Jambi, MR-Bambang
Hidayah, ME, Kepala Balai Wilayah Sungai (BWSS) VI mengungkapkan, Provinsi
Jambi cukup luas memilik lahan rawa yang sampai saat ini masih menjadi lahan
tidur.
Padahal
menurut Bambang, dari luas lahan rawa di Provinsi Jambi yang mencapai 684. 000
hektar. Atau 12 persen dari luas Provinsi Jambi digarap dengan baik, bias
dipastikan lahan tersebut akan menjadi potensi ekonomi khususnya bagi petani.
Selama
ini, kata Bambang Hidayah, lahan rawa yang ada di sejumlah daerah di Provinsi
Jambi, hanya dijadikan lahan tidur yang tidak dapat digarap masyarakat karena
mengalami kesulitan untuk dijadikan lahan pertanian maupun lahan perkebunan.
Seperti contoh, kata Ia, lahan rawa yang terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur maupun di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, masyarakat di petani di kedua
daerah itu mengalami kesulitan karena lahan yang ada kerap dilanda banjir
pasang surut sehingga tidak memungkinkan untuk melalukan aktivitas pertanian
maupun perkebunan.
Itulah sebabnya, kata Bambang Hidayah, BWSS VI mendapat dukungan pembangunan
infratsruktur, seperti pembangunan pintu air, rehabilitasi pintu air, pembangunan
tanggul, rehabilitasi saluran, dan pembangunan pembuatan tanggul besar, serta
pembuatan jalan inspeksi, Ia berkeyakinan, lahan itu akan menjadi lahan rawa
potensial untuk meningkatkan perekonomian.
BWSS VI, dijelaskan Bambang Hidayah, tahun 2014, telah melakukan kegiatan
pembangunan infrastruktur di lahan rawa yang terdapat di kedua daerah itu
dengan alokasi anggaran sebesar Rp 130 miliar, sedangkan di tahun 2015, untuk
kegiatan serupa dialokasikan anggaran sebesar Rp 110 miliar yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Hasilnya, kata Bambang Hidayah menjelaskan, dari kegiatan infrastruktur di
lahan rawa yang dilakukan BWSS VI selama ini, telah berhasil mendorong petani
untuk menggarap lahan tidur yang selama ini tidak dapat dikelola mereka
(petani).
Salah satu contoh, diungkapkan Ia, lebih kurang seratus hektar lahan tidur yang
selama ini terdapat di Desa Bunga Tanjung, Kecamatan Nipah, Kabupaten Tanjung
Jabung Timur, telah berhasil kembali dikelola sebagai lahan pertanian tanaman
pangan, dan sebagian digarap untuk lahan perkebunan, seperti kelapa hibrida,
dan kelapa sawit.
Ia
juga menjelaskan, Untuk lahan pasang surut terdapat di tiga kabupaten, yakni
Kabupaten Tanjung Jabung Barat seluas 52.052 Ha, Tanjung Jabung Timur 149.210
Ha dan Kabupaten Muaro Jambi seluas 10.700 Ha.
Sementara itu untuk lahan rawa non pasang
surut berada di Kabupaten Muaro Jambi seluas 17.900 Ha, Batanghari 14.475 Ha,
Kerinci 1.684 Ha, Sarolangun 4.121 Ha, Merangin 436 Ha dan Kabupaten Tebo 2.405
Ha.
“Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS)
VI minilai, keberadaan lahan rawa yang terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan sebagian di Kabupaten Muaro Jambi,
memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan perekonomian, khususnya
terhadap sektor pertanian dan perkebunan.
Kepala balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VI Bambang Hidayah ME, didampingi
Agung Setiawan, PPK Irigasi dan Rawa khusus kepada Media Regional mengatakan,
pihaknya sedang mengarap sejumlah pembangunan infrastruktur di daerah rawa
sebagai upaya meningkat perekonomian masyarakat petani.
Seperti dijelaskan Agung, masyarakat petani
di daerah itu telah dapat melakukan kegiatan pertanian dan perkebunan dengan
cara tumpang sari.
“Hasilnya, sekarang penghasilan petani
terus bertambah, sehingga tidak sedikit masyarakat yang mengajukan kepada BWSS
VI untuk dapat melaksanakan kegiatan pembangunan serupa di daerah sekitar.
Hanya saja, belum dapat dilaksanakan mengingat keterbatasan anggaran yang
dialokasikan,” kata Agung.
Seperti diuraikannya, Agung menyebutkan,
kegiatan pembangunan infrastruktur di daerah rawa, seperti di Kecamatan Sadu,
Nipah Panjang, Lambur, dan Mendahara, sekarang ini hampir tak ditemukan lagi
lahan tidur.
Hal senada dijelaskan Bambang Hidayah, terkait
pembangunan serupa yang dilaksanakan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, petani
perkebunan kelapa dalam mengaku telah merasakan manfaat dari apa yang
dilaksanakan BWSS VI.
Kalau sebelumnya, kata Ia, areal perkebunan
kelapa yang berada di daerah pasang serut tidak sedikit yang mati
sehingga mengakibatkan turunnya hasil produksi akibat banjir pasang
surut.
Namun, seperti diakui petani, sekarang
kondisi itu telah berubah dan penghasilan petani meningkat karena kondisi
perkebunan milik mereka terbebas dari banjir pasang surut seperti selama ini.
Dijelaskan Bambang Hidayah, lahan rawa yang
ada di dua daerah itu, tidak saja sebagai lahan pertanian tanaman pangan,
seperti padi dan palawija lainnya, tetapi lahan tersebut merupakan lahan yang
dapat dikembangkan sebagai lahan perkebunan, seperti kelapa hibrida dan kelapa
sawit serta karet. (noer faisal/adv). (BACA EDISI CETAKNYA DI MEDIA REGIONAL EDISI 91)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar