Minggu, 25 April 2010

Perambah Hutan, Bajingan yang Harus Diberantas

Hutan Jambi Rusak 871.776 Hektare

Jambi, BATAKPOS

Pelaku perambah hutan yang terjadi selama ini di Indonesia merupakan bajingan yang harus diberantas hingga ke akar-karnya. Komitmen aparat hukum dan pejabat didaerah dibutuhkan dalam pemberantasan pelaku perambah hutan.

Peran aktif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sangat dibutuhkan dalam melestarikan hutan dari tangan-tangan bajingan perambah hutan. Namun kini DPR dinilai belum berkomitmen dalam memberi pengawasan guna pelestarian lingkungan di daerah.

Aparat terkait bersama dewan masih lamban dalam melakukan pengawasan terhadap pelestarian hutan dan lahan yang masih dieksploitasi oleh pengusaha-pengusaha besar.

Diera otonomi daerah saat ini komitmen dewan serta pejabat di daerah dalam pengawasan sangat dibutuhkan guna meminimalisir perusakan hutan dan lahan oleh perusahaan eskplorasi seperti tambang batu bara serta perusahaan perkebunan skala besar.

Hal tersebut dijelaskan Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Emisi, Prof Dr H Emil Salim di Jambi diselasela acara Lokakarya dengan Thema ”Pesan dari kampung untuk masyarakat global dalam menghadapi perubahan iklim” di Ruang Pola Bappeda Provinsi Jambi, Kamis (8/4) lalu.

Menurut mantan Menteri Lingkungan Hidup era Orde Baru ini, kurangnya pengawasan terhadap industri di daerah seperti batubara dan perkebunan, sehingga merajalelanya perambahan hutan dan maraknya industri tambang yang mencemari lingkungan.

Emil Salim menegaskan, pejabat didaerah kurang dalam menindak para pelaku perusak lingkungan. Penegak hukum di daerah juga dinilai kurang proaktif dalam menindak penjahat lingkungan.

Disebutkan, berdasarkan perhitungan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Provinsi Jambi menyumbang emisi sebesar 57 juta ton karbon emisi di tahun 2005. Jika tidak ada upaya menguranginya, dikhawatirkan pada tahun 2030 akan meningkat sebesar 74 juta ton karbon emisi.

Direktur Komunitas Konservasi Indonesia-Warung Informasi Konservasi (KKI - Warsi) Jambi Rachmat Hidayat, Rabu (20/4) mengatakan, pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reduce Emission from Deforestation and Forest Degradation-REDD) akan diimplementasikan di daerah.

Disebutkan, dampak perubahan iklim terhadap masyarakat adat/lokal yakni terjadinya banjir besar, angin puting beliung, gelombang badai, tanah longsor, hilangnya persedian dan sumber air, meningkatnya hama dan penyakit, rusaknya infrastruktur.

Selain itu juga mengakibatkan hilangnya pengetahuan serta teknologi lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan hilangnya sumber hidup dan penghidupan.

Menurut Rakhmat Hidayat, persoalan bencana ekologis yang semakin mengkwatirkan yakni perambahan hutan, serta pembuangan limbah cair kesungai oleh sejumlah perusahaan.

”Sikap untuk morotorium illegal logging, illegal burning dan ilegal tailing, mendorong pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) berbasiskan masyarakat lokal, adanya transparansi informasi seluruh kebijakan dan program yang menyangkut kepentingan rakyat,”ujarnya.

Hutan Jambi Rusak 871.776 Hektare

Menurut Rachmat Hidayat, luas hutan di Jambi yang kini rusak total mencapai 871.776 hektare (ha). Kerusakan hutan itu mencapai 40 persen dari sekitar 2,2 juta ha luas hutan di daerah itu.

Lahan kritis karena penggundulan hutan di Provinsi Jambi yang perlu diselamatkan saat ini mencapai 1,1 juta ha. Lahan kritis itu terdapat di kawasan hutan sekitar seluas 971.049 ha di luar kawasan hutan sekitar seluas 140.101 ha. Luas kawasan hutan yang perlu diselamatkan di daerah itu mencapai 2,1 juta ha.

Pemicu tingginya degradasi hutan di daerah itu selama ini antara lain pembalakan liar, eksploitasi hutan oleh perusahaan hak pengusahaan hutan dan hutan tanaman industri (HPH/HTI), pemberian izin pemanfaatan kayu rakyat (IPKR), pembangunan perkebunan kelapa sawit dan pembangunan transmigrasi.

Kerusakan hutan sekarang ini semakin parah karena areal hutan yang pernah dieksploitasi habis-habisan oleh perusahaan HPH/HTI banyak yang ditelantarkan. Hutan bekas areal HPH tersebut menjadi sasaran perambah hutan dan penggarap lahan. Hutan bekas perusahaan HPH tersebut dihabiskan kayunya, lalu dibangun menjadi kebun sawit.

Program Hutan Desa

Solusi paling tepat menyelamatkan hutan Jambi dari kehancuran saat ini, hanya ada dua, yakni pembangunan hutan desa dan hutan tanaman rakyat (HTR). Pembangunan hutan desa memberikan kesempatan kepada warga desa memanfaatkan hasil hutan nonkayu dari areal hutan di sekitar desa mereka tanpa merusak hutan.

Hutan yang bisa dijadikan hutan desa, yaitu hutan produksi yang belum dikuasai perusahaan, hutan lindung dan taman hutan raya (tahura). Melalui pembangunan hutan desa ini, warga desa dapat menjaga hutan agar tidak ditebang oleh siapa pun dan untuk kepentingan apa pun.

Penyelamatan hutan melalui pembangunan hutan desa ini sudah dibuktikan warga Desa Lubuk Beringin, Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi. Sekitar 2.356 ha areal hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur yang masuk wilayah adminsitratif desa mereka hingga kini masih perawan. Mereka melindungi hutan tersebut dengan memberlakukan hukum adat.

Mata air yang mengalir dari hutan itu menjadi andalan mereka mengairi sawah sekitar 100 hektare dan keperluan hidup sehari-hari. Kemudian air terjun yang ada di hutan itu juga menjadi sumber penggerak pembangkit listrik tenaga air berkapasitas 10 kilowatt (KW).

Kehadiran pembangkit listrik itu tiga tahun ini mampu menghidupkan suasana malam bagi 85 keluarga warga desa itu. Warga desa tersebut sudah bisa menonton televisi pakai parabola, sehingga tak ketinggalan informasi.

Menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Budidaya, melihat besarnya manfaat pembangunan HTR untuk memulihkan kerusakan hutan dan mengatasi kemiskinan penduduk sekitar hutan, pihaknya mencanangkan program pembangunan HTR.

Dijelaskan, pembangunan HTR di Jambi yang dimulai tahun 2008 mencapai 82.000 ha. Pembangunan HTR itu diharapkan tuntas tahun 2011. Dana yang disiapkan untuk pembangunan HTR itu sebesar Rp 15 miliar per tahun.

Sekitar 41.000 ha areal HTR itu diambil alih dari areal hutan tanaman industri (HTI) perusahaan PT Wirakarya Sakti (WKS). Sedangkan, sekitar 41.000 ha lagi merupakan bekas areal hak pengusahaan hutan (HPH) yang sudah lama terlantar.

Budidaya mengatakan, pembangunan di Jambi diharapkan mampu memberikan sumber penghidupan kepada 20.000 keluarga sekitar hutan agar mereka tidak melakukan pembalakan liar.

Saat ini sudah dilakukan pembibitan sekitar 200.000 batang kayu jelutung di Jambi. Tambahan bibit kayu jelutung didatangkan dari Institut Pertanian Bogor.

Pembangunan HTR di Jambi itu diyakini tidak mengalami kegagalan seperti program penghijauan atau gerakan nasional menanam hutan. Warga masyarakat sekitar hutan di Jambi cukup antusias mengikuti program HTR itu karena mereka melihat manfaatnya besar menopang ekonomi keluarga.

One Men One Tree

"Semangat menanam pohon dan pelestarian hutan harus terus kita kobarkan. Semangat itu tentunya harus kita mulai dari diri sendiri, dari jajaran instansi yang menangani pembangunan hutan ini. Kalau jajaran dinas kehutanan saja tak semangat melestarikan lingkungan, bagaimana bisa kita harapkan masyarakat peduli lingkungan," kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Budidaya di Jambi, Rabu (20/4).

Penanaman pohon perlu dilakukan secara berkesinambungan di daerah yang kondisi hutannya sangat kritis. Penanaman pohon tersebut tidak hanya mengandalkan pemerintah, tetapi juga harus didukung segenap lapisan masyarakat.

Peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat di Jambi menanam pohon merupakan salah satu senjata ampuh mengatasi kerusakan hutan. Sikap apatis segenap komponen masyarakat dalam pemulihan kerusakan hutan akan mengakibatkan semakin parahnya kerusakan hutan di Jambi. Hal inilah yang terjadi selama ini.

Hutan Jambi yang selama ini dikenal sebagai paru-paru dunia kini sudah porak-poranda karena pemulihan hutan hanya mengandalkan pemerintah. Sedangkan masyarakat, oknum-oknum aparat dinas terkait, dan pengusaha hanya tahu menebang hutan. Ancaman kepunahan hutan di Jambi tampak dari kondisi dan laju kerusakan hutan selama ini.

Komitmen Bupati

Para bupati di Provinsi Jambi dinilai kurang serius menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman (IUPHHK-HTR) kepada petani di Provinsi Jambi. Dari 38.963 hektar luas pencadangan HTR di Provinsi Jambi, baru 3.388,92 hektar yang telah memiliki ijin.

Jumlah lahan HTR yang telah memiliki ijin itu terdapat di Kabupaten Sarolangun 4 SK IUPHHK-HTR dengan luas 44 hektar dan Kabupaten Tebo 11 IUPHHK-HTR dengan luas 3.305,27 hektar.

Pencadangan HTDR di Provinsi Jambi terdapat di Kabupaten Muarojambi 668 hektar, Sarolangun 18.840 hektar, Tanjung Jabung Barat 2.280 hektar, Tebo 11.050 hektar dan Kabupaten Batanghari 6.125 hektar.

Demikian sambutan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Ir H. Budidaya M For Sc pada dialog dengan Pejabat Pusat Informasi Kehutanan Kementerian Kehutanan dan wartawan di Hotel Royal Garden Jambi, Rabu (31/3) lalu.

Pihaknya juga meminta agar pejabat didaerah yang terlibat dalam kepengurusan ijin HTR tersebut agar serius dalam mengurusi ijin tersebut. “HTR ini program yang membantu para petani, jadi para pejabat di daerah harus pro HTR,”katanya.

Dikatakan, sejumlah bupati di Jambi terkesan mempersulit kepengurusan ijin HTR kepada petani karena sibuk mencalonkan diri Pemilihan Gubernur Jambi Juni 2010 mendatang. Setidaknya ada lima bupati yang maju pada Pilkada tersebut.

Menurut Budidaya, pada APBD 2009 Pemerintah Provinsi Jambi mengalokasikan dana Rp 4,5 miliar untuk modal petani kelola HTR. Namun karena petani sulit memperolah ijin HTR, dana tersebut dialihkan untuk Pilkada Gubernur Jambi Juni 2010. rosenman manihuruk

Terbesar : Penangkapan 9.374,674 meter kubik(M3) kayu berbagai jenis di Desa Rantau Pandan, Bungo yang ditangkap Polda Jambi Agustus 2007 lalu, merupakan kasus terbesar kurun waktu empat tahun terakhir. Pada kasus ini Syofiuddin Achmad alias Bidin (51), Direktur CV Beruang Putih (BP) yang juga adik kandung Bupati Bungo Zulfikar Achmad ditetapkan sebagai terdakwa.

Tidak ada komentar: