Jumat, 02 Maret 2012

Strategi REDD Harus Bersifat Kearifan Lokal

Jambi, Batakpos
Salahsatu kondisi hutan di Provinsi Jambi.

Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Ir Syahrasaddin mengatakan strategi program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) plus/ Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Provinsi Jambi harus bersifat aplikatif dengan menyertakan kearifan lokal. Penyusunan dan rencana aksi tersebut, pemerintah harus bisa memberikan solusi kepada masyarakat untuk mengatasi permasalahan konkret yang dihadapi di lapangan.

Hal itu disampaikan Syahrasaddin saat membuka lokakarya para pihak persiapan penyusunan strategi dan rencana aksi provinsi REDD+ Provinsi Jambi, Kamis (1/3) bertempat di Golden Harvest Hotel Jambi. Kegiatan itu akan berlangsung hingga 2 Maret itu menghadirkan Tim Expert Satgas Nasional REDD+, Prof.Haryadi, Dr.Aziz Khan, Dr.Bramasto dan koordinator komisi REDD+ Provinsi Jambi Dr.M Ridwansyah dan para fasilitator kelompok kerja strategi Satgas REDD+.

"Kita mengharapkan masyakarat tidak membakar hutan maka kita sebagai pemerintah daerah, pemerintah pusat, badan teknologi, Balitbangda dan Perguruan Tinggi harus mampu mengantisipasi dengan inovasi baru. Misalnya dengan cairan tertentu bisa terfermentasi dan membusuk dengan cepat sehingga tidak perlu membakar. Jadi rencana aksi ini harus aplikatif mampu diterapkan di masyarakat, jangan sekedar rencana saja. Inikan namanya rencana aksi jadi masyarakat harus mampu menerapkannya sesuai dengan kemampuan teknologi yang mereka miliki,"katanya.

Menurut Sekda, Jambi terpilih menjadi salah satu pilot proyek karena masih memiliki hutan hujan tropis yang masih potensial untuk dijadikan basic pengembangan program REDD+. “Karbon monoksida berdampak terhadap perubahan iklim yang tidak menentu. Jambi sebagai 4 provinsi yang memiliki hutan hujan torpis yang masih potensial untuk kita jadikan sebagai basic pengembangan dari program REDD+ di Indonesia, dengan hutan tropis wilayah kita sekitar 70%. Dan pemerintah juga melakukan diversifikasi pertanian kawasan hutan karena seperti tadi disampaikan bahwa pemerintah mencoba membantu dengan upaya penanaman 1 milyar pohon,” ujarnya.

Tim Expert Satgas Nasional REDD+, Prof.Haryadi menyatakan bahwa pemerintah harus mengkaji secara mendalam untuk mencari akar permasalahan kerusakan hutan di provinsi Jambi. “Kalau dari sisi solusi kita harus mencari akar dari permasalahan tersebut, seperti obat yang akan manjur jika cocok dengan penyakitnya. Persoalan sekarang orang itu salah menentukan penyakit, betul tidak masalah petani itu persoalan teknologi, atau masalahnya adalah hak atas tanah. Ketika hak atas tanah itu tidak jelas itu biasanya orang membakar tidak peduli, kalau itu yang terjadi di Jambi solusinya berarti masalah kepastian hak atas tanah, kalau itu bukan persoalan di Jambi dan masalahnya adalah bagaimana sebetulnya kemudahan untuk tidak membakar, baru solusinya adalah teknologi,” katanya.

Menurut Haryadi, sebetulnya perbaikan kerusakan lingkungan itu seharusnya tidak merusak perkembangan ekonomi masyarakatnya, karena jika ekonomi masyarakatnya ditekan maka mereka akan merambah hutan juga. "Karena itu harus diberikan solusi, prosesnya juga hati-hati dengan solusi tunggal, karena belum tentu disatu tempat cocok dan tempat lain belum tentu cocok untuk itu perlu diadakan identifikasi lebih lanjut lagi,"katanya.

Kata Haryadi, arah penyusunan strategi ini bertujuan untuk mencari akar masalah dari kegagalan program rehabilitasi yang sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 1970 di Indonesia. “ Selama ini pemerintah berpikir bahwa program untuk mengurangi kerusakan hutan telah dilaksanakan misalnya dengan penanaman pohon, bukan begitu cara pemikirnannya, pelaksanaan rehabilitasi itu sendiri sudah dilaksanakan di Indonesia sejak 1980 dan 1970,"ujarnya.

Dikatakan, masalahnya dimana berhasilnya, karena strategi ini sebenarnya adalah untuk mendapatkan akar masalah, mengapa program yang terkait dengan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia gagal, dulu HPH di Jambi jumlahnya puluhan sekarang tinggal berapa itu yang dicari, jadi the bottle necking itu dipecahkan dan kita bicarakan dengan stake holder disini, makanya tidak hanya pemerintah tetapi diikuti oleh LSM dan pihak terkait. RUK

Tidak ada komentar: