Minggu, 03 September 2017

Mengingat Jejak Pendeta August Theis 114 Tahun Silam di Simalungun

Tole! Den Timorlanden Das Evangelium
Tole! Den Timorlanden Das Evangelium. Asenk Lee Saragih
BERITAKU-Tole! Den Timorlanden Das Evangelium (Segeralah ! Beritakan Injil ke Timorlanden (Tanah Timur). Itulah kalimat Perintah yang dipatrikan kepada August Theis untuk pekabaran Injil ke Simalungun. Masuknya Pekabaran Injil di Simalungun tak terlepas dari perjuangan August Theis.

Sejalan dengan sejarah berdirinya Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) dari daerah Simalungun yang dirintis oleh zendelling (Pengabar Injil) dari Rheinische Missionsgesellschaft (RMG), sebuah badan pengabaran Injil dari Jerman sebagai bagian dari upayanya menyebarkan Injil bagi Suku Simalungun.

Lalu bagaimana sejarah perjalanan 114 Tahun Injil masuk ke Tanah Simalungun dan GKPS bisa menjadi besar hingga kini! Mengingat sejenak napak tilas August Theis pada 114 tahun silam di Simalungun, menjadi renungan bersama begitu gigihnya perjuangan August Theis untuk mengajarkan Firman Tuhan Kristen saat itu, dan hingga kini saya, mungkin Anda jadi Pengikut Kristus Setia.

Mengutip dari Wikipedia, semenjak tahun 1900-an RMG mendirikan gereja-gereja di Simalungun sebagai bagian dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dengan menggunakan bahasa Toba sebagai bahasa pengantar.

Kesadaran diri di kalangan suku Simalungun untuk meningkatkan usaha pengabaran Injil mempercepat laju penyebaran Injil di Suku Simalungun terutama setelah digunakannya bahasa Simalungun sebagai pengantar.

August Theis (lahir 16 Februari 1874 di Haiger, kira-kira 120 km dari Barmen, Jerman, meninggal dunia 1968) adalah anak sulung dari tiga bersaudara, dari sebuah keluarga yang berpenghasilan pas-pasan.

Setamatnya dari Sekolah Dasar, ia melanjutkan pendidikan ke sekolah kejuruan yang memungkinkannya bekerja untuk membiayai sekolahnya sendiri. Sejak kecil August Theis sudah rajin ke sekolah minggu dan beribadah di Gereja. Setelah lulus dari sekolah, Theis bekerja sebagai buruh pengangkat pasir di sebuah pabrik.

August Theis dan RMG

Sejak kecil Theis berminat akan pekerjaan pemberitaan Injil. Karena itu selepas sekolah menengah ia mendaftarkan diri untuk mengikuti pendidikan di Seminari Zending di Barmen. Pada usia 21 tahun ia dipanggil oleh direktur Rheinische Missionsgesselschaft (RMG), dan setelah belajar selama tujuh tahun, ia ditahbiskan menjadi seorang pendeta pada tanggal 6 Agustus 1902.
Pdt August Thais.
Pada tanggal 23 Oktober 1902 di usia 28 tahun, Theis diutus oleh RMG dari Belanda ke Indonesia dengan menumpang kapal laut yang memakan waktu berbulan-bulan. Ia tiba pertama kali di kota Padang (kini ibu kota Provinsi Sumatera Barat). Dari sana ia menggunakan transportasi darat ke Sigumpar untuk kemudian menunggu surat pengutusan dari atasannya, Pdt Nommensen.

Masyarakat Simalungun 1903

Seperti banyak wilayah lainnya di Indonesia, daerah Simalungun masih banyak ditutupi hutan-hutan lebat. Karena itu Pdt August Theis pun harus membelah hutan dalam perjalanannya dari daerah Toba menuju ke Pematang Raya.

Menurut wawancara dia dengan A Munthe, hutan tersebut masih dipenuhi oleh hewan-hewan buas seperti harimau dan sejenisnya sehingga dia harus mempertaruhkan nyawanya untuk memenuhi misinya ke Pematang Raya.

Masyarakat Simalungun masih bercocok tanam menggunakan ladang kering, yang memaksa mereka berpindah-pindah. Setelah panen, mereka harus mencari lahan lain dan baru empat tahun kemudian mereka dapat kembali menggunakan ladang yang sama secara optimal.

Dalam kesusahan tersebut sebagian besar masyarakat Simalungun berjudi untuk mencari penghiburan, mereka menjual segala harta miliknya bahkan diri sendiri sebagai budak demi memenuhi nafsu mereka untuk berjudi.

Penyebaran Injil August Theis

Pada tanggal 3 Februari-8 Februari 1903 diadakan sebuah pertemuan di Laguboti yang diikuti oleh para pendeta RMG yang memutuskan agar diadakan Misi Zending ke Simalungun. Nommensen yang saat itu menjabat sebagai Ephorus dan berkantor di Sigumpar, Tapanuli Utara, mengirimkan surat ke direktur RMG di Barmen, Jerman mengenai keputusan ini dan merekomendasikan pengabaran injil ketiga daerah yaitu Samosir, Simalungun dan Dairi.

Pada tanggal 3 Maret 1903, diutuslah rombongan pertama RMG ke tanah Simalungun yang beranggotakan Pdt Guillaume, Pdt Simon dan Pdt Meisel dengan tujuan utama untuk menemui Raja-Raja Simalungun.

Rombongan kedua yang diberangkatkan RMG ke Simalungun terdiri dari Pendeta August Theis, Guru Ambrocius dan Theopilus Pasaribu. Kedua rombongan tersebut bertemu di Haranggaol dan di sana Nommensen berkesempatan untuk berkhotbah.

Dari Haranggaol, rombongan Pendeta August Theis menuju ke Pematang Purba dan kemudian tiba di Pamatang Raya pada hari Rabu, 2 September 1903. Tanggal ini sampai saat ini diperingati oleh GKPS sebagai hari Olob-olob (Sukacita) sebagai tanda syukur atas masuknya Injil ke Simalungun.

Saat tiba itulah Pdt August Theis langsung membacakan ayat kutipan dari Yohanes 4:35, "Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai." Dalam bahasa Simalungun ayat ini berbunyi: Mangkawah ma hanima, tonggor hanima ma juma in, domma gorsing, boi ma sabion”.
Mangkawah ma hanima, tonggor hanima ma juma in, domma gorsing, boi ma sabion”.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa dalam perjalanannya dari Tigaras, rombongan Pdt August Theis sempat melewati daerah Urung Panei. Saat itu terdapat jalan setapak dari Tigaras menuju Sipaga-paga hingga ke Urung Panei.

Di sana August Theis bertemu dengan Tuan Urung Panei (Tuan Marhali Purba) dan meminta petunjuk jalan menuju ke Dolok Saribu. Tuan Marhali Purba kemudian mengantarkan rombongan tersebut melalui Nagori Silou dan Aek Silopak (Sidamar) sebelum tiba di Dolok Saribu.

Namun tidak tersedia sumber tertulis mengenai informasi ini karena kemungkinan besar ikut terbakar pada kebakaran yang terjadi pada tahun 1916. Di kemudian hari, putera dari Tuan Marhali Purba, Aristarkus Purba, menerima Baptisan Kudus dari Pendeta August Theis.

Pelayanan August Theis

Satu tahun setelah tiba di Pematang Raya, Pdt August Theis mendirikan sekolah walaupun belum jelas siapa yang akan dididik saat itu. Setelah Pematang Raya, ia mendirikan sekolah di Raya Usang, Buluraya, Sipoldas dan juga Raya Tongah.

Walaupun pendidikan ini akhirnya diterima oleh masyarakat Simalungun, masyarakat pada umumnya masih memeluk agama tradisional (aliran kepercayaan) Pardatuon. Setelah empat tahun, sudah berdiri 7 sekolah yang menampung 183 murid, namun hanya 19 orang saja yang memeluk agama Kristen, karena memang tidak ada paksaan bagi murid untuk memeluk agama Kristen. Kebaktian Minggu yang diadakan pun hanya diikuti oleh anggota keluarga Guru Ambrosius dan 19 murid itu saja.

Pada 26 Desember 1909 dilakukan baptisan pertama oleh Pdt August Theis atas sejumlah orang Simalungun. Mereka yang dibaptiskan itu adalah Musa Damanik bersama istrinya Marianna Saragih, Sanna Damanik, Marinus Damanik, Hulda Damanik, Nonna Damanik, Petrus Damanik, Salomo Sinaga, Abina Saragih, Hormainim Sinaga, Marthe Sinaga, Lamina Sinaga, Andreas Sinaga, dll.

Simalungun 1920-an

Pada tahun 1920-an krisis ekonomi melanda dunia hingga Simalungun, namun dibanding keadaan tahun 1903, telah ada beberapa perkembangan yaitu peningkatan kualitas jalan Pematang Siantar-Pematang Raya dan peningkatan sarana ibadah dengan dukungan RMG.

Pendeta Jaulung Wismar Saragih

Pada tahun 1919, mertua dari August Theis meninggal dunia. Pada saat itu sudah banyak orang Simalungun yang dapat membantu August Theis dalam pelayanannya seperti J  Wismar Saragih yang melayani di Raya Usang dan Tuan Anggi (saudara dari Raja Raya). Pada tahun ini juga August Theis mengirimkan 2 puterinya kembali ke Belanda untuk bersekolah.
Jaulung Wismar Saragih
Pada tahun 1921, permohonan cutinya untuk kembali ke Belanda dikabulkan dan diadakanlah perpisahan di Pematang Raya pada 4 April 1921 yang acaranya dipimpin oleh salah seorang murid August Theis, yaitu J Wismar Saragih.

Sekembalinya August Theis dari Belanda, ia ditempatkan di Dolok Sanggul, dan posisinya di Pematang Raya dilanjutkan oleh Pendeta Guillaume (sebelumnya di Saribudolok). Setelah melayani di Dolok Sanggul, ia berkedudukan di Medan sampai habis masa pelayanannya dan kembali ke Eropa dan meninggal dunia pada 1968.

Sebagai salah satu cara mengenang jasa August Theis, GKPS pada bulan September Tahun 2003 membentuk Dana August Theis yang merupakan dana yang awalnya dikumpulkan oleh GKPS dan mitra-mitranya di Jerman untuk menyediakan beasiswa bagi anak-anak GKPS yang masih bersekolah di bangku SLTA.

Waktu inisiasi ini dipilih bertepatan dengan peringatan Jubileum 100 Tahun sejak tibanya rombongan August Theis di Pematang Raya (yang dianggap sebagai Pusatnya Simalungun) untuk menyebarkan ajaran Kristen. Selanjutnya dana ini juga bersumber dari anggota GKPS yang berada di Indonesia atau tempat lain.

Keluarga August Theis

Pdt August Theis menikah dengan Henriette Bannier, yang meninggal dunia pada 12 Juni 1909, sembilan hari setelah melahirkan anaknya yang keempat. Ia dimakamkan di Pematang Raya. Empat orang anaknya adalah Ernst, Paul, Johanna, dan Maria.

 Catatan kaki sebagai sumber berita: (Indonesia) Slamet Wiyono, 13 Mei 2009, August Theis Sebarkan Injil di Simalungun, diakses 25 September 2009. A. Munthe, Pandita August Theis, Missionar Voller Hoffnung, Kolportase GKPS, 1987. Limantina Sihaloho, Pendeta Agustheis dan Masuknya Injil di Urung Panei (Sejarah yang Hampir Terlupakan), Situs Resmi GKPS, 2005. (Indonesia) GKPS.or.id, 9 Juli 2004, - Dana August Theis GKPS.html Dana August Theis GKPS, diakses 25 September 2009.

Sejarah GKPS Pematang Raya 1903

Sebelum jemaat di Pematng Raya ada, para Pendeta sudah terlebih dahulu ke Tanah Simalungun, yaitu Nommensen, Guillaume, Simon, dan Agus Theis. Mereka sampai ke Pematang Raya. Dalam perjalanan yang pertama mereka tinggal di Pematang Raya hanya sebentar, lalu mereka melanjutkan perjalanan mereka ke Panei.
Photo Intimewa
Di Hutaulung, mereka jumpa dengan Wan Ulung. Mereka berpikiran untuk kembali ke Pematang Raya, ternyata di Tigaraja mereka berjumpa dengan Raja Dologsaribu, jadi mereka bersamaan pergi ke Dologsaribu menuju Bahbulawan. Dari Dologasaribu, mereka meneruskan perjalannan mereka ke Pematang Purba.

Pada 16 Maret 1903 ada surat yang sampai kepada Nommensen yang berisi Tole! Den Timorlanden Das Evangelium (Mulailah pekabaran Injil ke Tanah Simalungun). Nomensen sangat senang membaca surat itu. Mereka memulai pekerjaan itu pertama di Tigaras.

Jadi ditetapkanlah Pdt Agus Theis sebagai pendeta di Pematang Raya, yaitu pada tanggal 01 September 1903, Pdt  Agus Theis bergegas dari Tigaras ke Pematang Raya. Perjalanan mereka adalah Siambaton – Rajaihuta – Nagori – Bangunpanei - Bahbulawan, lalu bermalam di Bahbulawan. Pada tanggal 02 September 1903 Pdt Agus Theis sampai di Pematang Raya.

Pada tanggal itu lah permulaan dari adanya jemaat di Pematang Raya. Karena Pdt Agus Thei tidak memiliki rumah di Pematang Raya, jadi dia menumpang di rumah Joria di Pematang Raya, dia membawa seorang penginjil yang bermnama St Theopilus.

Setelah Pdt Agus Theis 10 malam di Pematang Raya, sudah mulai tampak banyak tantangan, Jika dilihat dari anggapan orang, kelihatan bahwa Pdt Agus Theis ini tidak jadi tinggal di Pematangraya. Perekonomian di Pematangrayapun sangat tinggi, terkhusus makanan.

Oleh karena itu, makanan Pdt. Agus Theis dijemput dari toba. Raja-raja pada saat itupun kelihatan berberat hati untuk memberikan tanah kepadanya. Dan berita itu telah sampai kepada Nomensen, lalu Nomensen berkata, “ Mungkin Pdt Agus Theis tidak jadi tinggal di Pematang Raya”.

Pdt Agus Theis melihat hari itu semakin gelap, dan kebetulan pada saat itu gendang dan terompet dimainkan, bagaikan suara gemuruh untuk membangunkan tuan dari  tidur yaitu Raja Raya adalah  orang yang kuat melawan Bangsa Belanda.

Meskipun demikian, Pdt August Theis tetap sabar dalam menghadapi tantangan itu, Dia hanya berprinsip agar Injil Tuhan dapat dimenangkan di Pematangraya. Besoknya sampailah Pdt August Theis di Pematangraya, dia membaca Firman Tuhan yang tertulis dalam Yohanes 4:35: “Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi aku berkata kepadamu : Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai ”. Ayat inilah yang dibacakan pada tanggal 3 September 1903.

Jadi dia bertanya-tanya dalam dirinya: Apakah raya ini juga ikut dalam hal penuaian itu? Dalam sekejap ia menjawab pertanyaannya itu: pasti masa penuaian itu ada !  Maka pada hari itu juga datang suruhan Raja Raya, apakah dia tukang kebun atau tidak.

Permulaan Kebaktian Minggu

Pada tanggal 6 September 1903 mereka kebaktian minggu di rumah mereka tinggal, Penginjil St Theopilus lah yang berkhotbah pada saat itu. Sebenarnya ada orang yang datang untuk mendengarkan khotbah itu, tapi mereka risih kesana-kemari, karena mereka tidak mengerti apa yang telah dikatakan St Theopilus itu. Jadi mulai saat itulah mereka kebaktian minggu meskipun tidak seberapa yang datang pada saat kebaktian itu.

Pada tanggal 9 September 1903 Wan Ulung datang menyampaikan kabar baik untuk membangun  rumah untuk Pdt August Theis, mendengar kabar itu Pdt August Theis sangat senang. Pada saat pembangunan rumah itu, Nomensen menyampaikan surat pada tanggal 11 September 1903 yang mengatakan Aguss Theis pindah tugas ke Pulau Nias.

Jadi besok harinya Pdt August Theis pergi ke Tigaras untuk menyampaikan surat itu, dan dia meminta agar pekerjaan di Raya tidak berhenti. Jadi setelah Pdt August Theis kembali, yaitu pada tanggal 17 September 1903, rumah itu sudah selesai dibangun.

Jadi 7 hari lagi Nomensen juga mengirim sebuah surat yang mengatakan: Pdt August Theis tidak jadi pinah ke Pulau Nias, diajak oleh Guru Ambrocius. Jadi dia juga berkata, rumah itu tetap miliki August Theis. Meskipun Pdt August Theis sudah menetap tinggal di Pematangraya, dia juga sering pergi ke Tigaras, karena dia juga sudah memiliki sebuah rumah disana.

Pada bulan November 1903, August Theis pergi ke Toba, lalu sepulang dari sana dia juga pergi ke Sidamanik. Lalu setelah itu dia kembali ke Patang Raya untuk mengadakan pesta hari Natal. Pada tanggal 25 Desember mereka mengadakan hari Natal pertama di Pematangraya.

Setelah 4 bulan pembangunannya, rumah Pdt August Theis itupun  selesai dibangun, rumah itupun dimasuki pada tanggal 24 Januari 1904. Pada tanggal 1 Februari 1904, Guru Ambrocius pun memulai pengajarannya yaitu kepada anak-anak di rumah Raja Raya, dimana murid dari guru itu ada sebanyak 7 orang, yaitu: Ratailam Saragih, Jabi Saragih, Kori Saragih, Sarialam Saragih, Gomok Saragih, Jariaham Saragih. Tidak berapa lama, rumah sekolah itupun pindah ke rumah Atean. Karena semakin banyak murid, rumah sekolah itupun dipindahkan lagi ke Pangulu Balang. Guru juga tambah disana, yaitu Guru Lukkas Hutagalung, Firidolin Silitonga.

Pada bulan itu juga, Buluraya meminta sekolah serta pengajarnya. Pada bulan Juli 1904, seorang pujaan hatinya datang dari  Eropah. Pdt Auguss Theis itu menjemput pujaan hatinya tersebut ke Medan dengan berjalan kaki. Besok harinya mereka pergi ke Pulau Pinang untuk diberkati. Setelah itu mereka pergi ke Pematang Raya dengan berjalan kaki. Jadi pada tanggal 28 Juli 1904 mereka berhenti du Hutailing.

Setelah ia menikah, diapun tidak kenal lelah untuk mengabarkan Injil tuhan dan mendirikan jemaat di pematangraya. Sehingga guru-guru disana juga menjadi bertambah, yaitu: Guru Gidion Gultom dari Rayausang, Andareas Simangunsong dari Buluraya. Juga dimulai di Dologsaribu, Hiteurat, dan Rayapanribuan. Pada tahun 1909 di Pematangraya sudah ada yang dibaptis yaitu pada tanggal 25 Desember 1909, Morharjum Damanik (musa), mereka sekeluarga, jadi mereka yang dibaptis ada 25 orang sekali dibaptis.

Sejak  itu orang yang dibaptis ada setiap tahun. Pada tanggal 10 April 1909, ada surat bahwa yang menjadi guru, yaitu: Kenan Sinaga, Marcius Damanik, Justin Saragih, Jacobus Sinaga, Jacobus Sinaga, Albinus Purba, Ferdinand Saragih, Elias Purba, Herman Purba, Willem Saragih, Zakeus Purba, yaitu murid Domitian Tambunan.

Pada akhir tahun 1915 guru dari depok tamat dari sekolahnya, yaitu Jason Saragih lalu tamat jugalah Wismar Saragih dari sekolahnya yaitu Seminarie Tapanuli. Pada tanggal 7 Maret 1915 mulailah ada yang diberkati. Disamping dari pekabaran Injil, Pdt August Theis juga mengajari masyarakat setempat untuk berladang, memelihara binatang peliharaan, dan menggunakan obat-obatan dari Dokter. Dari permulaan, Domitian langsung mengajar masyarakat untuk belajar bernot kepada pemuda dan anak-anak sekolah.

Dukacita

Meskipun semakin bertambah orang yang percaya kepada Tuhan, tetapi pasti ada juga yang namanya dukacita. Pada tanggal 12 Juni 1909, isteri dari Pdt August Theis meninggal. Mereka berumah Tangga hanya selama 6 tahun. Meskipun dia mengalami dukacita, Pdt. Agus Theis tetap semangat untuk mengabarkan Injil Tuhan.

Setelah Domitian Tambunan pindah, lalu digantikan oleh Willem Hutabarat. Pada akhir tahun 1921, seluruh jemaat Raya sangat sedih karena mendengar berita bahwa Pt. Agus Theis pulang ke Aropah. Pada tanggal 14 April 1921, Pdt. Agus Theis mengucapkan kata-kata perpisahan kepada jemaat di Pematangraya.

Jadi Pdt. H. Guillaume yang datang dari Saribu Dolog datang ke Pematangraya, sekali sebulan. Tapi Pdt. Nomensen sudah membuat suatu peraturan di Jemaat Pematangraya, yaitu membentuk suatu pengurus agama dan sekolah. Jaudin Saragih yaitu Vorzitter, dan Jacobus Sinaga.

Setelah pengurus gereja bertambah, pekabaran Injil di Pematangraya sudah mulai tampak, orang percaya kepada tuhan sudah mulai bertambah. Pada ujung tahun 1926 melaporlah Kerkerad yang dibawakan Ephorus Dr. J. Warneck bersama dengan Pdt. H. Guillaume dari Saribudolog. Maka diputuskan bahwa harus ada guru pembantu yang disuruh menjadi pemimpin guru jemaat yang sekolahnya pernah di tutup, antara lain : Di Bahtonang Marcius Damanik, di Huta Bayu Lamsana Saragih, di Merek Hutadolog Jonas Purba.

Pada tanggal 31 Januari 1926 sampailah Pd. Enos Pasaribu di Pematang Raya. Setelah beberapa lama dia di Pematang Raya semakin banyaklah orang yang dibaptis, dimana pada saat itu ia membaptis 145 orang. Tetapi pada saat itu kaum perempuan tidak banya yang bersekolah. Dibentuklah PA-PA seperti di Sondi Raya 1926. Di Sirpang Dalig Raya Nagatongah, Mangadey dan Hapoltakan yaitu pada tahun 1927.

Pesta Perak

Pada tanggal 2 September 1928 gereja di Pematang Raya telah berusia 25 tahun yang melayani di jemaat ini: Willem Hutabarat, St. Benjamin, St. Paulus Purba, St. Tarianus Purba dan 4 orang lainnya. Jumlah jemaat Kristen pad saat itu 2002 orang. Pesta perak adalah merupakan pesta yang besar di resort raya, sekolah-sekolah dan jemaat-jemaatpun hadir pada pesta ini. Diundang juga ari pihak pemerintahan. Acara ini dilaksanakan di salah satu lapangan di Pematang raya disebabkan karena Gerejanya yang terlalu kecil.

Setelah acara selesai para tamu yang diundang itu berziarah ke kuburan isteri Agus Theis di Pematang Raya. Para pengurus Gereja merencanakan untuk mendirikan suatu Komite yang member nasehat. Setelah beberapa tahun kemudian berdirilah Kongsilaita di Sondi Raya yakni pada tahun 1931. Setelah Willem Hutabarat pindah, maka datanglah Daud Saing. Pada tahun 1929 dibentuklah Volkschool di Pematang Raya yang menjadi Verbolgschool. Datanglah guru Jason Saragih menjadi guru kepala dan dialah yang menjadi Pengantar Jemaat.

Pada tahun 1936 Kerkerad berencana membentuk sebuah Gereja yang besar karena Gereja yang pertama yang telah rusak. Setelah 4 tahun, Gereja yang direncanakan itupun selesai dan diresmikan pada tahun1939. Karena faktor usia dari guru Jason untuk memimpin jemaat, maka Pengantar Jemmat itu digantikan oleh Guru T. Belzazar Sinaga.

Maka bertambah banyaklah kekristenan disana, lalu banyak juga badan-badan pelayanan yang berdiri yang tanpa digaji. Pada tahun 1942 berdirilah suatu perguruan saksi-saksi Kristus yang dipimpin oleh Pdt. J. Wismar Saragih dan berdiri pula Kongsi Bibel Simalungun (Alkitab).

Lalu Voorganger Jemaat Pematang Raya digantikan oleh Rudolf Purba. Maka bertambah banyaklah jemaat pada saat itu. Didirikan juga Sekolah Bibel Vrouw di Pematang Raya, dimana muridnya ada 4 orang, yaitu pada bulan Agustus 1948 yang dididik oleh Pdt. J. Wismar Saragih, Pdt. A. Wilmar Saragih. Dan Loranna Purba. Mereka lulus di bulan Agustus 1949. Setelah itu, semua jemaat yang berada di Simalungun merasa perlu didirikan sekolah Pendeta. Maka pada tanggal 3 September 1930 berdirilah Sekolah Pendeta di Pematang Raya.

Pada saat itu Pdt. A. wilmar Saragih sudah lebih dua tahun berada disini. Salah seorang Pendeta F. Siregar melanjutkan pendidikan ke Jakarta. Tujuh orang yang menjadi murid dari sekolah tersebut ialah Frederik Damanik, Petrus Purba, Mailam Purba, Samulel Dasuha, Bonarcius Saragih, Marinus Girsang, dan Williamer Saragih.Mereka ditahbiskan menjadi Pendeta pada tanggal 28 September 1952.

Pada tahun 1951, jumlah orang Kristen ada sebanyak 1963 orang. Pada tanggal 13 Januari 1952, Sondi Raya memisahkan diri menjadi jemaat tersendiri yang beranggotakan 375 orang. Pada tanggal 5 Oktober 1952, HKBPS berdiri sendiri. Pdt. J. Wismar Saragih pindah ke Pematang Siantar menjadi wakil Ephorus HKBP-Simalungun, dan Pdt. A. Wilmar Saragih menjadi Sekretaris Jenderal HKBPS, dan di Pematang Siantar lah yang menjadi pusat., dan kantor Distrik diganti menjadi Kantor Pusat. Ds. F. Siregar juga pindah ke Seminarie Sipoholon menjadi Guru sekolah Pendeta, jadi Pendeta Jenus Purba lah yang menjadi Pendeta di Pematang Raya yang sebelumnya melayani di Nagoridolog.


Nama-nama Pimpinan Majelis Jemaat GKPS Pamatang Raya 1903: 1.Guru Jason Saragih 1936. 2.Guru T. Belzazar Sinaga-1939. 3.Marif Hasibuan-s/d 1970. 4.St. Gr. Loren Sinaga, BA-1970 s/d 1985.5.St. Rudiman Purba, BA-1985 s/d 1990 PAW. 6.St. Rudiman Purba, BA 1990 s/d 2000.7.St. Drs. Baris Saragih (Ketua/Pengantar Jemaat)-St. Garamen Saragih, BA(Wakil Pengantar Jemaat)-St. Drs. Buahman Saragih(Sekretaris Jemaat)- St. Hortinim Saragih (Bendahara Jemaat)-2000 s/d 2005.8.St. Drs. Baris Saragih (Ketua/Pengantar Jemaat) St. Garamen Saragih, BA(Wakil Pengantar Jemaat) St. Jonni Wanson Purba(Sekretaris Jemaat) St. Drs. Buahman Saragih (Bendahara Jemaat) 2005 s/d 2010.9.St. Jonni Wanson Purba(Ketua/Pengantar Jemaat)St. Japinsen Purba(Wakil Pengantar Jemaat) St. Drs. Sardiaman Sinurat, M.Pd    (Sekretaris Jemaat) St. Drs. Buahman Saragih                 (Bendahara Jemaat). (Berbagai Sumber/Asenk Lee Saragih)

Tidak ada komentar: