Kamis, 12 Februari 2009

Harga TBS di Tanjabar Turun Drastis

Tanjabar, Batak Pos

Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabar), Provinsi Jambi mengalami penurunan drastis. Sebelumnya harga TBS sudah mulai menunjukkan peningkatan sehingga membuat petani sawit kembali bersemangat. Namun harga TBS kini dikisaran Rp 400 per kilogram di tingkat petani.

Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Tanjungjabung Barat, Ir Melam Bangun, kepada wartawan, Rabu (11/2) mengatakan, harga TBS sejak tanggal 5 Februari hingga tanggal 20 Maret mengalami penurunan.

Disebutkan, berdasarkan keputusan hasil rapat, untuk TBS dengan umur 3 tahun harganya Rp 774 per kg. Sedangkan untuk TBS dengan umur 10 tahun, juga turun menjadi Rp 1068 per kg. “Padahal sebelumnya, harganya untuk umur 3 tahun Rp 900 lebih, begitu juga dengan umur 10 tahun sudah Rp 1100 lebih,”katanya.

Menurut Melam Bangun, turunnya harga TBS itu karena berkurangnya permintaan CPO (crude palm oil). Kini permintaan CPO dunia mengalami penurunan sekitar tiga persen. Dan hal ini juga berimbas pada harga TBS di dalam negeri.

Disebutkan, rata-rata penurunan harga TBS ini, sebesar tiga persen. Yaitu mengikuti rendahnya permintaan pasar. Namun pihaknya berharap dengan membaiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar ini, nantinya juga berimbas pada beranjak naiknya harga TBS.

Secara terpisah, Emang (34) warga Desa Serdang Jaya, Tanjabar mengaku kecewa dengan penuruan harga TBS tersebut. Sebab sejak mendengar harga sawit akan naik, dirinya kembali bergairah dalam mengolah kebun.

Sementara itu, kelangkan pupuk yang terjadi di Desa Merlung Kabupaten Tanjabbar mengakibatkan hasil panen sawit petani turun drastis hingga 50 persen. Hal ini sudah terjadi sejak delapan bulan terakhir.

“Kalau panen sawit untuk timbangan dua hingga tiga ton perbulan susah. Biasanya setiap bulan kebun sawit saya menghasilkan lima hingga enam ton ton TBS. Tapi sudah delapan bulan hasilnya jadi turun karena pupuk susah carinya,” ujar Khodir, petani sawit di Desa Merlung, Rabu (11/2).

Menurut Khodir yang mengaku memiliki 25 orang tenaga kerja untuk memanen sawit dikebunnya itu, hal ini dikarenakan pembelian pupuk bersubsidi saat ini sangat susah. Disebutkan, pembelian pupuk harus melalui proses yang panjang, mulai dari izin kepala desa, izin perusahaan dan berbagai izin lainnya. Lalu pengisian blangko dan prosedur-prosedur lainnya.

“Selain itu, pembelian pupuk bersubsidi hanya bisa dilakukan dalam enam bulan sakali. Kalau dulu, kapanpun boleh beli pupuk bersubsidi jenis urea, sekarang tidak bisa lagi. Bahkan kalau sekarang beli pupuknya dibatasi 8 ton saja per enam bulannya, kalau dulu bisa sampai 16-21 ton,”katanya.

Disebutkan, perbedaan harga yang mencolok antara pupuk bersubsidi dan non subsidi, mengakibatkan masyarakat sekitar sangat tergantung dengan pupuk tersebut. Jika pupuk bersubsidi bisa dibeli dengan harga berkisar Rp 50- Rp 60 ribu, sedangkan pupuk non subsidi mencapai Rp 200 ribu. ruk

Tidak ada komentar: