Senin, 16 Juni 2014

REI Ajak Pemerintah Fasilitasi Rumah bagi MBR

Muhammad Miftah SE
Pemerintah daerah diminta untuk menfasilitasi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah. Kini puluhan ribu MBR hanya hidup di kontrakan dengan biaya yang lumayan mahal. Peran pemerintah untuk menyediakan rumah layak tersebut harus segera diwujudkan. Kini dibutuhkan peran pemerintah dan swasta yang berpihak kepada MBR demi cita-cita bangsa yang berdaulat.

ROSENMAN M, Jambi

Kini perkembangan perumahan di Jambi sungguh pesat. Namun pengembang cenderung hanya mengincar orang berduit. Sementara rumah untuk MBR tak kunjung ada. Sementara program Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di Jambi hanya wacana semata. Kemudian peran pemerintah daerah untuk menyediakan rumah untuk MBR hingga kini masih minim.

Ketua DPD Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Jambi Muhammad Miftah SE kepada Harian Jambi, Minggu (15/6) mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Indonesia No 5 Tahun 2014 tentang Proporsi Pendanaan Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera, secara jelas dikatakan bahwa pemerintah wajib sebagai regulasi subsidi pembiayaan rumah bagi MBR.
  
Menurut M Miftah, REI mengajak pengembang lainnya untuk membangun Rumah Sehat Terjangkau (RST). “Sebagai bentuk kepedulian pengembang terhadap MBR, saya sangat yakin bahwa dari rumah yang sehat lah akan lahir kelak pemimpin yang sehat pula. REI juga ingin memperjuangkan kemudahan bagi MBR untuk memperoleh haknya untuk tinggal di tempat yang layak melalui dorongan kepada pemerintah daerah,” katanya.


Disebutkan, dengan memperhatikan salah satu kebutuhan pokok rakyat untuk dapat memperoleh tempat berlindung yang layak, sebagai wadah awal persemaian budaya yang akan membentuk watak sumber daya manusia pendukung eksistensi suatu bangsa ke depan.

Terpenuhinya kebutuhan akan rumah ini tentu akan menyenangkan hati rakyat, yang pada gilirannya pasti dengan senang hati akan mendukung pula seluruh program-program yang dicanangkan rezim dimaksud.

“Selain itu, ibarat tombak bermata ganda, di samping pemenuhan salah satu kebutuhan pokok di atas, sektor perumahan juga telah terbukti pada banyak negara dapat diandalkan sebagai salah satu penggerak ekonomi lokal, terlebih bagi negara dengan sumber daya alam melimpah seperti kita,” ujarnya.

Disebutkan, sektor riil dengan kecenderungan padat modal sekaligus padat karya ini, berpotensi menimbulkan bangkitan ekonomi dengan tricle down effect-nya, terbukanya lapangan kerja, terciptanya peluang usaha turutan bagi pengusaha kecil menengah, membangun jiwa kewirausahaan masyarakat, sehingga dapat  memperkokoh struktur ketahanan ekonomi nasional.

“Banyak benefit lain yang mungkin akan diperoleh dari sektor ini, satu hal yang pasti adalah dengan terpenuhinya kebutuhan akan perumahan, harkat bangsa ini akan lebih dihargai,” ujar Miftah.

Disebutkan, pembangunan perumahan bagi MBR di pinggiran Kota Jambi akan mengurai kepadatan permukiman di pusat kota. Pemerintah sebagai regulasi subsidi bisa bekerjasama dengan para pengembang guna mewujudkan rumah bagi MBR tersebut.

Sementara, angka backlog, yakni akumulasi dari selisih kebutuhan perumahan yang timbul akibat pertumbuhan penduduk dengan kemampuan pemenuhan kebutuhan perumahan per tahun, cenderung semakin meningkat secara progresif.

Disebutkan, saat ini besaran backlog secara nasional mencapai angka 15 juta unit. Dengan tingkat pertumbuhan kebutuhan rumah akibat laju pertumbuhan penduduk per tahun mencapai ±960.000 unit, sementara dari jumlah kebutuhan rumah tersebut yang mempunyai daya beli (demand) pada sektor formal saat ini hanya berkisar 15% saja.

“Hal ini semakin diperparah lagi dengan adanya kecenderungan menurunnya tingkat daya beli masyarakat akibat naiknya harga rumah sebagai dampak dari kenaikan-kenaikan TDL dan bahan bangunan akibat naiknya BBM dan resesi dunia, serta meroketnya harga tanah dan tingginya biaya perizinan,” katanya.

Sesungguhnya Gerakan Nasional Pengembangan Satu Juta Rumah yang dulu pernah dicanangkan pemerintah sudah tepat. Namun belum dapat optimal diaplikasikan dalam tataran pelaksanaan, apalagi di daerah.

Kebijakan yang dicanangkan sejak tahun 2004 dan ditargetkan mencapai puncaknya pada tahun 2020 sejalan dengan Millenium Development Goals, masih perlu perhatian khusus dan kesepakatan yang kuat para stakeholder sektor perumahan permukiman, mulai dari pelaku, masyarakat pengguna, institusi pembiayaan, sampai dengan pemerintah daerah, sehingga strategi yang sudah sangat baik dan komprehensif dari gerakan satu juta rumah ini dapat diaplikasikan.

Kebijakan Terarah

Komitmen politik untuk merumahkan rakyat harus dilakukan dengan sepenuh hati dan konsep merumahkan rakyat harus dalam koridor meningkatkan kualitas dan kinerja masyarakat.

Penggalangan potensi harus dilakukan dan diarahkan dalam satu kebijakan yang efektif dan efisien. Penggalangan potensi pembiayaan yang ada pada masyarakat melalui Tabungan Perumahan Nasional harus dilakukan sehingga pengelolaan sumber pendanaan yang sangat potensial ini dapat dilakukan lebih efektif dan terarah.

Sesungguhnya potensi yang ada pada masyarakat itu sangat besar, Central Providence Fund Singapore telah membuktikan hal ini, dengan konsep yang sama namun dengan besaran yang berbeda, kita dapat terapkan dalam Tabungan Perumahan Nasional.

Dikatakan, prioritas pengembangan permukiman diarahkan pada pengembangan/pemberdayaan daerah-daerah sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan potensi daerah tersebut yang pada akhirnya dapat mencegah/mengurangi arus urbanisasi.

Dukungan dan kapasitas pemerintah daerah sangat erat hubungannya dengan keberhasilan konsep ini. Simplifikasi perizinan dan kebijakan pertanahan pun harus segera dilaksanakan, sementara dukungan infrastruktur juga harus diselaraskan dengan kecepatan yang sama. 

Mengingat kompleksitas permasalahan yang masih harus ditangani berkaitan dengan komitmen untuk merumahkan rakyat (jika masih ada?) sepantasnyalah sektor ini mendapat perhatian yang lebih besar lagi, di bawah koordinasi instansi atau badan, dengan kewenangan kelembagaan yang memadai.

“Penambahan kewenangan bagi instansi/lembaga yang mengurusi perumahan mencakup fungsi permukiman dalam arti luas. Dalam artian tugas kementerian perumahan rakyat, dengan nama yang terkesan populis, harus mencakup hal-hal yang berkaitan dengan masalah perumahan permukiman secara keseluruhan sehingga upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam arti sebenarnya juga dapat dilakukan kementerian ini,” ujarnya.

Disebutkan, penerapan Asuransi Gagal Bayar (AGB) bagi perumahan MBR yang bersumber dari APBN sangat tepat guna mempermudah MBR mendapatkan rumah layak. Kemudian program Satu Miliar Satu Desa (Samisades) juga bisa diarahkan kepada pembangunan perumahan laik huni bagi MBR.

Dengan adanya ABG buat perumahan MBR itu, pihak bank memiliki kepastian untuk memudahkan KPR bagi masyarakat pemohon.

Pemberian kewenangan lebih bagi kelembagaan Kementerian Perumahan dapat dilakukan dengan memberdayakan badan koordinasi perencanaan pembangunan perumahan permukiman nasional (BKP4N) yang diketuai oleh Presiden RI dengan ketua pelaksanan menteri perumahan. Sehingga program pengadaan Perumahan Sederhana Sehat bagi masyarakat berpenghasilan rendah dapat lebih menggigit dan bukan sekadar retorika. (*/lee)



Tidak ada komentar: