Rabu, 31 Maret 2010

Harapan Jonasip Togatorop Menggapai Cita-cita Pupus Sudah

Kisah Kasus Penganiayaan Pelajar Hingga Gangguan Jiwa

Jambi, BATAKPOS

Tekad Jonasip Togatorop (17), pelajar Kelas III SMP 17 Sarolangun, Provinsi Jambi untuk melanjutkan pendidikannya kejenjang lebih tingi pupus sudah. Kesempatan putra tunggal pasangan H Togatorop dengan M br Lubis, warga Rt 08 Kelurahan Suka Sari, Kecamatan Sarolangun, Kabupaten Sarolangun, Jambi untuk mengikuti Ujian Nasional (UN) SMP Senin 29 Maret 2010 hilang sudah.

Jangankan untuk menggapai cita-citanya menjadi seorang Polisi, bahkan untuk meneruskan pendidikan ke jenjang berikutnya bagaikan mendulang air didaun talas. Cita dan harapan peraih Juara I catur Tingkat SD se Kabupaten Sarolangun itu pupus akibat gangguan jiwa pasca penganiayaan lima temas sekelasnya Sabtu 5 September 2009 lalu.Jonasip dirangkul ibunya M br Lubis. Foto-foto batakpos/rosenman manihuruk

Pasca pengeroyokan yang dilakukan lima teman sekelasnya yakni Dody Kurniawan bin Wagimin ( 7 Oktober 1994), Ilham Romaito bin Kembali Siregar ( 15 Des 1994), M Riska Al Hambali bin Zainal (21 Nop 1993), Bayu Saputra bin Sabeni (3 JUli 1995) dan M Lutvi bin Ibrahim (5 Agustus 1994), kejiwaan Jonasib labil.

Dari laporan korban kepada Polsek Sarolangun tertanggal 10 September 2009, No.pol.STPL/B1-55/IX/2009/Sri, lima orang terlapor diatas melakukan pemukulan kepada Jonasip sehingga mengalami luka memar dibagian kepala, lengan dan badan.

Kondisi korban juga diperkuat visum Dokter Rumah Sakit Umum Sarolangun. “Sebelumnya anak kami ini baik dan pintar di sekolah. Namun sejak penganiayaan yang dilakukan kelima teman sekolahnya di ruang kelas saat jam sekolah, anak kami ini jiwanya labil. Cita-citanya untuk jadi Polisi pupus sudah,” ujar H Togatorop dengan M br Lubis kepada BATAKPOS, Selasa pekan lalu.
Sederhana : Rumah H Togatorop/ M br Lubis di Rt 08 Kelurahan Suka Sari, Kecamatan Sarolangun, Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Penuturan M Boru Lubis, Jonasib anak laki-laki satu-satunya dari tiga bersaudara, merupakan harapan nama baik keluarga. “Saya terpukul sejak kejadian itu. Rasa saying saya kepadanya lebih dari dua kakak dan adiknya perempuan. Mungkin karena dia sendiri laki-laki. Sekarang apa daya, kondisi anak saya sudah begini. Sudah banyak utang guna perobatan Jonasip ini,”tutur M br Lubis dengan mata berkaca-kaca.

Keluarga Sederhana

Keluarga H Togatorop /M br Lubis merupakan keluarga sederhana. H Togatorop hanya berprofesi sebagai penjual keripik dan kacang kupas keliling. Kemudian istrinya M br Lubis berprofesi sebagai pedagang pasar pagi di Pasar Bawah Sarolangun.

“Lihatlah rumah kami ini hanya sederhana. Pekerjaan kami juga hanya pedagang keliling. Kami harus berjuang untuk menyekolahkan tiga anak kami. Anak pertama saya Rosmei br Togatorop kini Kelas III SMK Sarolangun dan anak bungsu Magdalena Theresia kelas I SMP 17 Sarolangun,”ujarnya.

Keluarga H Togatorop /M br Lubis sudah berusaha keras guna menyembuhkan Jonasip dari penderitaannya. “Sekarang Jonasib berobat jalan. Obatnya mahal dan biaya untuk kesena kami kesulitan. Sertivikat tanah, rumah dan kenderaan motor sudah tergadai demi anak saya ini,”ucapnya.

M br Lubis memang sangat saying terhadap Jonasib. Menurut pengakuan ibunya, hingga kini Jonasib masih tidur sama dengan ibu dan kedua saudaranya perempuan.
Piagam : H Togatorop memperlihatkan piagam anaknya Jonasip Juara I Catur SD se Kabupaten Sarolangun.

Hal itu juga diakui Ketua PN Sarolangun, R Iswahyudi Widodo SH yang juga menjadi Hakim Tunggal sidang kasus tersebut.

“Selama persidangan, saya lihat Jonasib ini saying terhadap ibunya. Jonasib terus menangis dipangkuan ibunya saat ikut siding. Kalau saya melihat Jonasib ini tidak tega melihat ibunya berjuang keras untuk membiayai keluarga mereka. Saya lebih melihat itu selama proses persidangan,”ujar Iswahyudi Widodo.
Menuturkan : Orang tua Jonasip, H Togatorop/ M br Lubis saat menuturkan kronologis kasus penganiayaan anaknya kepada BATAKPOS di kediamannya, Selasa (23/3). Foto-foto batakpos/rosenman manihuruk

Putusan Sidang

Proses persidangan sudah usai. Kutipan putusan perkara pidana, Nomor :08/Pid.B/An/PN Sarolangun tertanggal 11 Maret 2010 oleh Hakim Tunggal Iswahyu Widodo SH dibantu Andi Maddumase SH sebagai Panitera Pengganti dan Henry Yoseph Kindangen SH sebagai Jaksa Penuntut Umum.

Kutipan putusan menyatakan, “memperhatikan Pasal 80 ayat (1) Undang-undang Nomor : 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, Undang-undang Nomor 03 tahun 1997, serta peraturan lain yang bersangkutan dengan perkara itu, menyatakan kelima terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan terhadap anak yang mengakibatkan luka berat”.

PN Sarolangun menjatuhkan pidana kepada kelima terdakwa Dody Kurniawan, Ilham Romaito, M Riska Al Hambali, Bayu Saputra dan M Lutvi dengan pidana 5 bulan penjara dengan ketentuan pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali jika dikemudian hari ada perintah dalam putusan Hakim karena para terdakwa terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana lain sebelum berakhir percobaan selama 10 bulan.

Menurut Iswahyu Widodo SH, awalnya keluarga kelima pelaku menempuh jalur perdamaian dengan dimediasi pihak SMP 17 Sarolangun. Namun pihak korban meminta biaya perdamaian Rp 70 juta, namun pihak keluarga terdakwa keberatan.
Ketua PN Sarolangun R Iswahyudi Widodo SH.

Disebutkan, putusan sidang sudah menjadi kekuatan hukum tetap karena jaksa tidak naik banding.

“Dari keterangan saksi-saksi dan saksi ahli dipersidangan, sakit mental Jonasip bukan akibat pengeroyokan kelima teman sekelasnya. Namun akibat gangguan jiwa secara predeposisi (genetic atau keturunan). Hasil visum dokter juga tidak menunjukkan memar di sekitar kepala,”katanya.

Menurut R Iswahyudi Widodo SH, jika keluarga korban tidak puas dengan putusan pengadilan tersebut, dirinya menganjurkan orang tua korban untuk menempuh jalur gugatan kepala kelima pelaku secara perdata.

“Karena ini menyangkut biaya pengobatan Jonasip hinga sembuh. Karena menurut saksi ahli, dokter Rumah Sakit Jiwa Jambi, gangguan jiwa Jonasip bisa disembuhkan asalkan menjalani pengobatan secara rutin. Jadi masalah biaya ini, orang tua korban dapat menempuh jalur gugatan perdata,”ujarnya.

Pihak Sekolah Lepas Tangan

Pihak sekolah SMP 17 Sarolangun terkesan lepas tangan dalam kasus penganiayaan tersebut. Hal itu karena pihak keluarga korban tidak mau berdamai dan meminta uang perdamaian diatas Rp 50 juta.

Wakil Kepala Sekolah SMP 17 Sarolangun, Hendi Santoro SPd saat dikonfirmasi BATAKPOS Selasa pekan lalu, mengatakan, pihaknya tidak lepastangan atas kasus tersebut.

“Kronologis kasus itu, saat jam istirahat sekolah Sabtu (5/9/09). Saat itu Jonasib meminta dirinya tidak diganggu di ruang kelasnya. Pengakuan Jonasib dirinya lagi emosi melihat keluarganya. Kemudian Jonasib mengusir murid lainnya dari ruangan. Namun murid lainnya tidak terima dan terjadi perkelahian di dalam kelas,”katanya.
Wakil Kepala Sekolah SMP 17 Sarolangun Hendi Santoro SPd.

Kemudian Ketua Kelas, Dody Kurniawan terlibat perkelahian dengan Jonasip. Melihat kejadian itu, empat kawan Dody melakukan pengeroyokan. Namun hari itu perkelahian itu diselesaikan di sekolah.

“Pengeroyokan itu tidak sampai parah. Kemudian Jonasib diantar seorang guru ke rumahnya. Senin besoknya pasca kejadian, Jonasip masih sekolah seperti biasa. Kemudian libur semester dua minggu. Usai libur, Jonasib masih sekolah,”kata Hendi Santoro.

Menurut Hendi, orang tua Jonasip tidak mau berdamai. Jikapun berdamai ibu Jonasip meminta biaya perdamaian Rp 50 juta lebih. “Mediasi perdamaian sudah kita atur, namun ibu Jonasip ngotot melaporkan kasus itu ke polisi hingga ke pengadilan. Jadi kita biarkan saja proses hokum yang terjadi,”katanya.

Atas permintaan orang tuanya, Jonasib keluara dari SMP 17 Sarolangun dengan alas an proses penyembuhan gangguan jiwa. Hendi Santoro menduga kalau gangguan jiwa Jonasip akibat keadaan orang tuanya yang kurang harmonis.


“Kami tidak mengeluarkan Jonasip dari sekolah, namun orangtuanya minta surat pindah. Jadi Jonasip tidak ikut UN SMP di sekolah ini. Jonasip merupakan anak pintar dan pendiam. Dia tidak pernah melakukan onar di sekolah,”kata Hendi. (rosenman manihuruk)

Tidak ada komentar: