Muhammad Miftah SE |
Pemerintah
daerah diminta untuk menfasilitasi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk
memiliki rumah. Kini puluhan ribu MBR hanya hidup di kontrakan dengan biaya
yang lumayan mahal. Peran pemerintah untuk menyediakan rumah layak tersebut
harus segera diwujudkan. Kini dibutuhkan peran pemerintah dan swasta yang
berpihak kepada MBR demi cita-cita bangsa yang berdaulat.
ROSENMAN
M, Jambi
Kini
perkembangan perumahan di Jambi sungguh pesat. Namun pengembang cenderung hanya
mengincar orang berduit. Sementara rumah untuk MBR tak kunjung ada. Sementara
program Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di Jambi hanya wacana semata. Kemudian peran
pemerintah daerah untuk menyediakan rumah untuk MBR hingga kini masih minim.
Ketua DPD
Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Jambi Muhammad Miftah SE kepada Harian Jambi, Minggu (15/6)
mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Indonesia No 5 Tahun
2014 tentang Proporsi Pendanaan Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera,
secara jelas dikatakan bahwa pemerintah wajib sebagai regulasi subsidi
pembiayaan rumah bagi MBR.
Menurut M Miftah, REI mengajak pengembang
lainnya untuk membangun Rumah Sehat Terjangkau (RST). “Sebagai bentuk
kepedulian pengembang terhadap MBR, saya sangat yakin bahwa dari rumah yang
sehat lah akan lahir kelak pemimpin yang sehat pula. REI juga ingin
memperjuangkan kemudahan bagi MBR untuk memperoleh haknya untuk tinggal di
tempat yang layak melalui dorongan kepada pemerintah daerah,” katanya.
Disebutkan, dengan
memperhatikan salah satu kebutuhan pokok rakyat untuk dapat memperoleh tempat
berlindung yang layak, sebagai wadah awal persemaian budaya yang akan membentuk
watak sumber daya manusia pendukung eksistensi suatu bangsa ke depan.
Terpenuhinya
kebutuhan akan rumah ini tentu akan menyenangkan hati rakyat, yang pada
gilirannya pasti dengan senang hati akan mendukung pula seluruh program-program
yang dicanangkan rezim dimaksud.
“Selain itu,
ibarat tombak bermata ganda, di samping pemenuhan salah satu kebutuhan pokok di
atas, sektor perumahan juga telah terbukti pada banyak negara dapat diandalkan
sebagai salah satu penggerak ekonomi lokal, terlebih bagi negara dengan sumber
daya alam melimpah seperti kita,” ujarnya.
Disebutkan,
sektor riil dengan kecenderungan padat modal sekaligus padat karya ini,
berpotensi menimbulkan bangkitan ekonomi dengan tricle down effect-nya, terbukanya lapangan kerja, terciptanya
peluang usaha turutan bagi pengusaha kecil menengah, membangun jiwa
kewirausahaan masyarakat, sehingga dapat
memperkokoh struktur ketahanan ekonomi nasional.
“Banyak benefit lain yang mungkin akan diperoleh
dari sektor ini, satu hal yang pasti adalah dengan terpenuhinya kebutuhan akan
perumahan, harkat bangsa ini akan lebih dihargai,” ujar Miftah.
Disebutkan, pembangunan
perumahan bagi MBR di pinggiran Kota Jambi akan mengurai kepadatan permukiman
di pusat kota. Pemerintah sebagai regulasi subsidi bisa bekerjasama dengan para
pengembang guna mewujudkan rumah bagi MBR tersebut.
Sementara, angka
backlog, yakni akumulasi dari selisih
kebutuhan perumahan yang timbul akibat pertumbuhan penduduk dengan kemampuan
pemenuhan kebutuhan perumahan per tahun, cenderung
semakin meningkat secara progresif.
Disebutkan, saat
ini besaran backlog secara nasional mencapai angka 15 juta unit. Dengan tingkat
pertumbuhan kebutuhan rumah akibat laju pertumbuhan penduduk per tahun mencapai
±960.000 unit, sementara dari jumlah kebutuhan rumah tersebut yang mempunyai
daya beli (demand) pada sektor formal
saat ini hanya berkisar 15% saja.
“Hal ini semakin
diperparah lagi dengan adanya kecenderungan menurunnya tingkat daya beli
masyarakat akibat naiknya harga rumah sebagai dampak dari kenaikan-kenaikan TDL
dan bahan bangunan akibat naiknya BBM dan resesi dunia, serta meroketnya harga
tanah dan tingginya biaya perizinan,” katanya.
Sesungguhnya
Gerakan Nasional Pengembangan Satu Juta Rumah yang dulu pernah dicanangkan pemerintah
sudah tepat. Namun belum dapat optimal diaplikasikan dalam tataran pelaksanaan,
apalagi di daerah.
Kebijakan yang
dicanangkan sejak tahun 2004 dan ditargetkan mencapai puncaknya pada tahun 2020
sejalan dengan Millenium Development Goals, masih perlu perhatian khusus dan
kesepakatan yang kuat para stakeholder
sektor perumahan permukiman, mulai dari pelaku, masyarakat pengguna, institusi
pembiayaan, sampai dengan pemerintah daerah, sehingga strategi yang sudah
sangat baik dan komprehensif dari gerakan satu juta rumah ini dapat
diaplikasikan.
Kebijakan
Terarah
Komitmen politik
untuk merumahkan rakyat harus dilakukan dengan sepenuh hati dan konsep
merumahkan rakyat harus dalam koridor meningkatkan kualitas dan kinerja
masyarakat.
Penggalangan
potensi harus dilakukan dan diarahkan dalam satu kebijakan yang efektif dan
efisien. Penggalangan potensi pembiayaan yang ada pada masyarakat melalui
Tabungan Perumahan Nasional harus dilakukan sehingga pengelolaan sumber
pendanaan yang sangat potensial ini dapat dilakukan lebih efektif dan terarah.
Sesungguhnya
potensi yang ada pada masyarakat itu sangat besar, Central Providence Fund
Singapore telah membuktikan hal ini, dengan konsep yang sama namun dengan
besaran yang berbeda, kita dapat terapkan dalam Tabungan Perumahan Nasional.
Dikatakan,
prioritas pengembangan permukiman diarahkan pada pengembangan/pemberdayaan
daerah-daerah sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan potensi daerah tersebut
yang pada akhirnya dapat mencegah/mengurangi arus urbanisasi.
Dukungan dan
kapasitas pemerintah daerah sangat erat hubungannya dengan keberhasilan konsep
ini. Simplifikasi perizinan dan kebijakan pertanahan pun harus segera
dilaksanakan, sementara dukungan infrastruktur juga harus diselaraskan dengan
kecepatan yang sama.
Mengingat
kompleksitas permasalahan yang masih harus ditangani berkaitan dengan komitmen
untuk merumahkan rakyat (jika masih ada?) sepantasnyalah sektor ini mendapat
perhatian yang lebih besar lagi, di bawah koordinasi instansi atau badan,
dengan kewenangan kelembagaan yang memadai.
“Penambahan
kewenangan bagi instansi/lembaga yang mengurusi perumahan mencakup fungsi
permukiman dalam arti luas. Dalam artian tugas kementerian perumahan rakyat,
dengan nama yang terkesan populis, harus mencakup hal-hal yang berkaitan dengan
masalah perumahan permukiman secara keseluruhan sehingga upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dalam arti sebenarnya juga dapat dilakukan kementerian
ini,” ujarnya.
Disebutkan,
penerapan Asuransi Gagal Bayar (AGB) bagi perumahan MBR yang bersumber dari
APBN sangat tepat guna mempermudah MBR mendapatkan rumah layak. Kemudian
program Satu Miliar Satu Desa (Samisades) juga bisa diarahkan kepada
pembangunan perumahan laik huni bagi MBR.
Dengan adanya
ABG buat perumahan MBR itu, pihak bank memiliki kepastian untuk memudahkan KPR
bagi masyarakat pemohon.
Pemberian
kewenangan lebih bagi kelembagaan Kementerian Perumahan dapat dilakukan dengan
memberdayakan badan koordinasi perencanaan pembangunan perumahan permukiman
nasional (BKP4N) yang diketuai oleh Presiden RI dengan ketua pelaksanan menteri
perumahan. Sehingga program pengadaan Perumahan Sederhana Sehat bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dapat lebih menggigit dan bukan sekadar retorika. (*/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar