Senin, 10 November 2008

Menhut Didesak Kelurkan Izin Restorasi Ekosistem Kasawan PT Asialog

Jambi, Batak Pos

Menteri Kehutanan RI MS Kaban hingga kini belum mengeluarkan ijin untuk melakukan aktivitas restorasi ekosistem di areal 49.498 hektar (ha) eks kawasan HPH PT Asialog. Sebelumnya Peraturan Menteri Kehutanan RI No. 159 Tahun 2004 tentang Restorasi Ekosistem di Kawasan Hutan Produksi, di Provinsi Jambi telah dicadangkan areal untuk Restorasi Ekosistem. Peraturan itu didasarkan pada Peraturan Menteri Kehutanan No. 83 Tahun 2005.

Pada kawasan pencadangan di atas, sampai saat ini belum ada izin yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan untuk melakukan aktivitas restorasi ekosistem. Namun di lapangan ternyata telah ada aktivitas yang dilakukan oleh PT. REKI.

Bahkan kawasan ini dikunjungi oleh Pangeran Carles Inggris sebagai kawasan hutan Harapan. Menyikapi hal tersebut, sejumlah aktifis lingkungan hidup di Jambi Sabtu, (8/11) melakukan diskusi secara mendalam mengenai Restorasi Ekosistem dan aktivitas PT. REKI.

Demikian dikatakan Ketua LSM NP-SAND, Donny Pasaribu SP kepada Batak Pos , Minggu (9/11). Menurutnya, pada tanggal 1 April 2005, Menteri Kehutanan mengeluarkan Peraturan Menteri No. 83/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kelompok Hutan Sungai Meranti - Sungai Kapas Di Provinsi Jambi Dan Provinsi Sumatera Selatan Seluas kurang lebih 101.355 ha.

Lahan tersebut guna lokasi Restorasi Ekosistem di Kawasan Hutan Produksi. Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada amar kesatu dirinci menurut provinsi yakni provinsi Jambi kurang lebih 49.498 ha dan Sumsel sekitar 51.857.

Disebutkan, sedang berdasarkan statusnya, dari luas kawasan tersebut 40.705 ha merupakan areal HPH PT. Asialog dan 60.650 ha kawasan eks HPH PT. INHUTANI V.

Menurut Donny, Permen tersebut merupakan rententan Peremnhut Nomor 159 tahun 2004 tentang Restorasi Ekosistem di Kawasan Hutan Produksi. Restorasi ekosistem merupakan upaya mengembalikan unsur biotik dan abiotik pada kawasan hutan produksi sehingga tercapai keseimbangan hayati.

“Secara harfiah, konsep ini sangatlah baik. Keluarnya Permenhut di atas sebenarnya pernah disikapi oleh NGO di Provinsi Jambi pada tahun 2004. Pada pertemuan tersebut, kalangan NGO sebagian besar tidak menyetujui konsep restorasi dalam Permenhut tersebut. Namun sampai saat ini ternyata tetap berjalan, bahkan pada kawasan eks. HPH PT. Asialog telah ada aktivitas perusahaan yakni PT. REKI dalam rangka restorasi ekosistem. Padahal PT. REKI (Restorasi Ekosistem) belum memiliki izin untuk melakukan aktivitas pada kawasan tersebut,” ujar Direktur YCBM (Yayasan Citra Bina Mandiri), Pahrin Effendi Siregar.

Menurut Pahrin, menyikapi hal tersebut, NGO Lingkungan di Jambi telah mengkaji kembali secara mendalam Permenhut 159 Tahun 2004. Pertama, jika disimak, ternyata Permenhut ini sangat membahayakan hutan.

“Dengan bungkus cantik “Restorasi” hutan nyaris sama dengan kebijakan kehutanan lainnya. Sebab, untuk bisa melakukan restorasi setiap orang atau badan hukum harus mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) dan ditetapkan melalui prosedur lelang. IPHHK adalah perubahan nama dari HPH. Jadi melakukan restorasi yang melakukan pemanfaatan hasil hutan kayu,”katanya.

Disebutkan, kedua, kawasan hutan yang dimungkinkan di restorasi yakni kawasan hutan yang tidak produktif, kurang produktif dan masih produktif. “Yang menimbulkan persoalan adalah “restorasi pada kawasan hutan yang masih produktif,”ujarnya.

Disebutkan, kekuatiran dengan dalih restorasi, tapi tujuan utamanya hanya untuk eksploitasi kayu pada kawasan hutan produksi yang masih produktif. Ketiga, pada Permenhut pemegang izin wajib memenuhi kewajiban finansial bidang kehutanan dan nonkehutananyakni Dana Reboisasi dan PSDH. Berdasarkan hal ini jelas Permenhut ini bertujuan komersil.

Sementara itu, Direktur YLBHL (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Lingkungan) Jambi, Kasmadi Kasim menambahkan, saat ini pada kawasan Eks. HPH PT. Asialog telah ada ativitas restorasi yang dilakukan oleh PT. REKI. Padahal PT. REKI belum mengantongi izin untuk melakukan aktivitas restorasi pada kawasan Eks. HPH PT. Asialog.

Disebutkan, berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Permenhut No. 159 Tahun 2004, restorasi ekosistem dilakukan melalui mekanisme Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan alam.

“Pasal 9 menyatakan bahwa IUPHHK dikeluarkan oleh Menteri. Untuk mendapatkan IUPHHK harus dilakukan melalui proses lelang secara terbuka, serta memenuhi Permenhut No. 15 Tahun 2004 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Melalui Penawaran Dalam Pelelangan. Artinya untuk melakukan aktivitas restorasi, PT. REKI harus terlebih dahulu mendapatkan izin melalui proses pelelangan, jika tidak maka seluruh aktivitas PT. REKI “illegal”,”katanya.

Menurut Kasmadi, berdasarkan uraian di atas, sebaiknya pemerintah melakukan beberapa hal yakni Permenhut No. 159 Tahun 2004 tentang Restorasi Ekosistem sebaiknya dicabut karena justeru akan memperparah kerusakan hutan di Provinsi Jambi.
Kemudian jika program restorasi ekosistem tetap dipertahankan, sebaiknya dilakukan pada kawasan Taman Nasional yang ada di Provinsi Jambi, karena kerusakan ekosistem pada 4 (empat) Taman Nasional tersebut semakin memprihatinkan. Tentu saja restorasi pada Taman Nasional tidak bersifat komersil.

“Ketiga pemerintah perlu melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap PT. REKI, karena telah melanggar UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah No. 06 Tahun 2007 dan Permenhut No. 15 Tahun 2004 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Melalui Penawaran Dalam Pelelangan,”katanya. ruk

Tidak ada komentar: