Kamis, 13 Februari 2014

Mencegah Caleg Jual Beli Suara



 PEMILU LEGISLATIF 2014



Pemilihan Umum Legislatif 9 April 2014 mendatang sangat rentan terhadap praktik jual beli suara. Jual beli suara nantinya akan bisa bergesekan antara caleg dengan petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS). Jika hal ini tak diwaspadai, bisa saja Pemilu Legislatif 2014 terjadi caos antar caleg dengan PPS atau caleg dengan caleg. Pihak penyelenggara Pemilu 2014 diminta agar mematangkan petugas penyelenggara pemilu untuk tetap independen.

ROSENMAN Manihuruk, Jambi

Nuansa politis persaingan para caleg untuk merebut kursi legislatif, mulai dari DPRD kabupaten/kota, provinsi hingga DPR RI sudah mulai tampak. Bahkan antar tim sukses para caleg sudah mulai terjadi gesekan-gesekan, seperti pelarangan pemasangan baliho di suatu tempat tertentu.

Gencarnya para caleg bersosialisasi ke basis-basis suara, membuktikan persaingan para caleg kini semakin sengit. Kampanye terselubung juga kini sudah mulai dilakukan demi meraih simpatik calon pemilih.

Stategi jual beli suara para caleg, khususnya dari partai yang sama bakal terjadi di tingkat PPS hingga Panitia Pemilihan Kecamatan PPK. Hal ini perlu diawasi sehingga pemilu April mendatang tidak terjadi caos antar caleg.

Kepala Ombudsman perwakilan Jambi Taufik Yasak mengatakan, pemilu caleg yang akan datang jual beli suara caleg tidak akan terelakkan. Sebab banyak caleg dari partai tertentu yang ambisi harus duduk di legislatif.

Sehingga caleg yang ambisi itu akan mengupayakan perolehan suara terbanyak untuk dirinya untuk mencukupi kuota caleg agar bisa duduk. Hal ini akan memanfaatkan perolehan suara caleg lain dari partai yang sama.

Disebutkan, transaksi jual beli suara ini bakal dilakukan oleh para caleg yang ambisi untuk duduk di legislatif tersebut. Jual beli suara ini akan rawan terjadi di PPS hingga KPPS.   

Taufik Yasak meminta para PPS dan PPK untuk bersikap netral saat pelaksanaan Pemilu 9 April mendatang. Dirinya juga meminta para saksi parpol agar turut serta mencegah praktik jual beli suara caleg ini.

Menurut Yasak, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jambi agar memaksimalkan pengawasan terhadap praktik jual beli suara antar calon anggota legislatif (caleg) maupun caleg dengan penyelenggara di tinggat PPS dan PPK.

Dirinya menilai potensi jual beli suara di Pemilu 2014 akan lebih besar daripada Pemilu 2009 karena persaingannya antar caleg bukan parpol. “Berbagai model transaksional antar caleg maupun penyelenggara beragam seperti transaksi uang yang nilainya hingga ratusan juta.

Caleg yang tidak  memenangi kursi akan melakukan jual beli suara yang tentunya akan melibatkan penyelenggara, sehingga potensi untuk melakukan kerjasama dengan penyelenggara sangat besar.

Karena investasi kepada penyelenggara akan lebih menguntungkan. Kata Yusak, selain jual beli suara di antara caleg, Panwas juga diminta mengawasi adanya sekelompok masyarakat yang akan menawarkan suara kepada para caleg dengan bukti kartu pemilih.

Pemilih Pragmatis

Direktur Center For Election And Political Party (CEPP) Jambi As'ad Isma juga melihat potensi besar jual beli suara di Pileg, seperti money politic (politik uang) maupun melalui penyerahan sembilan bahan pokok (sembako) secara gratis.

As’ad bahkan memperkirakan jumlah pemilih transaksional mencapai 65 persen, meningkat pasca Pilkada Walikota Jambi 2013 lalu. “Sekarang ini pemilih pragmatis. Memilih hanya dengan sogokan, bukan lagi dengan melihat jejak para caleg. Uang dan sembako masih mempengaruhi pilihan masyarakat. Bahkan pasca Pilkada perilaku transaksional diperkirakan semakin meningkat.

Karakter pemilih masih menentukan pilihannya dengan mengharap imbalan dari caleg atau wani piro. Bahkan para caleg ini sudah dijadikan pangsa pasar tarif harga caleg. Untuk itu, kata As'ad Isma, praktik pembelian suara dari para pemilih merupakan salah satu tantangan dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia, khususnya di Jambi.

“Praktik semacam ini harus dicegah oleh dengan pengawasan dari saksi caleg dan parpol. Kemudian pengawasan dari media dan masyarakat sangat diharapkan. Pencegahannya merupakan tantangan semua pihak demi terwujudnya pemilu yang jujur dan adil. Potensi jual beli suara di Pileg mendatang masih sangat tinggi, bahkan diprediksi meningkat dari Pemilu 2009 lalu,” katanya.

Menurutnya, uang dan sembako masih berperan penting dalam mempengaruhi suara pemilih caleg pemodal besar akan berpeluang dalam melakukan jual beli suara. Praktik ini akan dilakukan oleh partai yang memenuhi kuota suara.

Pengaruhnya cukup besar bahkan cenderung meningkat pada tahun-tahun sebelumnya. Publik menjadi lebih pragmatis. Mereka tidak melihat kompetensi sebagai pertimbangan utama. Tapi lebih pada nominal transaksional, “sodoran uang”.

Disebutkan, potensi jual beli suara di Pileg dapat diperkecil bila mana sistem pengawasannya diperketat dengan melibatkan seluruh komponen terkait. Meski demikian, praktik itu sulit dihindari karena keterbatasan pihak penyelenggara.

“Kita juga berharap kepada pemilih agar memilih caleg sesuai dengan jejak rekam yang baik dan komitmennya untuk memperjuangkan rakyat khususnya di daerah pemilihannya,” katanya.

Namun jika pemilih memilih caleg yang bermain uang, akan berupaya untuk mengembalikan modal caleg yang diperkirakan berjumlah hingga Rp 400 juta untuk caleg kabupaten/kota. Tentunya hal ini akan melahirkan caleg-caleg yang akan sibuk urus proyek, bukan untuk mengurusi rakyat.

Ombudsman Terima 35 Laporan

Sementara sejak diresmikannya pada Agustus 2013 lalu, Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudmasn Perwakilan Provinsi Jambi hingga Februari ini telah menerima 35 pengaduan dari masyarakat.

Kata Taufik Yasak, pada tahun 2013 lalu kita telah menangani 24 kasus, dan 40 persen telah terselesaikan, selama 2014 ini sudah add 11 pengadauan lagi, jadi totalnya 35 kasus, dari 35 laporan ini 30 persennya sudah kita tangani.

Menurut mantan Direktur Bank Jambi ini, saat ini ada 8 kasus di Kota Jambi yang akan diselidiki dan diawasi oleh Ombudsman. Namun belum bisa diekspose oleh  pihaknya.

Disebutkan, wewenang dari Ombudsman bukan hanya menerima pengaduan masyarakat, tapi juga menyampaikan laporan masyarakat atau saran kepada wakil rakyat, kepala daerah, hingga ke presiden.

Ombudsman juga berpedoman pada Undang-Undang negara di antaranya UU Nomor 37 Pasal 31 dan Pasal 44 tentang orang yang menghalangi Ombudsman dalam pemeriksaan akan dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda 1 miliar rupiah,” katanya.

Terkait banyaknya kasus korupsi yang mandek dan hilang tanpa penyelesaian yang jelas di Polda Jambi, Taufik mengaku, hal itu juga bisa dilaporkan ke Ombudsman.

“Kalau memang ada warga yang mengeluhkan lemahnya penanganan kasus korupsi di Polda dan jajaran, silakan laporkan, kita akan tindaklanjuti. Kita juga menerima laporan bidang politik. Seperti pelayanan di KPU, Bawaslu, serta temuan di parpol dan masing-masing caleg,” katanya. (*/lee) (HARIAN JAMBI EDISI RABU PAGI 12 FEB 2014)


Tidak ada komentar: