Pasca Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji
Simalungun, BATAKPOS
Sejak dilakukannya konversi minyak tanah ke gas elpiji di Kabupaten Simalungun Desember 2009 lalu, kini permintaan kayu bakar di Nagori Sipoldas, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun tetap tinggi. Warga masih mengandalkan kayu bakar dan kompor minyak tanah untuk memasak.
T Sitanggang, pemilik warung di Nagori Sipoldas, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun kepada BATAKPOS Selasa (11/5) mengatakan, permintaan kayu bakar di Sipoldas masih tinggi. Konversi minyak tanah ke gas elpiji dinilai mubajir oleh warga.
“Konversi minyak tanah ke gas tidak sukses di Simalungun. Warga masih memilih kayu bakar untuk kebutuhan memasak sehari-hari. Sementara harga minyak tanah Rp 9000 per liter. Jadi kayu bakar masih utama untuk warga untuk memasak,”katanya.
Menurut Ny T Sitanggang/br Malau, dirinya membeli kayu bakar dari agen 200 ikat Rp 150.000. Dirinya menjual kayu bakar kepada warga Rp 5000 per lima ikat kayu bakar.
Tingginya permintaan kayu bakar di Nagori Sipoldas dan Kecamatan Panei karena banyak warga memelihara ternak babi. Sehingga untuk memasak makanan ternak harus memerlukan kayu bakar agar lebih irit.
Kemudian warga juga masih menggunakan kayu bakar untuk memasak sehari-hari. Tingginya harga minyak tanah (Rp 9000 per liter) membuat warga memilih kayu bakar untuk memasak.
Konversi minyak tanah ke gas alpiji juga gagal di pesisir desa Danau Toba. Seperti di Desa Hutaimbaru, Kecamatan Pamatang Silimahuta, Kabupaten Simalungun. Warga kini masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. ruk
Menyusun : Ny T Sitanggang/br Malau, warga Nagori Sipoldas saat menyusun kayu bakar dari agen, Selasa (11/5). Dirinya membeli kayu bakar dari agen 200 ikat Rp 150.000 dan menjualnya kepada warga Rp 5000 per lima ikat kayu bakar. Foto batakpos/rosenman manihuruk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar