD RS Theresia Jambi menyarankan agar isteri penulis membawa penulis ke rumah sakit lain jika keberatan mendapatkan pengobatan dengan biaya pasien umum.
Dalam kondisi menahan sakit yang luar biasa di ruang UGD, penulis akhirnya dibantu anggota keluarga penulis yang ikut mengantar ke ruang UGD RS St Tharesia Kota Jambi menandatangani surat jaminan biaya agar penulis segera ditangani dengan status pasien umum (tanpa BPJS Kesehatan).
Penulis yang sudah melunasi iuran BPJS Kesehatan Kelas II dengan lima anggota keluarga pun akhirnya pasrah membayar biaya pelayanan yang mahal sekitar Rp 5 juta selama empat hari. Berdasarkan diagnosa dokter, kaki penulis lumpuh karena syaraf kejepit di belakang kaki kiri karena saat jatuh kaki kiri terlipat.
Setelah menjalani pengobatan di rumah sakit swasta tersebut selama empat hari dengan pelayanan kesehatan umum, penulis pun belum bisa berjalan seperti biasa karena sebelah kaki lumpuh. Penulis mengalami kelumpuhan tersebut hampir 10 bulan setelah kecelakaan tersebut.
Memilih RS Swasta
Penulis memilih rumah sakit swasta tersebut untuk berobat ketika kecelakaan karena sebelumnya penulis sudah pernah dua kali memanfaatkan fasilitas BPJS Kesehatan untuk berobat di rumah sakit tersebut dengan pelayanan yang baik atau prima.
Pasien BPJS Kesehatan Kelas II, Ezer Twopama Manihuruk saat ditangani di UGD RS Theresia Kota Jambi, Selasa 19 Juli 2016 sore. Foto Rosenman Manihuruk.
Penulis pernah mendapatkan pelayanan baik pihak di RS St Theresia Kota Jambi sebagai peserta BPJS Kesehatan Kelas II ketika anak penulis sakit dan dirujuk berobat ke RS St Theresia Kota Jambi. Medio Juli 2016, anak penulis Ezer Twopama Manihuruk (6) dibawa berobat ke Puskesmas Paal V, Kota Jambi.
Sesuai petunjuk bidan Puskesmas Paal V Kotabaru Kota Jambi, Ezer Twopama harus dirujuk ke rumah sakit karena kondisi badannya yang sudah mulai lemah dan wajahnya tampak pucat. Penulis dan istri bergegas membawa Ezer ke UGD RS St Theresia Jambi.
Ketika sampai di UGD RS St Theresia Jambi, Ezer Twopama pun langsung ditangani dokter dengan baik.
Penulis langsung menunjukkan kartu BPJS Kesehatan anak dan KTP penulis. Kemudian Ezer Twopama langsung ditangani dokter dan dianjurkan rawat inap. Dokter spesialis anak rumah sakit tersebut juga menangani Ezer Twopama dengan baik.
Pelayanan admisnistrasi pendaftaran pasien rawat inap juga mudah dan tidak bertele-tela. Bahkan hingga menentukan kamar rawat inap juga dibantu langsung oleh petugas medis RS St Theresia Jambi.
Penanganan pasien oleh petugas medis rumah sakit itu juga baik dan bersahabat.
Petugas medis dan karyawannya ramah-ramah. Ruangan Ezer Twopama di kelas II yang ada 7 tempat tidur juga bersih. Jam berkunjung dokter juga tertib sesuai dengan jadwal rumah sakit. Pasien diperlakukan sama dengan pasien non BPJS. Ternyata pelayanan pasien BPJS Kesehatan semua kelas di RS St Theresia Jambi saat itu sangat baik.
Pelayanan petugas medis RS Dt Theresia Jambi kepada pasien dijalankan sesuai standar prosedur pelayanan rumah sakit tersebut. Pasien dan penjaga pasien dibuat nyaman. Tak ada lagi keluarga pasien harus menebus resep dokter, mengantar darah pasien untuk diperiksa, menanyakan kamar rawat inap pasien hingga memberikan obat kepada pasien oleh keluarga.
Setelah Ezer Twopama menjalani rawat inap dua hari, pada Kamis (21/7/2016) sekitar pukul 11.00 WIB sudah diperbolehkan dokter pulang karena sudah sembuh. Kemudian petugas adminiastrasi RS St Theresia Jambi juga mendatangi penjaga pasien untuk menandatangani bukti biaya pertanggungan oleh BPJS Kesehatan.
Kemudian pihak kasir rawat inap RS St Theresia Jambi memberikan surat izin pulang pasien kepada petugas medis di ruang Malapari RS St Theresia Jambi. Selanjutnya petugas medis memberikan obat jalan dengan petunjuk pemakaiannya kepada keluarga pasien, Ezer Twopama.
Mulai masuk rumah sakit hingga pulang, keluarga penulis tidak ada mengeluarkan uang serupiah pun.
Semuanya ditanggung BPJS Kesehatan. Bahkan kualitas makanan untuk pasien BPJS juga baik. Ternyata pelayanan kepada pasien BPJS Kesehatan itu juga bisa bagus dan membanggakan, penulis sudah membuktikannya di RS St Theresia Jambi.
Namun apa yang penulis alami, pada 1 Oktober 2020 itu beda jauh dari pelayanan yang penulis terima sebelumnya di rumah sakit swasta RS St Theresia Kota Jambi sebagai peserta BPJS Kesehatan Kelas II.
Penulispun memilih berobat alternatif (urut dan obat tradisional) karena tidak berlakunya kepesertaan Kartu BPJS Kesehatan.
Hingga Oktober 2020, penulis masih menjalani proses pengobatan tradisional dan sudah bisa lepas tongkat namun belum bisa naik motor untuk beraktivitas. Penulispun menjalankan aktivitas dari rumah sebagai seorang Jurnalis di Media Siber Jambipos Online.
Penulis berharap agar BPJS Kesehatan menjangkau penyakit yang terjadi akibat kecelakaan tanpa terkecuali. Karena kecelakaan adalah kejadian yang tidak diinginkan siapapun dalam hidupnya.
Disaat musibah kecelakaan menghampiri seseorang, BPJS Kesehatan pun hadir untuk melindunginya, terlebih pemilik kartu BPJS Kesehatan mandiri. Sehingga pelayanan Prima BPJS Kesehatan nyata adanya dan dirasakan rakyat dengan sukacita.
Pasien Kecelakaan
Menanggapi kecelakaan tunggal yang dialami penulis yang tak bisa menggunakan kepesertaan BPJS Kesehatan dalam perobatan, Ketua Komite IV (Bidang Keuangan Perbankan) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dra Hj Elviana MSi berpendapat, seharusnya BPJS Kesehatan memberikan jangkauan pelayanan yang luas kepada pasien yang mengalami kecelakaan, termasuk kecelakaan tunggal. Karena peserta BPJS Kesehatan juga tak menginginkan terjadinya sakit akibat kecelakaan.
Kata Elviana, hal terpenting dalam layanan BPJS Kesehatan bukan pada tingkatan kelas, melainkan pelayanan secara prima kepada masyarakat yang sakit. Sehingga apa pun klasifikasi yang akan diberlakukan, hal utama yakni menjaga kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
“Intinya mau satu kelas, dua kelas, tiga kelas, apa pun kelasnya yang penting kualitas pelayanan kepada kemanusiaan jangan diturunkan,” katanya.
Elviana menegaskan poin dari adannya BPJS Kesehatan adalah orang sakit bisa dilayani dengan segala pelayanan medis yang ada.
Keterbatasan penanganan pasien peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit mitra BPJS Kesehatan penyebab keengganan peserta BPJS Kesehatan tidak tertib dalam melakukan pembayaran iuran BPJS Kesehatan secara rutin tiap bulan.
BPJS Kesehatan harus punya strategi khusus agar peserta BPJS Kesehatan patuh dalam pembayaran iuran. Salah satunya dengan cara pelayanan Prima BPJS Kesehatan dengan menjangkau seluruh jenis penyakit termasuk akibat kecelakaan tanpa terkecuali.
Menurut Elviana, saat dirinya menjabat sebagai Anggota Komisi XI dari Fraksi PPP, pihaknya mengkritik pemerintah karena usulan pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan September 2019 lalu. Saat itu, dalam rapat kerja gabungan Komisi XI dan IX DPR dengan pemerintah dan BPJS Kesehatan, sejumlah anggota DPR justru menolak usulan itu.
“Saya enggak setuju kalau iuran masyarakat dinaikan, enggak setuju. Kecuali iuran dari pemerintah dari APBN yang dinaikan. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan justru akan menggencet masyarakat yang saat ini ada dalam ekonomi yang sulit. Saya heran pemerintah justru dengan mudah mau menambah beban rakyat. Padahal pemerintah punya cukup anggaran,” kata Elviana saat rapat gabungan itu seperti dikutip dari Kompas.com.
Sementara Koordinator advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, kenaikan iuran yang diinisiasi oleh menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tersebut tak bisa begitu saja menurunkan defisit BPJS Kesehatan yang sudah terjadi secara menahun.
Pada Agustus 2019 lalu, Pemerintah menetapkan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. Untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBU) atau peserta mandiri, kenaikan iuran mencapai dua kali lipat.
Untuk peserta kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp 160.000. Kemudian untuk peserta JKN kelas II besaran iurannya jadi Rp 110.000 dari yang sebelumnya Rp 51.000. Sementara, peserta kelas mandiri III dinaikkan sebesar Rp 16.500 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan per peserta.
Menurut Timboel Siregar, bakal ada risiko penurunan jumlah penerimaan iuran di kelas II dan I akibat besaran kenaikan yang terlampau tinggi. Sehingga, jumlah penerimaan iuran PBPU berpotensi turun.
“Lalu kenaikan yang signifikan di kelas II dan I ini akan mendorong peserta kelas I dan II turun ke kelas III. Nah kalau ini terjadi maka potensi penerimaan dari kelas I dan II akan menurun. Penerimaan PBPU justru akan menurun. Ini harus dipertimbangkan pemerintah," ujar Timboel seperti dilansir Kompas.com, Kamis (29/8/2019).
Dampak Turun Kelas
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan pelayanan yang tak menjangkau pasien kecelakaan tunggal, membuat Lisbet Sinaga (45) warga RT 15 Kelurahan Kebun Handil, Kecamatan Jelutung Kota Jambi menurunkan kelas kepesertaan BPJS Kesehatan dari Kelas II menjadi Kelas III pada Maret 2020 lalu.
Menurut Lisbet Sinaga, kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas II besaran iurannya jadi Rp 110.000 dari yang sebelumnya Rp 51.000 sungguh berat baginya karena lima anggota keluarga. Lisbet Sinaga pun memutuskan untuk turun kelas dari kelas II ke kelas III untuk suami istri dan tiga anak.
Menanggapi penurunan kelas peserta BPJS Kesehatan di Provinsi Jambi, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Jambi, Rizki Lestari kepada wartawan Januari 2020 lalu menyampaikan setelah berlakunya Perpres No. 75 Tahun 2019, peserta mandiri di kantor BPJS Kesehatan Cabang Jambi jumlah peserta yang turun kelas meningkat.
Kata Rizki Lestari, dari data nasional, lebih banyak peserta yang mengakses ingin turun kelas. Untuk jumlah peserta yang turun kelas dikantor BPJS Kesehatan Cabang Jambi, belum bisa dilihat karena data tersebut tersentral di pusat.
“Berdasarkan data nasional lebih banyak yang mengakses ingin turun kelas, tapi memang dari tanggal 9 Desember-29 Desember 2019 lalu se-Indonesia itu ada 793.708 record yang terekam pindah dari kelas satu ke kelas dua sebanyak ada 96 ribu, dan yang pindah ke kelas tiga ada 188 ribu," jelasnya.
Rizki Lestari juga menjelaskan bila dalam satu orang di dalam KK ingin turun kelas maka otomatis semua yang didalam KK itu akan turun kelas semua. Mengenai peserta yang ingin turun kelas namun masih ada tunggakan, mereka tetap bisa untuk turun kelas meski ada tunggakan.
Praktik Kecurangan
Disisi lain Rizki Lestari menjelaskan, praktik kecurangan dalam pelayanan BPJS Kesehatan di lembaga-lembaga pelayanan kesehatan di Jambi perlu ditangani serius untuk menekan karugian pelayanan BPJS di Provinsi Jambi. Kecurangan pelayanan BPJS yang sering terjadi di Jambi, yakni pemberian rujukan pelayanan kesehatan yang tidak melalui alur yang jelas pada fasilitas kesehatan rujukan dan fasilitas kesehatan pertama.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Jambi, Rizki Lestari . (Foto Istimewa)
Hal itu dikatakan Rezki Lestari pada Rapat Koordinasi Pelayanan Kesehatan Rujukan se - Provinsi Jambi bertema “Optimalisasi Sistem Rujukan dalam Upaya Pencegahan Kecurangan Program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)” di Hotel Aston Jambi, Senin 28 Oktober 2019 lalu, seperti dilansir Beritasatu.com.
Menurut Rezki Lestari, adanya rujukan parsial fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan dan rujukan horizontal fasilitas kesehatan tingkat pertama yang tidak melalui alur yang jelas dan sesuai aturan tergolong fraud (kecurangan) pelayanan BPJS. Kecurangan pelayanan BPJS tersebut sangat merugikan pasien dan BPJS sendiri.
Dikatakan, untuk menekan kecurangan dalam pemberian rujukan pelayanan BPJS ini, fasilitas kesehatan lanjutan dan pertama perlu lebih teliti dalam pemberian rujukan. Kecurangan pemberian rujukan tersebut bisa diatasi dengan kejelasan administrasi pelayanan kesehatan di tingkat fasilitas kesehatan.
“Penyelesaian kasus kecurangan pelayanan BPJS tersebut harus tetap mengacu pada Peratyuran Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (fraud) serta Pengenaan Sanksi Administrasi terhadap Kecurangan dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan,”katanya.
Rezki Letari mengatakan, peluang terjadinya kecurangan pelayanan BPJS di Jambi cukup tinggi jika penataan administrasi pelayana BPJS di tingkat fasilitas kesehatan tidak baik.
Masalahnya jumlah peserta BPJS di daerah itu saat ini cukup banyak.
Jumlah warga masyarakat Jambi yang sudah terdaftar sebagai peserta BPJS mencapai 2,6 juta orang atau 75,85 % dari 3,4 juta penduduk Provinsi Jambi. Peserta BPJS tersebut hanya dilayani dilayani 28 fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan.
“Jika penataan administrasi pelayanan \kesehatan terjadap peserta BPJS tersebut tidak baik, hal itu akan membuka peluang terjadinya kecurangan pelayanan BPJS. Baik kecurangan yang tidak disengaja maupun yang disengaja. Kecurangan tersebut harus ditangani serius agar tidak sampai merugikan peserta BPJS maupun pihak BPJS,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Jambi (Pemprov) Jambi, HM Dianto pada kesempatan itu mengatakan, pelayanan kesehatan terhadap peserta BPJS Kesehatan di Jambi perlu ditingkatkan mencegah terjadinya penolakan – penolakan pelayanan kesehatan terhaadap peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit.
“Kerja sama antar lembaga terkait perlu ditingkatkan untuk memaksimalkan perlindungan sosial dan kesejahteraan sosial masyarakat terutama di bidang kesehatan. Dukungan yang solid dari semua pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat termasuk BPJS perlu dalam rangka peningkatan pelayanan BPJS Kesehatan di daerah ini,”katanya.
Menurut HM Dianto, Pemprov Jambi sudah melakukan berbagai upaya untuk memperluas cakupan JKN. Salah satu di antaranya mendorong masyarakat yang belum bergabung untuk mendaftar menjadi peserta JKN KIS melalui jalur peserta mndiri maupun jalur peserta tidak mampu yang ditanggung oleh pemerintah.
“Nah, seiring dengan peningkatan jumlah peserta BPJS Kesehatan di Jambi saat ini, pelayanan kesehatan di berbagai tingkatan fasilitas kesehatan harus ditingkatkan. Baik itu pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, klinik, praktik dokter, praktik dokter gigi, klinik pratama maupun fasilitas kesehatan rujukan tindak lanjut, yaitu rumah sakit,”ujarnya.
Pemutusan Kerja Sama
Sementara pasien peserta BPJS Kesehatan di Kota Jambi sulit mendapatkan fasilitas rawat inap menyusul pemutusan kerja sama BPJS Kesehatan dengan tiga rumah sakit swasta di Kota Jambi. Pasien tiga rumah sakit swasta yang tidak lagi melayani BPJS Kesehatan di Kota Jambi sulit mendapat rawat inap di RS swasta lainnya karena jumlah pasien meningkat drastis.
“Anak saya tidak mendapatkan kamar rawat inap di rumah sakit Arafah Jambi karena kamar rawat inap penuh. Selama ini keluarga saya terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dengan rumah sakit rujukan di rumah sakit yang kini tidak lagi melayani pasien BPJS kesehatan. Setelah rumah sakit rujukan kami tidak lagi melayani pasien BPJS Kesehatan, kami terpaksa berobat ke rumah sakit swasta lainnya,” kata Risma (50), peserta BPJS Kesehatan di Kota Jambi, seperti dikutip dari Beritasatu.com.
Menurut Risma, berdasarkan penjelasan petugas rumah sakit Arafah, ruang atau kamar rumah sakit swasta yang masih melayani pasien BPJS Kesehatan tersebut penuh beberapa hari terakhir karena terpaksa menerima limpahan pasien BPJS Kesehatan dari tiga rimah sakit swasta di Jambi.
“Kamar inap di rumah sakit Arafah penuh hingga saat ini karena menerima limpahan pasien peserta BPJS dari tiga rumah sakit swasta yang telah memutuskan kerja sama dengan BPJS Kesehatan,” katanya.
Sementara itu pihak rumah sakit yang telah menghentikan pelayanan BPJS Kesehatan di Kota Jambi bersikap tertutup terkait penghentian kerja sama mereka dengan BPJS Kesehatan.
Manajemen Rumah Sakit (RS) Royal Prima yang dihubungi wartawan menolak berkomentar terkait pemutusan kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Secara terpisah, anggota Komisi IV (bidang kesejahteraan) DPRD Kota Jambi, Maria Magdalena Tampubolon memprihatinkan kisruh pelayanan BPJS Kesehatan di Kota Jambi. Kisruh pelayanan BPJS Kesehatan tersebut dinilai sangat merugikan warga masyarakat yang selama ini telah memberikan iuran BPJS Kesehatan.
“Semestinya BPJS Kesehatan di Jambi tidak membiarkan begitu saja pelayanan kesehatan terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan pascapemutusan kerja sama dengan tiga rumah sakit swasta. Pihak BPJS Kesehatan harus transparan dan membantu pasien yang tidak dapat berobat lagi di rumah sakit rujukan BPJS Kesehatan yang telah tutup,” katanya.
Maria mengatakan, pihaknya akan segera memanggil BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan Cabang Jambi harus tetap memberikan kemudahan berobat terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan yang telah memberikan iuran BPJS Kesehatan selama ini.
Sementara itu Kepala Bidang (Kabid) Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan Cabang Jambi, Timbang Pamekas mengatakan, tiga rumah sakit swasta yang tidak lagi melayani pasien BPJS Kesehatan, yakni RS Mayang Medical Center, RS Royal Prima, RS Sungai Kambang, dan Klinik Mata Kambang.
“Keempat fasilitas layanan kesehatan BPJS Kesehatan tersebut tidak lagi memperpanjang kerja sama dengan BPJS Kesehatan tahun ini. Karena itu keempat fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tidak lagi melayani pasien BPJS Kesehatan. Pasien peserta BPJS Kesehatan yang sebelumnya menjadikan keempat fasilitas kesehatan tersebut menjadi rumah sakit rujukan dialihkan ke rumah sakit lain yang masih menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan,” ujarnya.
Melapor ke Gubernur
Dalam memperkuat koordinasi, Pejabat BPJS Kesehatan Cabang Jambi melakukan kunjungan kerja ke Kantor Gubernur Jambi guna menyampaikan perkembangan cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan di Provinsi Jambi Tahun 2020. Pertemuan itu dilakukan di Ruang Kerja Gubernur Jambi H Fachrori Umar, Senin 4 Mei 2020.
Saat pertemuan ini, Kepala BPJS Kesehatan Jambi Rizki Lestari menyampaikan bahwa sampai dengan April 2020, kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di Provinsi Jambi masih jauh dari capaian untuk Universal Health Coverage (UHC) karena masih pada angka 74,07 persen, dengan catatan hanya 2 Kota yang mencapai status UHC dari total 9 Kabupaten dan 2 Kota di Provinsi Jambi dan 2 Kota yang telah mencapai status UHC tersebut adalah Kota Jambi dan Kota Sungaipenuh.
BPJS KESEHATAN LAPORKAN CAKUPAN PESERTA KEPADA GUBERNUR JAMBI.
Pihak BPJS Cabang Jambi meminta dukungan Gubernur Jambi dalam mendorong pertumbuhan atau penambahan cakupan kepesertaan program JKN – KIS di Provinsi Jambi karena masih terdapat 9 Kabupaten yang jumlah peserta JKN-KIS nya masih dibawah rata rata Nasional.
Selain itu Rizki Lestari juga menyebutkan bahwa Pemerintah memberikan penugasan khusus kepada BPJS Kesehatan untuk melakukan verifikasi terhadap klaim pelayanan kesehatan akibat Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di rumah sakit dan siap melaksanakan tugas tersebut.
Gubernur Jambi H Fachrori Umar yang didampingi Staf Ahli Gubernur Jambi Sri Anggunaini menyampaikan sambutan baik atas kedatangan team BPJS Kesehatan Jambi sebagai wujud menjaga koordinasi khususnya dibidang kesehatan.
“Saya senang dengan kedatangan team BPJS Kesehatan Jambi terutama saat pandemi Covid-19 ini. Kesehatan pun menjadi perhatian utama, dan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program JKN termasuk yang berperan dalam posisi edukasi pencegahan dan pemberi manfaat jaminan kesehatan,” kata Fachrori.
Terkait dengan jumlah cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan di Provinsi Jambi yang masih dibawah rata-rata Nasional, Fachrori mengatakan akan mengingatkan seluruh kepala daerah untuk melakukan sosialisasi dan edukasi bahkan himbauan kepada masyarakat akan kewajiban menjadi peserta program JKN.
Dia juga menyebutkan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jambi untuk menambah cakupan kepesertaan adalah dengan menambah kuota penduduk yang didaftarkan Pemerintah Daerah melalui APBD Provinsi Jambi juga dengan mendaftarkan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang berada dilingkungan Provinsi Jambi.
“Terkait verifikasi klaim perawatan pasien pasien Covid-19 ini, Pemerintah Daerah percaya bahwa keputusan Menko PMK untuk menunjuk BPJS Kesehatan sebagai verifikator bukan tanpa alasan karena BPJS Kesehatan terbukti berpengalaman melaksanakan verifikasi klaim yang akuntabel, transparan sesuai dengan prinsip good governance selama mengelola Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS),” katanya.
Tunggakan Iuran
Sedangkan pada Desember 2019 lalu, BPJS Cabang Jambi mencatat terdapat puluhan ribu peserta berbagai kelas menunggak pembayaran iuran. Untuk warga Kota Jambi, terdapat 77,489 peserta yang menunggak pembayaran iuran.
Kabid Penagihan dan Keuangan BPJS Cabang Jambi, Yuliarso Budiman kepada wartawan di Jambi mengatakan, peserta kelas l yang menunggak sebanyak 14,120 peserta dengan total Rp. 22,381,054,354. Sedangkan peserta kelas ll yang menunggak sebanyak 19,794 peserta dengan total Rp. 19,004,342,315. Untuk kelas lll yang menunggak sebanyak 43,575 peserta dengan total Rp. 18,774,502,521.
Disebutkan, untuk peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Batanghari di kelas l sebanyak 1,882 peserta dengan jumlah Rp. 3,056,483,000. Kelas II sebanyak 4,840 peserta dengan jumlah Rp. 4,517,606,550. Dan Kelas III sebanyak 14,622, dengan jumlah Rp. 5,841,109,571.
Kemudian di Kabupaten Muarojambi di Kelas I sebanyak 3,371 peserta dengan jumlah Rp. 5,600,112,491. Kelas II sebanyak 9,156 peserta dengan jumlah Rp. 9,011,994,377 dan Kelas III sebanyak 32,976 peserta dengan jumlah Rp. 12,287,603,703.
Kabupaten Tanjung Jabung Barat di kelas I sebanyak 1,714 peserta dengan jumlah Rp. 2,842,576,935. Kelas II sebanyak 4,370 peserta, dengan jumlah Rp. 4,096,347,511. Kelas III sebanyak 19,035 peserta dengan jumlah Rp. 7,220,319,425.
Kabupaten Tanjung Jabung Timur di kelas I sebanyak 1,220 peserta dengan jumlah Rp. 2,054,775,980. Kelas II sebanyak 3,505 peserta. Dengan jumlah Rp. 3,314,670,492. Kelas III sebanyak 16,040 peserta. Dengan jumlah Rp. 6,400,832,048.
“Guna mengingatkan peserta agar taat dalam pembayaran iuaran. Kami telah berupaya melalui SMS Blast dan Tellecollecting. Kendala untuk SMS Blast adalah tidak semua data peserta memiliki nomor telepon,” katanya.
Relaksasi Tunggakan
Sementara bagi peserta BPJS Kesehatan yang memiliki tunggakan iuran lebih dari 6 bulan, BPJS Kesehatan memiliki layanan yang mudah untuk membayar yakni dengan cara mendaftarkan keringanan tunggakan melalui Mobile JKN.
Kepala Bidang Kepesertaan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Jambi, M Adithia kepada wartawan Jumat 18 Agustus 2020 mengatakan, mobile JKN sendiri satu diantara tiga kanal pendaftaran untuk program keringanan pembayaran tunggakan JKN atau dikenal dengan Program Relaksasi Tunggakan Iuran. Selain Mobile JKN peserta bisa mendaftar melalui BPJS Kesehatan Care Center di nomor 1500400 atau ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan terdekat.
M Adithia menjelaskan, cara mudah pendaftaran keringanan tunggakan melalui Mobile JKN pertama tentu peserta harus mengunduh aplikasi Mobile JKN. Setelah daftar atau login aplikasi Mobile JKN peserta dapat memilih menu Program Relaksasi Tunggakan pada layar gawai peserta.
Kemudian pilih daftar kemudian pada aplikasi akan menampilkan data tunggakan peserta yang berhak mengikuti program relaksasi tunggakan.
“Bagi peserta yang tidak berhak akan ada keterangan status bahwa tidak berhak mengikuti program relaksasi tunggakan. Selanjutnya pilih jumlah bulan tunggakan dan akan muncul total iuran yang harus dibayar, termasuk jumlah iuran bulan berjalan serta sisa tunggakan iuran. Peserta melakukan persetujuan pendaftaran program relaksasi tunggakan selanjutnya akan muncul notifikasi berhasil. Setelah muncul notifikasi, pembayaran sudah dapat dilakukan keesokan harinya pada kanal yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,” terangnya.
Kata M Adithia, guna meringankan beban peserta dalam membayar sisa tunggakan iuran JKN KIS, peserta yang telah terdaftar dan telah membayar iuran yang disepakati pada program berelaksasi tunggakan dapat memanfaatkan program angsuran sisa tunggakan pada menu cicilan.
“Caranya pertama pilih jumlah bulan yang akan dibayar angsurannya, lalu akan muncul pada layar gawai Anda informasi simulasi total tagihan iuran yang akan dibayar. Peserta melakukan persetujuan pendaftaran pembayaran angsuran sisa tunggakan JKN beda lagi kalau datang langsung ke kantor BPJS Kesehatan peserta harus bawa kartu peserta JKN dan KTP untuk konfirmasi,” ujarnya.
“Besaran yang harus dibayarkan peserta pertama kali untuk mengikuti Program Relaksasi Tunggakan adalah 6 bulan tunggakan dan 1 bulan iuran berjalan. Peserta yang telah terdaftar untuk keringanan tunggakan diberikan kesempatan mengangsur sisa tunggakan di tahun 2020 sampai dengan 31 Desember 2021, sesuai dengan kemampuan keuangan peserta.
Lalu peserta yang telah mendaftar untuk mendapatkan fasilitas relaksasi tunggakan namun menunggak kembali masih diperkenankan mengajukan pendaftaran kembali selama tahun 2020 apabila memiliki sisa tunggakan lebih dari 6 bulan,” kata M Adithia menambahkan.
Harapan Masyarakat
Harapan masyarakat terhadap pelayanan prima BPJS Kesehatan akan semakin tinggi. Pelayanan prima asuransi kesehatan menjadi dambaan masyarakat saat ini ditengah mahalnya biaya perobatan di sejumlah rumah sakit swasta dan klinik kesehatan.
Kehadiran asuransi pemerintah seperti BPJS Kesehatan menjadi jawaban bagi rakyat dalam bidang kesehatan. Slogan sindiran orang miskin tak boleh sakit, kini telah terbantahkan oleh BPJS Kesehatan, karena sudah diakomodir dalam pelayanan kesehatan.
Pelayanan prima BPJS Kesehatan kini menjadi tantangan besar bagi Pemerintah di tengah beragamnya penyakit yang dialami masyarakat, termasuk dengan merebaknya Covid-19 yang sudah banyak menelan korban jiwa di Indonesia.
Kepercayaan dan ketergantungan masyarakat kepada asuransi kesehatan pemerintah ini sungguh besar karena bisa menjangkau pelayanan kesehatan yang baik di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
Pelayanan Prima BPJS Kesehatan hendaknya dapat dirasakan masyarakat disaat peserta BPJS Kesehatan membutuhkan pelayanan prima, termasuk pelayanan terhadap jenis sakit akibat kecelakaan, tanpa terkecuali.
Kemudian praktik kecurangan dalam pelayanan BPJS Kesehatan di lembaga-lembaga pelayanan kesehatan harus ditangani serius agar bisa menekan karugian pelayanan BPJS Kesehatan. Semoga. (Penulis Jurnalis Jambipos)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar