Petani Kota Jambi. Foto dok Rosenman Manihuruk
Jambi, BATAKPOS
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi kini kesulitan mendongkrak Nilai Tukar Petani (NTP) akibat petani yang tidak professional. NTP di Jambi kini mengalami kemerosotan di awal Mei berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS). BPS mencatat, NTP Provinsi Jambi sebesar 92,39 atau turun sebesar 0,31 persen dibanding bulan sebelumnya.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Dispertan) Provinsi Jambi, Amrin Azis, Jumat (8/6) mengatakan, masing-masing subsektor tercatat sebesar 89,72 untuk Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P), 88,25 untuk Subsektor Hortikultura (NTP-H), 94,63 untuk Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTP-Pr), dan 99,27 untuk Subsektor Peternakan (NTP-Pt), serta 90,62 untuk Subsektor Perikanan (NTP-Pi).
Disebutkan, turunnya NTP akibat akibat perilaku para petani. Sebenarnya tidak sulit mencapai NTP 100. “Tapi saat ini petani di Provinsi Jambi banyak yang tidak profesional. Mindset-nya bertani masih untuk kebutuhan pribadi saja. NTP baru akan naik jika terjadi inflasi atau kenaikan harga produksi pertanian. Misalnya harga cabai merah keriting mencapai Rp 60 ribu, dikalikan 50 kilogram hasil produksi cabai dengan luasan satu tumbuk, maka satu hari sudah mencapai Rp 1 juta,”katanya.
Disebutkan, jika 10 kali panen sudah Rp 10 juta. Amrin mengaku kerepotan karena sulit merubah pola masyarakat di Jambi. Namun ke depannya petani Jambi harus punya komoditas komperehensif. Di samping punya kebun, mereka harus punya sayur-sayuran, ternak, lahan pangan padi dan saling menutupi.
“Jika harga komoditi perkebunan anjlok, maka tidak ada masalah untuk makannya karena ada beras hasil produksi sawahnya. Jadi bisa untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Kalau lebih, baru dijual,”ujarnya.
Disebutkan, jika dihitung secara komperehensif atau keseluruhan tidak per sub sektor, maka NTP Provinsi Jambi bisa di atas 100 seperti di Kementerian Pertanian yang di atas 100. Namun saat ini perhitungan dari BPS Jambi hanya secara parsial dalam arti per subsektor.
“Karena pertanian ini ada sub sektor pertanian, peternakan, holtikultura. Kemudian ada sektor perikanan, sub sektor perkebunan rakyat dan lainnya. Ditambah lagi dalam perhitungan banyak masalah,” katanya. RUK
Jambi, BATAKPOS
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi kini kesulitan mendongkrak Nilai Tukar Petani (NTP) akibat petani yang tidak professional. NTP di Jambi kini mengalami kemerosotan di awal Mei berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS). BPS mencatat, NTP Provinsi Jambi sebesar 92,39 atau turun sebesar 0,31 persen dibanding bulan sebelumnya.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Dispertan) Provinsi Jambi, Amrin Azis, Jumat (8/6) mengatakan, masing-masing subsektor tercatat sebesar 89,72 untuk Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P), 88,25 untuk Subsektor Hortikultura (NTP-H), 94,63 untuk Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTP-Pr), dan 99,27 untuk Subsektor Peternakan (NTP-Pt), serta 90,62 untuk Subsektor Perikanan (NTP-Pi).
Disebutkan, turunnya NTP akibat akibat perilaku para petani. Sebenarnya tidak sulit mencapai NTP 100. “Tapi saat ini petani di Provinsi Jambi banyak yang tidak profesional. Mindset-nya bertani masih untuk kebutuhan pribadi saja. NTP baru akan naik jika terjadi inflasi atau kenaikan harga produksi pertanian. Misalnya harga cabai merah keriting mencapai Rp 60 ribu, dikalikan 50 kilogram hasil produksi cabai dengan luasan satu tumbuk, maka satu hari sudah mencapai Rp 1 juta,”katanya.
Disebutkan, jika 10 kali panen sudah Rp 10 juta. Amrin mengaku kerepotan karena sulit merubah pola masyarakat di Jambi. Namun ke depannya petani Jambi harus punya komoditas komperehensif. Di samping punya kebun, mereka harus punya sayur-sayuran, ternak, lahan pangan padi dan saling menutupi.
“Jika harga komoditi perkebunan anjlok, maka tidak ada masalah untuk makannya karena ada beras hasil produksi sawahnya. Jadi bisa untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Kalau lebih, baru dijual,”ujarnya.
Disebutkan, jika dihitung secara komperehensif atau keseluruhan tidak per sub sektor, maka NTP Provinsi Jambi bisa di atas 100 seperti di Kementerian Pertanian yang di atas 100. Namun saat ini perhitungan dari BPS Jambi hanya secara parsial dalam arti per subsektor.
“Karena pertanian ini ada sub sektor pertanian, peternakan, holtikultura. Kemudian ada sektor perikanan, sub sektor perkebunan rakyat dan lainnya. Ditambah lagi dalam perhitungan banyak masalah,” katanya. RUK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar