Ketua Dewan Pers Bagir Manan saat
memberikan penjelasan kepada wartawan terkait dengan MoU Dewan Pers dengan
Polri di Jambi, Selasa (7/2/2012). Foto Asenk Lee Saragih
|
BERITAKU-Jakarta-Semua anggota delegasi menyepakati
perlunya mendorong organisasi internasional, pemerintah, media dan berbagai
aktor lain untuk bisa bekerja sama menjaga keselamatan jurnalis dan
meminta pertanggungjawaban mereka yang menyerang jurnalis.
Demikian salah satu butir rekomendasi yang dibacakan
Direktur Pengembangan Media dan Kebebasan
Berekspresi UNESCO, Guy Berger, pada penutupan rangkaian peringatan Hari Kemerdekaan Pers Internasional 2015 yang berlangsung di ibukota Latvia, Riga, pada 1-4 Mei 2015 lalu.
Berekspresi UNESCO, Guy Berger, pada penutupan rangkaian peringatan Hari Kemerdekaan Pers Internasional 2015 yang berlangsung di ibukota Latvia, Riga, pada 1-4 Mei 2015 lalu.
Peringatan Hari Kemerdekaan Pers Internasional 2015 yang
dihadiri 500 perwakilan pers dari 81 negara ini diisi dengan berbagai kegiatan
antara lain konferensi, malam penghargaan dan lain-lain. Adapun tema konferensi
adalah “Let Journalism Thrive! Towards Better Reporting, Gender Equity, and
Media Safety in the Digital Age”. Pembukaan dihadiri Direktur Jenderal UNESCO
Irina Bokova dan Presiden Latvia Andris Berzins.
Dewan Pers hadir mewakili delegasi Indonesia. Delegasi
Indonesia adalah Dr. Ninok Leksono, Yosep Adi Prasetyo, I Made Karuna Ray
Wijaya, Imam Wahyudi, Chelsia Christiana, dan juga anggota Komisi Penyiaran
Indonesia Bekti Nugroho.
Kekerasan
Sejumlah negara mengakui bahwa kebebasan pers masih menjadi
isu utama yang harus terus diperjuangkan oleh sebagian besar negara. Data
UNESCO menyatakan ada ratusan wartawan diserang, luka, tertembak atau mati saat
bertugas. Penyerangan terhadap wartawan sepanjang 2014 tercatat paling banyak
terjadi di Suriah.
Untuk itu pihak UNESCO memberikan Penghargaan Kebebasan
Pers Dunia Guillermo Cano kepada pengacara dan pegiat kebebasan pers asal
Suriah, Mazen Darwish, yang sejak Februari 2012 hingga kini ditahan di penjara.
Penghargaan disampaikan langsung oleh Presiden Latvia sebagai tuan rumah kepada
istri Mazen, Yara Bader.
Peserta konferensi juga menyoroti maraknya media sosial
sebagai bagian dari kebebasan berekspresi. Namun sejumlah narasumber juga
mengingatkan agar para jurnalis tak sembarang menggunakan media sosial ataupun
sumber di media sosial sebagai berita tanpa pernah mengeceknya.
Kebebasan pers dan kebebasan berekspresi harus bisa
menghadirkan jurnalisme yang berkualitas. Para wartawan diimbau untuk terus
meningkatkan kualitas dan pengetahuan yang mereka miliki. Hal ini diutarakan
oleh Eva Flomo dari Liberia yang menceritakan bagaimana para wartawan dituntut
untuk mampu meliput kasus ebola yang mengganas di semenanjung Afrika tanpa
membahayakan diri mereka sendiri.
Pada saat penutupan, UNESCO mengumumkan bahwa peringatan
Hari Kemerdekaan Pers Internasional 2016 akan digelar di Helsinki, Finlandia,
dan selanjutnya untuk 2017 akan dilaksanakan di Indonesia.
Tentu saja ada setumpuk pekerjaan rumah bagi pemerintah
Indonesia. Antara lain untuk menuntaskan kasus-kasus pembunuhan terhadap
wartawan yang hingga kini belum terungkap. (Stanley/Dewanpers)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar