Jambi, Beritaku
Perjuangan hidup R Nasution (48) sungguh berat ditanah perantauan di Kota Jambi. Berprofesi sebagai pemanjat kelapa keliling, merupakan pilihan Nasution untuk mencukupi kebutuhan hidup istri dan seorang anaknya bernama Reza Nasution. Profesi yang dilakoni Nasution tergolong unik di Kota Jambi. Pemanjat kelapa keliling, sangat sulit ditemui di Jambi kini.
Kamis (19/9/13) siang, R Nasution tampak tidak mengenakan baju. Dirinya hanya mengenakan celana pendek jeans. Badannya yang berlumuran debu kelapa tak dirasakannya siang itu. Maklum saja, Nasution siang itu sedang menjalankan profesinya sebagai pemanjat kelapa keliling yang sudah digelutinya kurang lebih 15 tahun sejak dirinya ke Jambi 1986 silam.
Siang itu, Nasution meluangkan waktunya bertutur kata dengan Bute Ekspres. Kebun kelapa yang dipanjat Nasution, milik Pak A Roni, pemilik kebun sekaligus rumah kontrakan di Kelurahan Kebun Handil, Kecmatan Jelutung Kota Jambi.
Sembari mengupas kelapa hasil panjatan, Nasution menuturkan pengamalan selama 16 tahun sebagai pemanjat kelapa. Profesi yang digelutinya sekarang lebih baik dari sebelumnya, yakni sebagai buruh bangunan.
“Dulu saya buruh bangunan di Jambi. Namun tenaga yang semakir turun, membuat saya meninggalkan profesi itu. Kalau jadi buruh bangunan, kerjanya dari pagi hari hingga sore. Upahnya Cuma Rp 50 ribu. Sementara upah memanjat kelapa selama tiga jam, bisa mencapai Rp 100 ribu rupiah. Lebih baik menekuni profesi ini, karena pemanjat kelapa jarang di Jambi,”ujar pria asal Padang Sidempuan ini.
Nasution menambahkan, dalam sehari, dirinya bisa menurunkan kelapa lebih dari ribuan butir. Sedangkan masalah upah, yakni bagi hasil dengan sipemilik kebun kelapa. Dari setiap seratus biji kelapa, Nasition mendapat 30 butir kelapa sebagai upah. Kini harga kelapa di Jambi mencapai Rp 2.500 per butir.
“Semua kelapa yang saya panjat, saya yang mengupas dan menjualnya ke toko-toko. Kemudian uang dari hasil penjualan kepala tersebut saya berikan kepada pemilik kebun. Kemudin pemilik kebun memberikan upah dari jumlah kelapa yang dijual,”ujarnya.
Ketika disinggung soal keluarga, Nasution tidak enggan menceritakannya. Dirinya dikarunia anak tiga. Namun anak pertama dan ketiganya meninggal dunia diusia belia karena menderita penyakit muntaber dan demam berdarah. Kini dirinya hanya ditemani seorang istri dan anaknya nomor dua yang kini duduk di bangku SMP PGRI Jambi kelas III.
Nasution mengaku tegar menjalani hidupnya di tanah perantauan. Walaupun sebagai pemanjat kelapa keliling, dirinya tetap bangga sebagai orang Batak yang tidak kenal menyerah dalam mencari nafkah hidup.
Memperjuangkan sekolah anak semata wayangnya, Reza Nasution hingga ke perguruan tinggi, adalah tekad dari R Nasution yang mementingkan pendidikan anak. Sementara dirinya hanya mengeyam lulusan SD kelas dua di Sidempuan sebelum merantau ke Jambi tahun 1986 silam. srg
Perjuangan hidup R Nasution (48) sungguh berat ditanah perantauan di Kota Jambi. Berprofesi sebagai pemanjat kelapa keliling, merupakan pilihan Nasution untuk mencukupi kebutuhan hidup istri dan seorang anaknya bernama Reza Nasution. Profesi yang dilakoni Nasution tergolong unik di Kota Jambi. Pemanjat kelapa keliling, sangat sulit ditemui di Jambi kini.
Kamis (19/9/13) siang, R Nasution tampak tidak mengenakan baju. Dirinya hanya mengenakan celana pendek jeans. Badannya yang berlumuran debu kelapa tak dirasakannya siang itu. Maklum saja, Nasution siang itu sedang menjalankan profesinya sebagai pemanjat kelapa keliling yang sudah digelutinya kurang lebih 15 tahun sejak dirinya ke Jambi 1986 silam.
Siang itu, Nasution meluangkan waktunya bertutur kata dengan Bute Ekspres. Kebun kelapa yang dipanjat Nasution, milik Pak A Roni, pemilik kebun sekaligus rumah kontrakan di Kelurahan Kebun Handil, Kecmatan Jelutung Kota Jambi.
Sembari mengupas kelapa hasil panjatan, Nasution menuturkan pengamalan selama 16 tahun sebagai pemanjat kelapa. Profesi yang digelutinya sekarang lebih baik dari sebelumnya, yakni sebagai buruh bangunan.
“Dulu saya buruh bangunan di Jambi. Namun tenaga yang semakir turun, membuat saya meninggalkan profesi itu. Kalau jadi buruh bangunan, kerjanya dari pagi hari hingga sore. Upahnya Cuma Rp 50 ribu. Sementara upah memanjat kelapa selama tiga jam, bisa mencapai Rp 100 ribu rupiah. Lebih baik menekuni profesi ini, karena pemanjat kelapa jarang di Jambi,”ujar pria asal Padang Sidempuan ini.
Nasution menambahkan, dalam sehari, dirinya bisa menurunkan kelapa lebih dari ribuan butir. Sedangkan masalah upah, yakni bagi hasil dengan sipemilik kebun kelapa. Dari setiap seratus biji kelapa, Nasition mendapat 30 butir kelapa sebagai upah. Kini harga kelapa di Jambi mencapai Rp 2.500 per butir.
“Semua kelapa yang saya panjat, saya yang mengupas dan menjualnya ke toko-toko. Kemudian uang dari hasil penjualan kepala tersebut saya berikan kepada pemilik kebun. Kemudin pemilik kebun memberikan upah dari jumlah kelapa yang dijual,”ujarnya.
Ketika disinggung soal keluarga, Nasution tidak enggan menceritakannya. Dirinya dikarunia anak tiga. Namun anak pertama dan ketiganya meninggal dunia diusia belia karena menderita penyakit muntaber dan demam berdarah. Kini dirinya hanya ditemani seorang istri dan anaknya nomor dua yang kini duduk di bangku SMP PGRI Jambi kelas III.
Nasution mengaku tegar menjalani hidupnya di tanah perantauan. Walaupun sebagai pemanjat kelapa keliling, dirinya tetap bangga sebagai orang Batak yang tidak kenal menyerah dalam mencari nafkah hidup.
Memperjuangkan sekolah anak semata wayangnya, Reza Nasution hingga ke perguruan tinggi, adalah tekad dari R Nasution yang mementingkan pendidikan anak. Sementara dirinya hanya mengeyam lulusan SD kelas dua di Sidempuan sebelum merantau ke Jambi tahun 1986 silam. srg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar