Kamis, 22 Maret 2012

Lembaga Penyiaran Bukan Corong Politik

Jambi, BATAKPOS
Gubernur Jambi H.Hasan Basri Agus

Gubernur Jambi H.Hasan Basri Agus menyatakan bahwa lembaga penyiaran tidak dijadikan sebagai alat politik untuk menjaga netralitas dalam tugasnya sebagai penyebar informasi kepada masyarakat. Lembaga penyiaran juga jangan dijadikan corong politik yang dapat memberikan informasi tidak berimbang kepada masyarakat.

Hal itu dikatakan Hasan Basri Agus saat membuka lokakarya penataan perizinan lembaga penyiaran Provinsi Jambi, Rabu (21/3) bertempat di salah satu hotel di Jambi. Acara ini dihadiri oleh Komisioner Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Dadang Rahmat Hidayat, S.Sos. SH,MSi, Ketua dan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Provinsi Jambi Arwani.

Menurut Hasan Basri Agus, saat ini partai politik berlomba-lomba menguasai media yang dipergunakan untuk alat politik, hal ini menyebabkan tidak adanya netralitas dalam penyampaian informasi, menurut Gubernur hal ini menjadi salah satu tugas dari Komisi Penyiaran untuk turut campur tangan sesuai dengan semangat yang diatur dalam UU.

“Jika Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, yang secara subtansi memiliki semangat bahwa pengelolaan sistem penyiaran dan digunakan sebesar-sebesarnya untuk kepentingan publik, saat ini masih kita lihat ada monopoli dan media dipolitisi,”katanya.

Disebutkan, hal itu berbahaya jika partai politik berlomba-lomba memegang, menguasai media untuk kepentingan politik yang justru dapat mengganggu kenetralan, dan apa yang ditayangkan seakan-akan tidak ada hal baik yang dilakukan pemerintah.

“Ini bisa mengganggu ketentraman dan merusak etika moral bangsa, karena hasil survey menyatakan bahwa media memiliki peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi pola pikir masyarakat, untuk itu diperlukan peranan dari KPI untuk mengatasinya,”katanya.

Disebutkan, kehadiran KPI dimaksudkan untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran, harus diserahkan ke sebuah badan yang bebas dari intervensi pemodal atau investor maupun kepentingan kekuasaan. Sehingga dengan demikian pengalaman pahit pada pada masa lalu, tidak akan terulang lagi pada masa yang akan datang.

“Sejak diberlakukan undang-undang Penyiaran tersebut, telah terjadi perubahan yang cukup fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia, termasuk sistem penyiaran di Provinsi Jambi. Perubahan yang cukup mendasar tersebut yaitu dengan adanya transfer kewenangan, dimana selama ini kewenangan pengelolaan penyiaran, sepenuhnya berada di tangan pihak pemerintah, kemudian dilimpahkan kepada sebuah lembaga pengatur independen bernama Komisi Penyiaran Indonesia,”katanya.

Dikatakan, dengan sistem siaran ini berjaringan ini dapat merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin hak sosial budaya masyarakat lokal. “Selama ini sentralisasi lembaga penyiaran berakibat diabaikannya hak sosial-budaya masyarakat lokal. Padahal masyarakat lokal juga berhak untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhan politik, sosial dan budayanya,”katanya. RUK

Tidak ada komentar: