Kamis, 13 Februari 2014

Caleg Minim Modal Sosial, Gencar Finansial



KARAKTER CALEG
Chumaidi Zaidi Caleg DPRD Provinsi Jambi dapil Kota Jambi dari PDIP, Yenny Sinaga STh SPd Caleg DPRD Kota Jambi Dapil Pasar-Jelutung. Foto Rosenman M
Kancah politik di negeri ini semakin seru diikuti. Politik di negara-negara yang menganut sistem demokrasi  tentulah bersifat dinamis. Demokrasi memberikan keleluasaan rakyatnya dalam berpolitik. Namun, keleluasaan politik juga tetap dibatasi oleh aturan-aturan yang mengikatnya.

R GILANG EZRI, Jambi

Mendekati bulan politik, proses politik di Indonesia juga bergerak dengan dinamis. Terlebih proses ini merupakan proses yang selalu dilewati setiap lima tahun sekali, dan sudah berjalan sejak masa-masa sebelumnya.

Perebutan simpati masyarakat guna mendapatkan dukungan oleh masyarakat adalah suatu keharusan. Tanpa adanya dukungan masyarakat tidak akan mungkin para calon-calon wakil rakyat bisa menduduki kursi kehormatan di lembaga legislatif. 

Baik DPR RP, DPD, DPRD Provinsi maupun DPRD Kota kabupaten, merupakan jabatan politik yang sangat diimpikan. Tentunya segala cara dilakukan untuk mewujudkan mimpi.

Salah satu yang paling sering dilakukan dan mencolok di masyarakat adalah sosialisasi melalui komunitas-komunitas. Tidak sembarangan komunitas, tentunya komunitas yang memiliki hak suara untuk memilih mereka adalah sasaran utama. 

Komunitas baik berupa pengajian, arisan, acara pernikahan ataupun acara paguyuban dan organisasi adalah target utama dari para caleg. Terlebih Pemilu Legislatif yang sudah dekat, kurang dari 70 hari lagi, tentu semakin membuat para caleg ini melebarkan sayap dukungannya.

Menurut As’ad Isma, Direktur CEPP Jambi, banyak cara yang dilakukan oleh para calon anggota DPR dalam bersosialisasi dengan masyarakat. “Banyak cara yang dilakukan oleh caleg saat ini untuk bersosialisasi ke masyarakat, misalnya dengan memanfaatkan media-media kultural,” ujarnya.

Media-media kultural yang dimaksudkannya adalah komunitas-komunitas yang banyak terdapat di suatu wilayah. “Media kultural seperti pengajian, arisan, pesta marga bagi komunitas Batak, acara pernikahan atau acara keagamaan, termasuk juga memanfaatkan pendekatan etnik seperti acara organisasi paguyuban,” ujarnya.

Hal ini dikatakannya adalah sah-sah saja dilakukan. “Pemaanfaatan media kultural dan pendekatan etnik dalam menggalang dukungan hukumnya sah-sah saja,” ujarnya. 

Namun,  menurutnya yang menjadi masalah adalah banyaknya caleg yang baru hadir di acara-acara seperti itu hanya saat masa pemilu semakin dekat. “Kondisinya saat ini sangat disayangkan, mereka para caleg ini baru banyak bermunculan di acara-acara semacam itu ketika jadwal pemilu semakin dekat,” ungkap mantan Ketua Umum PC PMII Kota Jambi ini.

Modal Sosial

Kondisi semacam ini menurutnya menjadi masalah yang tidak bisa dianggap sepele. Banyak caleg yang kurang memiliki modal sosial yang kuat bahkan tidak memiliki modal sosial sebelumnya. 
Efron Purba dan Dewi Cristina Simbolon SE Caleg DPRD Provinsi Jambi Dapil Kota Jambi dari Nasdem.

“Problem mendasar para caleg saat ini, banyak yang menjadi caleg tanpa modal sosial yang kuat,” ujarnya. Modal sosial yang kuat menurut mantan Ketua PW Gerakan Pemuda Ansor Provinsi Jambi dua periode ini merupakan suatu modal yang berasal dari investasi politik yang perlu dan harus ditanam dalam waktu yang panjang. 

Modal sosial ini didapat melalui keterlibatan para caleg ini kepada komunitas tersebut. Menurutnya, akibat dari minimnya modal sosial akan membawa dampak yang besar. Minimnya modal sosial para caleg ini membuat caleg pun mulai berpikir soal jalan pintas. 

“Modal sosial yang tidak kuat atau bahkan tidak ada membuat caleg mengambil jalan pintas dengan menggunakan finansial sebagai senjata untuk meraih dukungan pemilih,” ujarnya. Tentunya, dengan menggunakan modal finansial hal ini sudah melanggar peraturan dan undang-undang Pemilu.

Penggunaan senjata finansial atau biasa dikenal dengan money politic, tentunya tidak mendidik. “Penggunaan money politic, di samping tidak mendidik juga merupakan tindakan yang tidak etis dan melanggar pemilu,” ujarnya. 

Bagi para caleg, penggunaan money politic tentunya dapat dikenakan sanksi pidana. Namun, lebih dari itu dampak bagi masyarakat adalah yang perlu diperhatikan. “Bukan hanya melanggar hukum, penggunaan money politic merupakan praktek yang membodohi masyarakat yang berakibat menimbulkan cacat demokrasi,” ungkapnya.

Indikasi permainan money politic dapat terjadi dalam proses sosialisasi para caleg ke dalam komunitas-komunitas. Menurut Asad, praktek money politik dalam kegiatan sosialisasi ke komunitas sangat rentan terjadi. 

“Praktek money politik ini bisa melalui sumbangan-sumbangan dana dalam jumlah yang besar sebagai modal penyelenggarakan acara paguyuban tersebut,” ujarnya.

Terlebih menurutnya bagi caleg-caleg yang tidak pernah aktif dalam kegiatan-kegiatan komunitas atau paguyuban adalah pelaku utama permainan money politic. “Tanpa ada sumbangan yang besar, kita yakin caleg yang sebelumnya tidak pernah aktif dalam acara paguyuban tidak akan diundang,” ujarnya. 

Namun, dengan memberikan dana-dana segar ke paguyuban tersebut, caleg dapat sosialisasi dengan leluasa di sana dan mendeklarasikan dirinya sebagai calon wakil rakyat.(*/lee)
********

Caleg Sasar Komunitas untuk Mendapat Simpatik

Namun, menurut Asad itu biasanya bagi caleg-caleg yang tidak aktif dalam paguyubannya. “Bagi caleg-caleg yang sebelumnya aktif dalam kegiatan atau terlibat dalam kepengurusan paguyuban biasanya tidak akan melakukan hal itu,” ungkapnya. 

Hal ini menurutnya, karena modal sosial yang dibangun oleh caleg ini sudah ada dan kuat sehingga modal finansial sudah tidak diperlukan lagi sebagai senjata.
Veronika Caleg DPRD Provinsi Jambi Dapil Kota Jambi dari PDIP.

Terkait sosialisasi caleg-caleg ini ke dalam acara komunitas atau paguyuban, Ribut Suwarsono Anggota Bawaslu Provinsi Jambi mengatakan kehadiran dan pola sosialisasi yang dilakukan diperbolehkan. 

“Menghadiri acara komunitas, paguyuban, arisan dan semacamnya dan bersosialisasi di sana itu sah-sah saja, karena itu masuk kategori rapat tertutup,” ujarnya. Menurutnya, yang tidak boleh dilakukan oleh para caleg saat ini adalah menggelar rapat umum yaitu berupa mengumpulkan massa dalam jumlah yang besar di tempat terbuka guna mengumpulkan dukungan. Selain itu, pemasangan iklan kampanye di media massa juga dilarang. 

“Untuk sekarang rapat tertutup ini sudah boleh, yang belum boleh itu adalah rapat umum atau terbuka dan pemasangan iklan di media massa,” ujarnya.

Maraknya aktivitas caleg ini dalam kegiatan-kegiatan paguyuban yang merupakan hal lumrah selagi tidak ada indikasi money politic. Ribut mengatakan, dalam rapat umum caleg hanya boleh melakukan kegiatan sosialisasi, baik penyampaian visi misi maupun mendengar aspirasi masyarakat dan berdiskusi. 

“Hal ini boleh-boleh saja, asal tidak praktek money politic,” ujarnya. Menurutnya, pemberian dalam bentuk dana maupun benda merupakan praktek money politik. “Tidak boleh memberikan dana dan barang dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, ini pelanggaran,” ujarnya.

Ribut mengatakan pihaknya yang dalam hal ini adalah Bawaslu Provinsi Jambi selalu turun dan memantau aktifitas caleg ini. “Kita beserta jajaran selalu turun untuk memantau aktivitas-aktivitas rapat tertutup ini, kita tidak mau sampai terjadi praktek money politic dalam prosesnya,” ujarnya.
Ribut mengatakan, baik Bawaslu maupun Panwaslu selalu melakukan monitor terhadap para caleg ini.

Menurutnya, laporan dari masyarakat juga diperlukan oleh Bawaslu dan jajarannya untuk melakukan pengawasan proses politik ini. “Kita juga memerlukan laporan dari masyarakat, karena terkadang ada tempat-tempat yang tidak terjangkau oleh Bawaslu,” ujarnya. 

Laporan dari masyarakat ini menurutnya akan ditindak lanjuti oleh Bawaslu. “Dengan laporan yang lengkap yaitu adanya pelapor, terlapor, bukti dan lainnya Bawaslu dapat menindak lanjuti dan mengambil tindakan,” ujarnya.

Money politic pun dilarang tidak hanya pada masa sosialisasi atau kampanye saja. “Money politic ini bukan hanya masa sosialisasi atau kampanye saja, melainkan dalam semua proses demokrasi ini sampai pemilihan dan perhitungan suara,” ujarnya. 

Ribut menegaskan, rapat tertutup boleh dilakukan asal tidak ada money politik didalamnya. “Rapat tertutup boleh-boleh saja, tapi jangan ber-money politik di dalamnya,” pungkasnya. 

Pengamatan Harian Jambi menunjukkan, sejumlah caleg menyasar acara-acara Pesta Bonataon Marga Batak di Jambi sebagai sosialisasi. Bahkan ada yang melakukan “kampanye terselubung” dengan mengajak massa untuk memilihnya pada 9 April 2014 mendatang.

Caleg yang menyasar pesta itu yakni Chumaidi Zaidi Caleg DPRD Provinsi Jambi dapil Kota Jambi dari PDIP, Yenny Sinaga STh SPd Caleg DPRD Kota Jambi Dapil Pasar-Jelutung, Veronika Caleg DPRD Provinsi Jambi Dapil Kota Jambi dari PDIP.

Kemudian Maria Magdalena br Tampubolon Caleg DPRD Kota Jambi Dapil Kotabaru Jambi, Sihar Sagala, Caleg DPRD Kota Jambi Dapil Jambi Selatan dari PDIP, Dewi Cristina Simbolon SE Caleg DPRD Provinsi Jambi Dapil Kota Jambi dari Nasdem.

Kemas Alfarelly, Caleg DPR RI dari Golkar juga tak kalah saing ikut menyasar komunitas pesta marga-marga Batak. Para caleg memilih sosialisasi pada komunitas karena langsung berhadapan dengan pemilih. (gil/lee)

Tidak ada komentar: