Kamis, 16 April 2015

BI Catat Rate Tetap 7,50 Persen

INFO GRAFIS MONETER.IST BI

JAMBI-Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 April 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 4±1% pada 2015 dan 2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam kisaran 2,5-3% terhadap PDB dalam jangka menengah. 

Bank Indonesia akan terus mewaspadai risiko eksternal dan domestik serta secara konsisten memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, termasuk memperkuat langkah-langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah, guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. 

Selain itu, koordinasi dengan Pemerintah juga terus diperkuat dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta mendorong percepatan reformasi struktural. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia mendukung langkah-langkah Pemerintah memperkuat stabilitas makroekonomi dengan melanjutkan berbagai reformasi struktural, termasuk berbagai langkah perbaikan neraca transaksi berjalan dan percepatan berbagai proyek infrastruktur yang diperlukan dalam mendorong pertumbuhan yang berkesinambungan. 


Demikian dijelaskan Kepala Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi, Aya Sophia dalan surat elektroniknya yang diterima Harian Jambi, Rabu (14/4) sore. Menurutnya, pemulihan ekonomi global terus berlangsung secara lamban, sejalan dengan perbaikan ekonomi AS yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi global tidak sekuat perkiraan sebelumnya. 

Perkembangan ekonomi AS tersebut sebagian dipengaruhi oleh dampak negatif penguatan dolar AS terhadap permintaan ekspornya. Sejalan dengan itu, the Fed merevisi ke bawah proyeksi makroekonomi AS serta mengindikasikan kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate yang lebih kecil dan waktu mulainya yang lebih lambat dari perkiraan awal. 

Disebutkan, sebaliknya, perekonomian Eropa diperkirakan membaik tercermin pada indikator konsumsi dan produksi. Hasil FOMC terakhir dan pembelian aset oleh ECB telah mendorong penurunan yield dan perbaikan arus investasi portfolio di Emerging Markets, termasuk Indonesia. Di kawasan Asia, perekonomian Jepang diperkirakan akan mengalami perbaikan secara moderat sementara perekonomian Tiongkok berada dalam tren melambat akibat investasi yang menurun. Harga komoditas global masih berada pada level yang rendah, meskipun harga minyak dunia sedikit mengalami kenaikan terkait dengan perkembangan geopolitik di Timur Tengah. 

“Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2015 diperkirakan masih moderat dan mulai kembali meningkat pada triwulan II-2015. Konsumsi diperkirakan masih cukup kuat pada triwulan I-2015, sementara ekspor dan investasi mengindikasikan kecenderungan yang melambat. Masih cukup kuatnya konsumsi terutama didorong konsumsi swasta akibat terkendalinya inflasi,” katanya.

Sementara itu, pengeluaran pemerintah yang diharapkan menjadi stimulus pertumbuhan diperkirakan masih tumbuh terbatas sesuai pola realisasinya di awal tahun dan baru akan meningkat mulai triwulan II-2015 dan seterusnya. Di sisi lain, ekspor diperkirakan masih terkontraksi, walaupun mulai mengalami perbaikan, sejalan dengan masih lemahnya harga komoditas dan melambatnya permintaan dunia, khususnya untuk produk manufaktur. 

Pertumbuhan investasi diperkirakan masih tertahan, meskipun akan meningkat pada triwulan II-2015 dan triwulan-triwulan berikutnya seiring dengan semakin meningkatnya belanja modal pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur. Hal ini sejalan dengan pemantauan kemajuan tahapan konstruksi dari berbagai proyek infrastruktur yang ada. Ke depan, terdapat risiko bahwa pertumbuhan ekonomi pada 2015 dapat mengarah ke batas bawah kisaran 5,4-5,8%. Pencapaian tingkat pertumbuhan tersebut akan dipengaruhi seberapa besar dan cepat realisasi berbagai proyek infrastruktur yang direncanakan Pemerintah, selain konsumsi yang tetap kuat dan ekspor yang secara gradual akan membaik. 

Aya Sophia menjelaskan, Neraca perdagangan pada Maret 2015 diperkirakan kembali mencatat surplus, terutama didorong oleh surplus non-migas. Pada Maret 2015, surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan meningkat dibandingkan pencapaian surplus pada bulan sebelumnya, terutama ditopang oleh surplus neraca non-migas. 

Sementara itu, pada periode Januari-Maret 2015 defisit neraca migas mengalami penurunan sebagai implikasi dari reformasi subsidi yang ditempuh Pemerintah. Bank Indonesia meyakini surplus neraca perdagangan pada Januari-Maret 2015 ini sesuai dengan prakiraan defisit transaksi berjalan triwulan I 2015 yang akan jauh lebih rendah dari triwulan IV 2014. 

Dari neraca finansial, meskipun aliran modal masuk asing mengalami tekanan pada bulan Maret akibat meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global, secara akumulatif aliran masuk portfolio asing ke pasar keuangan Indonesia hingga Maret 2015 mencapai 3,5 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir Maret 2015 tercatat sebesar 111,6 miliar dolar AS, setara dengan 6,9 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

Nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi seiring penguatan dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Pada Maret 2015, secara rata-rata Rupiah melemah 2,37% (mtm) ke level Rp13.066 per dolar AS. Secara point to point, Rupiah terdepresiasi 1,14% dan ditutup di level Rp13.074 per dolar AS. Meskipun melemah, depresiasi Rupiah lebih terbatas dibandingkan pelemahan mata uang negara emerging market lainnya. 

“Tekanan terhadap Rupiah mereda dan mengalami apresiasi sejak pertengahan bulan Maret pasca pertemuan FOMC dengan pernyataannya yang cenderung dovish serta upaya stabilisasi nilai tukar Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan aliran masuk portfolio asing ke Indonesia yang kembali meningkat pada April 2015 paska pengumuman hasil FOMC dan pembelian aset oleh ECB. Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai kondisi fundamentalnya,” kata Aya Sophia.

Kata Aya Sophia, inflasi pada Maret 2015 tetap terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi 2015 yakni 4,0±1%. Setelah mengalami deflasi pada dua bulan pertama 2015, inflasi bulan Maret tercatat sebesar 0,17% (mtm) atau 6,38% (yoy) yang bersumber dari kelompok administered price. Meski demikian, secara umum inflasi pada bulan Maret terkendali, ditopang oleh kelompok volatile food yang masih mengalami deflasi dan inflasi inti yang melambat. Dijelaskan, inflasi administered prices meningkat didorong oleh kenaikan harga bensin premium, solar, LPG 12 kg, serta harga bensin pertamax, seiring dengan kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Sementara itu, volatile food mengalami deflasi, ditopang membaiknya pasokan bahan pangan, termasuk beras yang mulai memasuki musim panen. 

“Di sisi lain, perkembangan inflasi inti menurun dari bulan lalu (0,34%, mtm) menjadi 0,29% (mtm) atau 5,04% (yoy), seiring permintaan domestik yang masih moderat dan ekspektasi inflasi yang terkendali serta penurunan harga komoditas global nonminyak. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai faktor risiko yang dapat mempengaruhi inflasi, terutama terkait dengan perkembangan harga minyak dunia, dampak pelemahan nilai tukar Rupiah, kemungkinan penyesuaian administered prices, dan pasokan bahan pangan. Dalam rangka menjaga inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, Bank Indonesia senantiasa memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah,” ujar Aya Sophia.

Stabilitas sistem keuangan tetap solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang kuat. Pada Februari 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, sebesar 21,3%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. 

Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,0%. Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat 12,2% (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 11,5% (yoy). 

Sedangkan kondisi likuiditas perbankan lebih dari memadai seperti tercermin pada pertumbuhan DPK pada Februari 2015 tercatat sebesar 15,2% (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 14,2% (yoy). Bank Indonesia memandang bahwa pertumbuhan kredit akan meningkat mulai triwulan II-2015 dan seterusnya, sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan kondisi likuiditas perbankan yang memadai. 

“Secara keseluruhan pada tahun 2015 pertumbuhan DPK dan kredit diperkirakan akan meningkat sehingga mencapai, masing-masing, sebesar 14-16% dan 15-17%. Untuk mendukung pencapaian tersebut, Bank Indonesia akan segera mengkomunikasikan kebijakan makroprudensial yang lebih akomodatif,” ujar Aya Sophia.

Hal itu, antara lain, dilakukan melalui (i) perluasan cakupan definisi simpanan dengan memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan LDR dalam kebijakan GWM-LDR, (ii) pemberian insentif berupa pelonggaran batas atas LDR bagi bank yang telah memenuhi kewajiban penyaluran kredit ke UMKM secara lebih awal. Di sisi lain, kinerja pasar modal juga membaik, tercermin pada IHSG yang masih berada dalam tren meningkat. (Lee)


Tidak ada komentar: