Simalungun, BATAKPOS
Pekan “Haranggaol” setiap hari Senin kini tak berdenyut lagi. Transaksi perdagangan di pesisir Danau Toba, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara kini sudah mati suri. Perdagangan hasil pertanian yang dulu hebat di era tahun 1980an, kini tinggal kenangan masa lalu.
Pengamatan BATAKPOS di pekan Haranggaol, Kecamatan Horisan Haranggaol, Simalungun, Senin (10/5) kini semakin sepi pengunjung. Transaksi perdagangan hasil bumi hanya segelintir dari pesisir desa Danau Toba seperti Desa Hutaimbaru, Nagori Purba, Gaol, Binangara, Sihalpe, Nagori dan Haranggaol sendiri.
Petani yang menjual hasil pertanian dan hasil tangkapan ikan dari arah Parapat, Toba Samosir sudah hampir 15 tahun tak lagi berdagang ke pekan Haranggaol. Suasana pekan “Haranggaol” kini hanya ada pedagang sayur mayut, rempah-rempah dan sedikit bawang.
Menurut JW Haloho, warga Haranggaol, kejayaan pekan “Haranggaol” era 80-90an itu kini sudah tak lagi berdenyut. Kini pekan “Haranggaol” hanya tinggal nama. Bahkan perputaran uang kini hanya berfokus pada ikan keramba (jaring apung) ikan mas dan nila.
Sepinya pekan “Haranggaol” juga akibat tidak lagi tumbuhnya bawang di desa pesisir Danau Toba. Kemudian maraknya keramba ikan jaring apung di sepanjang pantai berdampak buruk terhadap kondisi Haranggaol.
Hal senada juga diakui M Turnip, warga setempat. Menurutnya, sepinya pekan “Haranggaol” sudah hampir 15 tahun. Matinya obyek wisata di desa itu juga salah satu penyebab sepinya pekan.
Disebutkan, kini ibukota Kecamatan Horisan, Haranggaol sudah berubah jadi lumbung Keramba di sepanjang pantai. Pantai Haranggaol kini tidak lagi daerah wisata. Buruknya infrastruktur jalan, berdampak pada mematikan pekan “Haranggaol”.
Sepi : Salah satu sudut perdagangan di pekan “Haranggaol” tampak sepi, Senin (10/5). Kini pekan “Haranggaol” tinggal kenangan setelah masa janyanya 15 tahun silam. Foto batakpos/rosenman manihuruk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar