Jumat, 30 September 2016

KPK Tetapkan Mantan Pj Gubernur Jambi Tersangka Korupsi

Sekda Provinsi Jambi Ridham Priskab dan Istri, Kapolda JambiBrigjen Pol. Drs. Lutfi Lubihanto, MM, Rektor UNJA Dr Aulia Tasman, Wakil Walikota Jambi H Abdullah Sani dan sejumlah pejabat SKPD Setda Provinsi Jambi saat menyambut Penjabat Gubernur Jambi Dr.Ir.Irman M.Si dan Istri  Aslinah Irman di VIP Bandara Suntan Thaha Jambi, Kamis 6 Agustus 2015 Pukul 12.15 WIB. Foto-Foto Asenk Lee Saragih.
BERITAKU-KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman, yang juga mantan Pj Gubernur Jambi sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan KTP elektronik (e-KTP) di tahun 2011-2012.(Irman Resmi Jadi Penjabat Gubernur Jambi)


  "Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau disebut KTP elektronik 2011-2012 pada Kemendari, penyidik KPK menemukan 2 alat bukti yang cukup untuk menetapkan IR (Irman) Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendgari sebagai tersangka," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Irman disangkakan pasal ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.(Penjabat Gubernur Jambi Irman Berpamitan)
    
"Tersangka IR sebagai mantan Plt Dirjen Dukcapil Kemendgari atau selaku Dirjen Dukcapil Kemendagri bersama kawan-kawan dan tersangka S (Sugiarto), diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi terkait pengadaan paket penerapan e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri dengan nilai total proyek Rp6 triliun," ungkap Yuyuk.

Menurut Yuyuk, Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).

"Dugaannya melakukan perbuatan hukum menyalahgunakan kewenangan semacam 'mark up' oleh pejabat yang bersangkutan," tambah Yuyuk. KPK juga masih mendalami keterlibatan pihak-pihak lain yang diduga terkait kasus ini.

"Penetapan tersangka bukan akhir kasus ini dan masih banyak saksi-saksi yang akan digali dari banyak pihak dan memiliki keterangan, jadi memang untuk melengkapi berkas masih perlu waktu lagi," tegas Yuyuk.

Selain Irman, KPK sudah menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto sebagai tersangka dalam kasus ini sejak 22 April 2014 lalu.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin, melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek E-KTP, dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.

Dalam dokumen yang dibawa Elza tampak bagan yang menunjukkan hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi proyek KTP elektronik.

Pihak-pihak yang tampak dalam dokumen Elza, yaitu Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.
    
Kotak bagan "Boss Proyek e-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Mathias Mekeng USD 500ribu, (2) Olly Dondo Kambe USD 1 juta, dan (3) Mirwan Amir USD 500 ribu.

Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap USD 500ribu, (2) Ganjar Pranowo USD 500ribu, dan (3) Arief Wibowo USD 500ribu.

Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).

Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.

Pembagian tugasnya adalah PT PNRI mencetak blangko E-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkan keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko E-KTP dan personalisasi dari PNRI.

PT. Quadra disebut Nazar dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Irman punya permasalahan dengan Badan Pemeriksa Keuangan. PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka teman Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium.

Program E-KTP ini secara nasional dilaksanakan dalam dua tahap yakni pada 2011 dan 2012. Tahap pertama dilaksanakan di 197 kabupaten/kota dengan targer 67 juta penduduk telah memiliki KTP elektronik. Namun, pada pelaksanaannya, terdapat masalah terkait ketersediaan dan distribusi perangkat yang dibutuhkan. (Ant/Lee)

Kronologi Kasus Dimas Kanjeng, Pimpinan Padepokan "Bank Gaib" yang Menghabisi Santrinya


Dimas Kanjeng Taat Pribadi (49), yang lahir pada 28 April 1970 mengaku pernah menempuh pendidikan di bangku kuliah di Malang, namun drop out. Ia yang semula bernama asli Taat Pribadi itu mengaku memiliki ilmu ‘mendatangkan’ uang secara gaib dari gurunya, Kiai (Abah) Ilyas dari Mojokerto yang baru meninggal 10 Juli 2009 lalu. Kendati Dimas Kanjeng bukan ‘murid’ terbaik Abah Ilyas namun karena tidak pernah membantah, maka ia memperoleh ilmu gaib menggandakan uang dari gurunya. FOTO IST

BERITAKU-Probolinggo - Dimas Kanjeng mengaku sebagai anak seorang mantan pejabat tingkat kecamatan yang bukan dari keturunan raja. Namun melalui Padepokan Dimas Kanjeng yang mengambil model mirip pesantren namun nyeleneh yang ia dirikan sejak 2010 di Dusun Sumber Cengkelek RT-22/RW-08 Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, mengajarkan hal-hal yang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Probolinggo dinilai sebagai musrik di tengah-tengah prosesi ritual yang tidak masuk akal.

Dari informasi yang dilansir portal Nasional, salah satu hal yang aneh itu antara lain, para pengikutnya ("santri") diminta membayar uang mahar sebagai pancingan untuk digandakan secara gaib menjadi 1.000 kali. Padepokan yang ia dirikan selain dijadikan sebagai ‘bank gaib’ juga tempat pengajian. 

Namun demikian ada perintah yang nyeleneh dari Dimas Kanjeng yang memerintahkan santrinya untuk berburu ayam hutan di Gunung Semeru tanpa memakai alat. Menangkap sedikitnya 200 ekor udang di petilasan Gajahmada, juga wajib membeli seutas benang sepanjang 15 sentimeter yang disebut sebagai ‘Tali Ali Baba’ seharga Rp 200.000.

Menurut Dimas Kanjeng, hal-hal tersebut merupakan bagian dari ritual untuk nantinya akan mendapatkan kantong gaib dari Yang Maha Kuasa dan mampu mengeluarkan uang dalam jumlah tak terbatas. 

Runyamnya lagi, Dimas Kanjeng juga mewajibkan santrinya ikut pengajian pada setiap Kamis malam di rumah para ‘Sultan’ (koodinator pengepul mahar) agar menjadi sosok santri yang sabar, nrimo dan ikhlas.

Kebohongan demi kebohongan yang ditebar Dimas Kanjeng sejak Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo yang dibangun tahun 2010 itulah, oleh dua orang ‘Sultan’ (Hidayah Ismail dan Abdul Gani) yang gerah karena terus-menerus ditagih ‘santri’ yang mereka koordinir dengan uang mahar bernilai puluhan miliar, tidak juga berhasil digandakan dan bahkan uang mahar itu tidak juga dikembalikan utuh. Mereka kemudian mengancam akan membongkar aksi Dimas Kanjeng yang berkedok sebagai Pimpinan Padepokan ‘Bank Gaib’ Dimas Kanjeng ke polisi.

Harus Dilenyapkan

Sekitar tahun 1994 Dimas Kanjeng menikahi Rahma Hidayati yang juga murid kinasih Abah Ilyas yang kebetulan tetangga Dimas Kanjeng di Probolinggo. Bahkan keluarga Rahma yang tergolong kaya itu ‘menghibahkan’ tanahnya seluas dua hektar kepada Dimas Kanjeng yang kemudian menurunkan tiga orang anak, di antaranya dua anak kembar, Radery dan Radeni dan Sariwul Wahida. Dalam beberapa tahun kemudian, pengikut Dimas Kanjeng meningkat drastis dari puluhan menjadi ribuan orang ‘santri’. FOTO IST
“Mereka harus dilenyapkan karena membahayakan kelangsungan padepokan,” ujar Dimas Kanjeng Taat Pribadi ketika memerintahkan kesembilan orang pengawal pribadinya (centengnya) untuk menghabisi dua orang koordinator pengepul pemasang uang mahar (disebut ‘santri’) untuk dilipatgandakan menjadi 1.000 kali dari uang mahar yang diserahkan para ‘santri’-nya. Kedua koordinator itu bernama Hidayah Ismail asal Situbondo dan Abdul Gani asal Probolinggo, harus dihabisi karena mengancam akan membongkar kedok tipu-tipu Dimas Kanjeng Taat Pribadi ke Polisi.

Mulanya kedua korban bersedia menjadi koordinator pengepul para ‘santri’ karena selain dijanjikan akan dibantu dana miliaran rupiah untuk memajukan usaha atau bisnisnya, juga sekaligus dijanjikan akan diangkat sebagai Sultan. 

Sebab, Dimas Kanjeng sendiri (baru saja) dinobatkan oleh Koordinator Raja-raja se-Nusantara dalam prosesi Jumenengan (penobatan) yang meriah dan fantastis sebagai Raja Probolinggo dan sekitarnya, dengan gelar Sri Raja Prabu Rajasa Nagara, 11 Januari 2016 baru lalu.

Dimas Kanjeng melalui kaki tangannya, pada Februari 2016 kemudian membujuk korban datang ke padepokan yang berada di areal seluas dua kali lapangan sepakbola, guna menerima dana bantuan sebesar Rp 20 miliar. 

Karena menolak datang ke padepokan, sembilan centeng Dimas Kanjeng menculik Hidayah Ismail dan dibunuh secara keji oleh para tersangka. Leher korban dijerat tali dan kedua tangan terikat kebelakang dengan kepala dibungkus tas plastik kresek.

Mayat korban kemudian dimasukkan ke dalam mobil dan dikubur secara terburu-buru di kawasan hutan Tegalsiwalan, Situbondo dan kedalaman liang lahat kurang dari setengah meter. 

Oleh karenanya, mayat korban yang sejak semula dipastikan polisi sebagai korban pembunuhan itu kemudian dibongkar sekelompok anjing dan ditemukan penduduk setempat. Namun karena tidak ada yang mengenalinya, maka korban diidentifikasi sebagai Mr X.

Korban kedua Abul Gani, yang dalam kesehariannya dikenal sebagai pedagang perhiasan emas dan batu permata asal Desa Semampir, Kraksaan, Kabupaten Probolinggo dihabisi kesembilan orang (tersangka) centeng Dimas Kanjeng Taat Pribadi pada awal Juli 2016 dengan modus operandi yang sama dengan korban Hidayah Ismail. Hanya saja untuk menghilangkan jejak kejahatan mereka, mayat korban justru diangkut mobil dan dibuang begitu saja di bawah jembatan Waduk Gajahmungkur, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengan (Jateng).

“Modusnya sama dengan korban Hidayah Ismail. Leher korban dijerat tali, kedua tangannya diikat ke belakang dan kepalanya dibungkus tas plastik kresek. Identitas korban tidak ditemukan, sehingga diidentifikasi sebagai Mr X,” ujar Kapolda Jatim Irjen Pol Drs Anton Setiadi dalam percakapan dengan wartawan, Kamis (28/9) sore. Kedua kasus penemuan mayat Mr X itu berhasil dikenali setelah diusut dengan teliti oleh Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim melalui tes DNA.

“Dari penelusuran modus operandi dan ciri-ciri yang ada, penemuan mayat di Gajahmungkur, Wonogiri akhirnya identik pula dengan penemuan mayat di hutan Tegalsiwalan, Situbondo. Setelah melalui tes DNA, kedua korban diketahui identitasnya,” ujar Kapolda Jatim lagi sambil menambahkan, petugas Jantaras Ditreskrimum Polda Jatim kemudian langsung menangkap enam orang (tiga orang masih buron) centeng Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Dalam pemeriksaan, mereka mengaku sebagai tersangka pelaku yang taat atas perintah majikannya selaku pimpinan padepokan.

Menurut Kapolda, tersangka Dimas Kanjeng Taat Pribadi mengakui keterlibatannya dalam pembunuhan terhadap Hidayah Ismail dan Abdul Gani. Motif dari pembunuhan itu sendiri dilatarbelakangi ketakutan tersangka terhadap kedua korban karena kedua santrinya (Hidayah Ismail dan Abdul Gani) adalah koordinator pengepul uang mahar yang akan digandakan oleh tersangka. Sebagai pengepul, mereka bertanggung jawab terhadap uang orang lain yang dibawa untuk digandakan.

Untuk indikasi korban lain yang mungkin terkait dengan Dimas Kanjeng, menurut Irjen Pol Anton Setiadai hal itu masih dalam penyelidikan. “Memang, di Jatim sering kita temukan mayat tak dikenal. Juga akan kita gali sekitar pedepokan yang mungkin dijadikan tempat penguburan para korban lainnya. Ada banyak bungker di kawasan padepokan itu, termasuk dijadikan sebagai tempat penyimpanan uang,” ujar Anton Setiadi, seperti dikutip dari salah satu portal Nasional.

Pada bagian lain Kapolda Jatim membenarkan, pihaknya kini meminta bantuan tim ahli dari Bank Indonesia (BI) guna meneliti uang yang tersimpan di bungker-bungker padepokan, apakah asli atau palsu. Dalam pemeriksaan terungkap, ada indikasi uang yang notabene digandakan disimpan tersangka ke salah seorang di Jakarta. Jumlah uang yang ada itu diakui Irjen Pol Anton Setiadi cukup fantastis yakni mencapai angka Rp 1 triliun.

Tersangka yang mengaku sebagai otak pembunuhan, bakal dijerat pelanggaran Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan yang direncanakan (moord) dengan ancaman hukuman mati, atau seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara. 

Bayar Desersi Rp 40 Juta

Demikian pula, kekayaan Dimas Kanjeng yang diperoleh dari mahar (memakai banyak istilah) para santrinya yang ingin menggandakan uangnya menjadi 1.000 kali dari jumlah yang disetorkan itu, menjadikan Dimas Kanjeng mampu memperluas padepokannya di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jatim, hingga menjadi tujuh hektar. Taat Pribadi yang kemudian menambah namanya dengan Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu merupakan anak kelima dari enam bersaudara. FOTO IST
Sementara Jajaran Ditreskrimum Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur melimpahkan berkas acara pemeriksaan atau BAP kasus pembunuhan dengan empat tersangka yang diduga kuat menerima perintah dari pemimpin Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo, Jawa Timur, Taat Pribadi (46), ke Kejati Jatim di Surabaya, Kamis.

"Berkas dan keempat tersangka itu kami limpahkan ke Kejati Jatim. Ada dua kasus pembunuhan yang melibatkan pemimpin Dimas Kanjeng itu, yakni korban Abdul Gani dan Ismail Hidayat. Kami (Polda Jatim) tangani kasus pembunuhan dengan korban Abdul Gani," kata Kasubdit III/Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Taufik Herdiansyah, seperti dilansir www.detik.com.

Didampingi staf Bidang Humas Polda Jatim, ia menjelaskan kasus pembunuhan dengan korban Ismail Hidayat ditangani oleh Polres Probolinggo dan kasusnya juga sudah dilimpahkan ke Kejari Probolinggo.

"Untuk kedua kasus pembunuhan itu memang ada tersangka yang sama," katanya.

Menurut dia, Abdul Gani dibunuh di Probolinggo pada 13 April 2016, sedangkan Ismail Hidayah dibunuh pada setahun sebelumnya, yakni 2 Februari 2015.

"Mayat Abdul Gani ditemukan selang sehari sesudah dibunuh, yakni 14 April 2016, lalu kami menyelidiki kasus itu pada Mei, Juni, Juli hingga terungkap pada September ini," katanya.

Ia mengatakan jenazah Abdul Gani ditemukan di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah. "Para pelaku pembunuhan Abdul Gani mengaku korban dibuang ke Wonogiri untuk menghilangkan jejak, karena korban Ismail Hidayat yang dibunuh sebelumnya dan dikubur di Probolinggo bisa ketahuan," katanya.

Ditanya motif pembunuhan Abdul Gani, ia mengatakan korban merupakan Ketua Yayasan Padepokan yang dipimpin Dimas Kanjeng itu, namun korban tidak aktif dan sering menjelek-jelekkan Taat Pribadi di luar padepokan dan korban diduga menghambat usaha padepokan dengan menyelewengkan uang.

"Korban sering menjelek-jelekkan pemimpin Dimas Kanjeng di luar padepokan dengan menyebutkan uang Taat Pribadi itu banyak, tapi tidak diberikan kepada orang yang meminjamkan uang itu untuk digandakannya. 'Kalau uangnya ada, kenapa tidak diberikan saja', begitu kata korban kepada orang lain," katanya.

Namun, pihaknya juga menduga motif lain, karena tanggal pembunuhan (13/4) itu merupakan tanggal sedianya korban menjalani penipuan yang dilakukan Taat Pribadi di Mabes Polri atas pengaduan korban penipuan dengan tujuan penggandaan uang itu.

Mantan Oknum Perwira

Mengenai keterlibatan tersangka Taat Pribadi dalam kasus pembunuhan Abdul Gani itu, Taufik mengatakan keempat pelaku yang sebagian di antaranya merupakan mantan perwira menengah TNI yang disersi itu membunuh korban Abdul Gani dengan perintah Taat Pribadi yang dibayar Rp 320 juta untuk sembilan pelaku yang masing-masing menerima Rp 30 juta hingga Rp 40 juta.

"Ada sembilan pelaku dalam kasus pembunuhan Abdul Gani itu, tapi kami baru menangkap empat pelaku, sedangkan empat pelaku masih buron dan satu pelaku menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Ismail Hidayat yang ditangani Polres Probolinggo. Kesembilan pelaku adalah WD, WW, KD, BR, RD, AS, MY, EY, dan AP," katanya.

Dalam pengakuan keempat tersangka itu, mereka berbagi peran yakni pengatur strategi, memimpin eksekusi, koordinator pembuangan, dan pembantu umum yang membungkus jenazah dan memasukkan ke dalam mobil boks serta membuangnya ke jurang di Gajah Mungkur itu.

"Karena itu, kami menyita sejumlah barang bukti berupa jerat tali untuk membunuh korban, kantong kresek untuk membekap kepala korban, kendaraan korban dan kendaraan pelaku untuk membuang ke jurang, dan uang sisa untuk bayaran pembunuhan senilai Rp 9 juta," katanya.

Ia menambahkan para pelaku dijerat dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 3378 KUHP juncto Pasal 55 KUHP. "Para pelaku merupakan anggota Tim Pelindung yang selama ini menjadi orang-orang kepercayaan pimpinan padepokan itu," katanya.

Sementara itu, pemimpin Padepokan "Dimas Kanjeng" di Probolinggo, Jawa Timur, Taat Pribadi, saat "dipertemukan" dengan wartawan berjanji akan mengembalikan uang milik korban. "Saya kembalikan (uangnya) kalau diminta," katanya, singkat.

Secara terpisah, Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes RP Argo Yuwono menegaskan selain terlibat kasus pembunuhan, Dimas Kanjeng juga dilaporkan tentang penipuan senilai miliaran rupiah.
"Ada dua korban penipuan Dimas Kanjeng yang sudah lapor. Satu korban penipuan lapor di Mabes Polri dan yang satu lagi pelapor atas nama Suprayitno yang melapor ke Polda. Nilai penipuan itu Rp 830 juta dan Rp 1,5 miliar," katanya. (Berbagai Sumber/Srg)

 
Cerita Istri Kedua Abdul Gani Mengenang Suaminya Dibunuh Anak Buah Kanjeng Dimas
 
Dikaitkan dengan Dimas Kanjeng, Ini Kata ICMI
 
Jimly Asshiddiqie (Antara/Yudhi Mahatma)




Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) akhirnya buka suara terkait kasus Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang melibatkan salah satu tokohnya Mahwah Daud. ICMI mengimbau segenap anggota serta semua kaum ilmuwan dan cerdik cendekia muslim, agar sungguh-sungguh menjadi teladan untuk pencerahan umat.

“Kepada para ilmuwan dan cerdik cendekia di mana saja berada, ICMI mengajak dengan segala kesungguhan untuk senantiasa berpikir dan berzikir dengan benar agar kita dapat menjadi teladan untuk pencerahan kepada umat serta kehidupan bangsa dan kemajuan peradaban ke tingkat yang semakin tinggi,” kata Ketua Umum ICMI, Jimly Asshiddiqie dalam keterangannya, Jumat (30/9).

Dalam kesempatan itu, Jimly juga memberikan klarifikasi bahwa ICMI tidak akan pernah membenarkan siapa pun melakukan kemaksiatan dan tindakan yang melanggar hukum negara.

“ICMI tidak akan pernah membenarkan apalagi memberikan dukungan kepada siapa pun juga yang melakukan perbuatan maksiat baik menurut syariat agama maupun menurut hukum negara, dan apalagi menurut kaidah-kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi modern,” kata Jimly.

Adapun terkait terseretnya salah satu nama tokoh ICMI, yakni Marwah Daud dalam kasus Dimas Kanjeng, Jimly menegaskan bahwa secara organisasi ICMI tidak bertanggung jawab terkait segala hal yang bersifat pribadi karena itu merupakan tanggung jawab pribadi masing-masing anggota dan pengurus ICMI di seluruh Tanah Air.

“Kalau soal Kasus Padepokan Dimas Kanjeng, baiknya kita percayakan saja kepada aparat penegak hukum dan keadilan. Semua yang benar adalah benar dan yang salah pasti terbukti pada waktunya,” tegas Jimly.

Seperti kabar yang beredar beberapa hari ini, Dimas Kanjeng dan pengikutnya sudah ditangkap oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur di Padepokannya pada 22 September 2016 lalu. Kasus itu menyeret nama ICMI karena salah satu nama Dewan Pakar ICMI , Marwah Daud membela Dimas Kanjeng dan padepokannya.

Untuk itulah, Jimly merasa perlu untuk menjelaskan kepada masyarakat terkait kasus tersebut, yakni bahwa tindakan Marwah Daud tidak sama sekali terkait dengan posisinya sebagai anggota Dewan Pakar ataupun Mantan Presidium ICMI. (BSC)



Salas satu adegan video  penggandaan uang oleh Taat Pribadi  yang menyebar di media sosial.Foto IST

 Dimas Kanjeng, Pimpinan Padepokan "Bank Gaib" yang Menghabisi Santrinya.iST