PEMILU LEGISLATIF 2014
Pemilihan Umum Legislatif 9 April 2014
mendatang sangat rentan terhadap praktik jual beli suara. Jual beli suara
nantinya akan bisa bergesekan antara caleg dengan petugas Panitia Pemungutan
Suara (PPS). Jika hal ini tak diwaspadai, bisa saja Pemilu Legislatif 2014
terjadi caos antar caleg dengan PPS atau caleg dengan caleg.
Pihak penyelenggara Pemilu 2014 diminta agar mematangkan petugas penyelenggara
pemilu untuk tetap independen.
ROSENMAN Manihuruk, Jambi
Nuansa politis persaingan para caleg
untuk merebut kursi legislatif, mulai dari DPRD kabupaten/kota, provinsi hingga
DPR RI sudah mulai tampak. Bahkan antar tim sukses para caleg sudah mulai
terjadi gesekan-gesekan, seperti pelarangan pemasangan baliho di suatu
tempat tertentu.
Gencarnya para caleg bersosialisasi ke
basis-basis suara, membuktikan persaingan para caleg kini semakin sengit.
Kampanye terselubung juga kini sudah mulai dilakukan demi meraih simpatik calon
pemilih.
Stategi jual beli suara para caleg,
khususnya dari partai yang sama bakal terjadi di tingkat PPS hingga Panitia
Pemilihan Kecamatan PPK. Hal ini perlu diawasi sehingga pemilu April mendatang
tidak terjadi caos antar caleg.
Kepala Ombudsman perwakilan Jambi Taufik Yasak mengatakan, pemilu
caleg yang akan datang jual beli suara caleg tidak akan terelakkan. Sebab
banyak caleg dari partai tertentu yang ambisi harus duduk di legislatif.
Sehingga caleg yang ambisi itu akan
mengupayakan perolehan suara terbanyak untuk dirinya untuk mencukupi kuota
caleg agar bisa duduk. Hal ini akan memanfaatkan perolehan suara caleg lain
dari partai yang sama.
Disebutkan, transaksi jual beli suara
ini bakal dilakukan oleh para caleg yang ambisi untuk duduk di legislatif
tersebut. Jual beli suara ini akan rawan terjadi di PPS hingga KPPS.
Taufik Yasak
meminta para PPS dan PPK untuk bersikap netral saat pelaksanaan Pemilu 9 April
mendatang. Dirinya juga meminta para saksi parpol agar turut serta mencegah
praktik jual beli suara caleg ini.
Menurut Yasak, Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) Provinsi Jambi agar memaksimalkan pengawasan terhadap praktik jual
beli suara antar calon anggota legislatif (caleg) maupun caleg dengan
penyelenggara di tinggat PPS dan PPK.
Dirinya menilai potensi jual beli suara
di Pemilu 2014 akan lebih besar daripada Pemilu 2009 karena persaingannya antar
caleg bukan parpol. “Berbagai model transaksional antar caleg maupun
penyelenggara beragam seperti transaksi uang yang nilainya hingga ratusan juta.
Caleg yang tidak memenangi kursi akan melakukan jual beli
suara yang tentunya akan melibatkan penyelenggara, sehingga potensi untuk
melakukan kerjasama dengan penyelenggara sangat besar.
Karena investasi kepada penyelenggara
akan lebih menguntungkan. Kata Yusak, selain jual beli suara di antara
caleg, Panwas juga diminta mengawasi adanya sekelompok masyarakat yang akan
menawarkan suara kepada para caleg dengan bukti kartu pemilih.
Pemilih
Pragmatis
Direktur Center For
Election And Political Party (CEPP) Jambi As'ad
Isma juga melihat potensi besar jual beli suara di Pileg, seperti money politic (politik uang) maupun melalui penyerahan sembilan
bahan pokok (sembako) secara gratis.
As’ad bahkan memperkirakan jumlah
pemilih transaksional mencapai 65 persen, meningkat pasca Pilkada Walikota
Jambi 2013 lalu. “Sekarang ini pemilih pragmatis. Memilih hanya dengan sogokan,
bukan lagi dengan melihat jejak para caleg. Uang dan sembako masih mempengaruhi
pilihan masyarakat. Bahkan pasca Pilkada perilaku transaksional diperkirakan
semakin meningkat.
Karakter pemilih masih menentukan pilihannya
dengan mengharap imbalan dari caleg atau wani
piro. Bahkan para caleg ini sudah dijadikan pangsa pasar tarif harga caleg.
Untuk itu, kata As'ad Isma, praktik
pembelian suara dari para pemilih merupakan salah satu tantangan dalam
pelaksanaan pemilu di Indonesia, khususnya di Jambi.
“Praktik semacam ini harus dicegah oleh
dengan pengawasan dari saksi caleg dan parpol. Kemudian pengawasan dari media
dan masyarakat sangat diharapkan. Pencegahannya merupakan tantangan semua pihak
demi terwujudnya pemilu yang jujur dan adil. Potensi jual beli suara di Pileg mendatang
masih sangat tinggi, bahkan diprediksi meningkat dari Pemilu 2009 lalu,” katanya.
Menurutnya, uang dan sembako masih
berperan penting dalam mempengaruhi suara pemilih caleg
pemodal besar akan berpeluang dalam melakukan jual beli suara. Praktik ini akan dilakukan oleh partai yang memenuhi kuota suara.
Pengaruhnya cukup besar bahkan cenderung
meningkat pada tahun-tahun sebelumnya. Publik menjadi lebih pragmatis. Mereka
tidak melihat kompetensi sebagai pertimbangan utama. Tapi lebih pada nominal
transaksional, “sodoran uang”.
Disebutkan, potensi jual beli suara di Pileg
dapat diperkecil bila mana sistem pengawasannya diperketat dengan melibatkan
seluruh komponen terkait. Meski demikian, praktik itu sulit dihindari karena
keterbatasan pihak penyelenggara.
“Kita juga berharap kepada pemilih agar
memilih caleg sesuai dengan jejak rekam yang baik dan komitmennya untuk
memperjuangkan rakyat khususnya di daerah pemilihannya,” katanya.
Namun jika pemilih memilih caleg yang
bermain uang, akan berupaya untuk mengembalikan modal
caleg yang diperkirakan berjumlah hingga Rp 400 juta untuk caleg kabupaten/kota.
Tentunya hal ini akan melahirkan caleg-caleg yang akan sibuk urus proyek, bukan
untuk mengurusi rakyat.
Ombudsman Terima 35 Laporan
Sementara sejak diresmikannya pada Agustus 2013 lalu, Lembaga Negara Pengawas
Pelayanan Publik, Ombudmasn Perwakilan Provinsi Jambi hingga Februari ini telah menerima 35 pengaduan dari masyarakat.
Kata Taufik Yasak, pada
tahun 2013 lalu kita telah menangani 24 kasus, dan 40 persen telah terselesaikan, selama 2014 ini sudah add 11 pengadauan lagi, jadi
totalnya 35
kasus, dari 35 laporan ini 30 persennya sudah kita tangani.
Menurut mantan Direktur Bank Jambi ini, saat ini ada
8 kasus di Kota Jambi yang akan
diselidiki dan diawasi oleh Ombudsman. Namun belum bisa diekspose oleh pihaknya.
Disebutkan, wewenang dari Ombudsman bukan hanya menerima pengaduan masyarakat, tapi juga menyampaikan laporan
masyarakat atau saran kepada wakil rakyat, kepala daerah, hingga ke presiden.
“Ombudsman juga berpedoman pada Undang-Undang negara di antaranya UU
Nomor 37 Pasal 31 dan Pasal 44 tentang orang yang menghalangi Ombudsman dalam
pemeriksaan akan dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda 1 miliar rupiah,” katanya.
Terkait banyaknya kasus korupsi yang mandek dan hilang tanpa penyelesaian
yang jelas di Polda Jambi, Taufik mengaku, hal itu juga bisa dilaporkan ke
Ombudsman.
“Kalau memang ada warga yang mengeluhkan lemahnya penanganan kasus
korupsi di Polda dan jajaran, silakan laporkan, kita akan tindaklanjuti. Kita juga
menerima laporan bidang politik. Seperti
pelayanan di KPU, Bawaslu, serta temuan di parpol dan masing-masing caleg,” katanya. (*/lee) (HARIAN JAMBI EDISI RABU PAGI 12 FEB 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar