Halaman

Sabtu, 15 Februari 2014

Cap Go Meh, Tradisi Tionghoa yang Tak Lekang

HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI SABTU 15 FEBRUARI 2014 HALAMAN 18. SILAHKAN BACA SELENGKAPNYA.

Hari raya Cap Go Meh atau Yuan Xiaojie dalam bahasa Tionghoa yang jatuh pada tanggal  15 bulan pertama tahun Imlek adalah salah satu hari raya tradisional Tiongkok. Menurut tradisi rakyat Tiongkok, sehabis Cap Go Meh, maka berakhirlah seluruh perayaan Tahun Baru Imlek. Hingga kini tradisi itu tak lekang ditelan jaman.

ROSENMAN MANIHURUK, Jambi
 
Hari raya Cap Go Meh juga disebut Yuanxi, Yuanye atau Shang Yuanjie dalam bahasa Tionghoa. Malam Cap Go Meh adalah malam pertama bulan purnama setiap tahun baru. Pada malam itu, rakyat Tiongkok mempunyai kebiasaan memasang lampion berwarna-warni, maka festival ini juga disebut sebagai “hari raya lampion”.

Menyaksikan lampion dan makan onde-onde adalah dua bagian penting pada hari raya Cap Go Meh. Dan dari mana asal usul tradisi pemasangan lampion pada Festival Cap Go Meh? Konon pada tahun 180 sebelum Masehi, Kaisar Hanwudi yang berkuasa pada masa Dinasti Han Barat naik takhta pada tanggal 15 bulan pertama Imlek. 

Demikian dikatakan Hasan (60) pengurus Kelenteng Hok Kheng Tong Pasar Jambi kepada Harian Jambi Jumat (14/2/14) saat ditemui di kelenteng itu. Untuk merayakan penobatannya, Kaisar Han Wudi mengambil keputusan untuk menjadikan tanggal 15 bulan pertama sebagai hari raya lampion. Pada malam tanggal 15 bulan pertama setiap tahun, ia berkebiasaan bertamasya ke luar istana dan merayakan festival itu bersama rakyat. 

Pada tahun 104 Sebelum Masehi, Festival Cap Go Meh secara resmi dicantumkan sebagai hari raya nasional. Berkat keputusan itu, skala Festival Cap Go Meh meningkat lebih lanjut. 

CAP GOMEH DI KELENTENG  HOK KHENG TONG (KONI KOPI AAA)
Menurut peraturan, setiap tempat publik dan setiap keluarga diharuskan memasang lampionberwarna-warni, khususnya di jalan utama dan pusat kebudayaan akan diadakan pameran lampion besar-besaran yang meriah. 

Diceritakan, rakyat, baik yang berusia tua maupun yang berusia muda, pria maupun wanita semuanya akan berdatangan ke pekan lampion untuk menyaksikan lampion dan tari lampion naga, di samping menebak teka-teki.

Lampion berwarna yang dipasang pada Festival Cap Go Meh kebanyakan dibuat dari kertas berwarna terang. Lampion bernama “zoumadeng” atau lampion kuda berlari adalah salah satu macam lampion yan paling menarik. Konon lampion itu sudah bersejarah seribu tahun lamanya.

“Makan onde-onde pada hari raya Cap Go Meh juga merupakan salah satu kebiasaan lama. Kebiasaan makan onde-onde dimulai dari masa Dinasti Song (tahun 960-tahun 1279 Masehi),” ujarnya.

Onde-onde dibuat dengan tepung beras ketan dan selai buah. Setelah dimasak, rasanya lezat sekali. Pada kemudian hari, rakyat di bagian utara menyebut makanan itu sebagai “yuanxiao” dan rakyat di selatan menyebutnya sebagai “tangyuan”, dan pembuatannya pun berlainan dari utara ke selatan.

Kata Hasan, yang mengabdikan diri sebagai pembantu pengurus di Kelenteng Hok Kheng Tong pada Festival Cap Go Meh, rakyat selain menikmati lampion dan makan onde-onde, juga mengadakan kegiatan hiburan lainnya, seperti jangkungan, tari yangge (semacam tari khas di bagian utara Tiongkok) dan pertunjukan tari singa.

Kelenteng Hok Kheng Tong Pusat Cap Go Meh di Jambi

Kelenteng Hok Kheng Tong menjadi pusat perayaan Cap Go Meh umat Konghucu di Kota Jambi. Kelenteng yang beralamat di Koni Kopi AAA I Pasar Jambi ini kini tengah bersolek untuk merayakan ritual Ibadah Cap Go Meh, Jumat (14/2/14). Pada Jumat malam, Walikota Jambi Sy Fasya dan sejumlah pejabat lainnya menghadiri perayaan Cap Go Meh di kelenteng itu.
Kelenteng Hok Kheng Tong menjadi pusat perayaan Cap Go Meh umat Konghucu di Kota Jambi. Kelenteng yang beralamat di Koni Kopi AAA I Pasar Jambi

Majelis Tinggi Agama Konghucu (Matakin) Provinsi Jambi juga mempersiapkan Kelenteng Hok Kheng Tong sebagai pusat ritual Cap Go Meh dengan berbagai kegiatan. Acara ritual dimulai Jumat pukul 18.00 WIB hingga pawai Cap Go Meh malam harinya.

Menurut Hasan, petugas kelenteng mempersiapkan kebutuhan untuk ritual Cap Go Meh hingga malam. Disebutkan, segala kebutuhan untuk sembahyang di Kelenteng Hok Kheng Tong Pasar Jambi sudah dipersiapkan sejak Jumat pagi. Persiapan Ritual Naik Tandu dengan melayangkan Dewa Api sudah disiapkan dan dilakukan Jumat malam.

Sementara itu, sejumlah umat Konghucu juga melakukan ritual doa rutin di kelenteng tersebut. Tampak juga sejumlah sesajen ritual berupa ragam buah, makanan untuk dipersembahkan kepada dewa.

Pengamatan Harian Jambi menunjukkan, sejumlah orang membentuk dua bulatan besar dengan meletakkan peralatan berupa lembaran-lembaran sembahyang dengan bulat. Kemudian ada juga panggung disiapkan, dan pemasangan umbul-umbul di sekeliling dan jalan menuju Kelenteng Hok Kheng Tong.

Keberadaan Hok Kheng Tong itu juga dekat dengan usaha Hidayat, seorang tokoh etnis Tionghoa dan juga pengusaha Kopi AAA di Jambi.  Keberadaan Hok Kheng Tong juga tidak terlepas dari perhatian pak Hidayat selaku tokoh etnis Tionghoa di Jambi.

Sejumlah baliho dan spanduk ucapan Cap Go Meh dari Caleg juga ada terpasang di sekitar kelenteng tersebut. Momen perayaan Cap Go Meh tak luput dari perhatian caleg untuk mensosialisasikan diri mereka. 
Hasan 60 (kiri)tahun petugas KELENTENG  HOK KHENG TONG-Cap Go Me

Tradisi Sesajen Bunga Segar

Bunga segar bagi warga Tionghoa Kota Jambi merupakan salah satu sesajen saat merayakan Cap Go Meh atau akhir dari perayaan Imlek 2565. Bunga segar diyakini akan membawa keceriaan, semangat serta keberuntungan di tengah kemeriahan Cap Go Meh. Umat Budha memasang bunga tangkai segar di altar sembahyang, seperti di Vihara Sakyakartri Pasar Jambi, Jumat (14/2/14).
 
Pedagang bunga di pintu komplek Vihara Sakyakarti Jambi
“Warga etnis Tionghoa tradisinya biasa memasang bunga tangkai segar di altar saat sembahyang Cap Go Meh. Tradisi itu membuat warga Tionghoa khususnya Umat Budha di kawasan Pecinan Koni Pasar Jambi, Kebun Manggis dan Cempaka Putih Kota Jambi selalu menyerbu pedagang bunga segar yang marak setiap Cap Go Meh,” ujar Lince, warga pecinan Koni I Pasar Jambi saat membeli kembang di pintu komplek Vihara Sakyakarti Pasar Jambi kepada Harian Jambi Jumat  (14/2/14) pagi.

Setidaknya ada empat pedagang kembang segar di pintu komplek Vihara Sakyakarti tersebut. Mereka menjajakan aneka jenis bunga yang menebarkan keharuman, seperti bunga sedap malam, mawar, krisan, lili hingga carnation.

Warga Tionghoa biasanya merangkai bunga segar dalam pot bunga. Khusus untuk di altar, warga lebih suka memajang bunga sedap malam. Bunga itu, kata Lince, sebagai penghormatan untuk Dewi Kwan Im.

Menurut Lince, selain sebagai bagian dari ritual sembahyang, bunga segar bisa menetralkan aroma asap hio yang menyesakkan napas dan membuat mata pedih. Selain itu, bunga sedap malam bisa mempercantik altar dan menyeimbangkan unsur alam.

“Pokoknya ada banyak makna dari tradisi warisan leluhur kami ini. Bunga yang berwarna cerah, seperti mawar, lili, krisan, dan carnation dipasang di ruang tamu. Bunga-bunga itu akan dirangkai untuk mempercantik tampilan ruang tamu. Selain lampion dan lilin, bunga bisa membuat tamu betah untuk bercengkerama di ruang tamu,” kata perempuan yang menjabat sebagai Maneger di salah satu hotel berbintang di Jambi ini.

Salah seorang pedagang bunga di pintu komplek Vihara Sakyakarti , Sundari, mengatakan,  bunga segar didatangkan dari Sengeti, Kabupaten Muarojambi dan Kota Jambi sendiri. Saat sembahyang Cap Go Meh bunga tangkai segar sangat diminati umat Budha.

Para pedagang bunga menaikkan harga dua hingga tiga kali lipat dibanding hari biasa. Harga satu tangkai bunga sedap malam dijual Rp 20 ribu atau tiga kali lipat dari harga pada hari biasa yang hanya Rp 5 ribu hingga Rp 8 ribu. Harga bunga anggrek mencapai Rp 25 ribu per tangkai. “Rata-rata pedagang bisa menjual dua ratus tangkai bunga segar berbagai jenis,” ujar Sundari. (*/lee)
***

Yuslan , Mengais Rejeki di Vihara Sakyakirti  Jambi  


YUSLAN 6O TAHUN PEDAGANG ASESORIES BUDHA DI VIHARA SAKYAKIRTI JAMBI

Pagi itu, sinar matahari begitu terang. Lalu lalang umat Budha yang melakukan ritual sembahyang Cap Go Meh di Vihara Sakyakirti Pasar Kota Jambi, menjadi pemandangan musiman bagi Yuslan. Ibadah Cap Go Meh umat Budha di Vihara Sakyakirti juga menjadi keberuntungan Yuslan berdagang aksesoris umat Budha.
Yuslan (60) begitulah dia disapa pelanggannya. Yuslan menyapa Harian Jambi dengan ramah saat mengarahkan lensa kamera ke meja dagangan yang tengah dikerumuni pembeli di halaman Vihara Sakyakirti Jambi.

Yuslan mempersilahkan Harian Jambi duduk dan memberikan sebuah gelang yang sebelumnya didoakan secara khusus oleh Yuslan. “Ini kalung keberuntungan, tidak bertentangan dengan agama apa pun. Ini hanya sebuah gelang kenangan dari saya dalam Cap Go Meh,” ujar Yuslan yang sebelumnya identitas setiap pembeli.

Ada hal unik saat Yuslan berdagang aksesoris Buddha mulai dari kalung, gelang, VCD lagu Budha, hingga alat-alat sembahyang Budha. Setiap pembeli memilih barang yang hendak dibeli, terlebih dahulu didoakan Yuslan secara khusuk.

“Saya sudah berdagang sejak 25 tahun lalu. Empat tahun lalu bisa omset dari Rp 4 juta hingga Rp 5 juta. Namun kini hanya bisa mendapat omset Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu. Sekarang ini saya hanya berjualan 6 kali sebulan. Atau satu kali seminggu dan hari-hari besar umat Budha saja,” kata pria keturunan, kelahiran Jambi 5 April 1958 ini.

Menurut ayah dari 2 putri dan kakek dari empat cucu ini, berjualan asesories Budha kini hanya sebagai sampingan. Dirinya kini sudah focus bertani buah naga, cokelat dan nangka belanda.

“Berdagang ini sudah sampingan saja. Saya lebih fokus pada pertanian buah naga, nangka belanda dan cokelat di wilayah Pal 10 Kotabaru Jambi. namun, sebagai profesi yang sudah 25 tahun saya geluti, sekali seminggu saya jualan seperti ini,” ujar suami dari Wiwid Hasan (57) ini.

Menurut bapak sebelas bersaudara ini, saudaranya kini ada tiga orang menjadi Bante atau Suhu. Di antara tiga adeknya itu ada berada di Puncak Bogor, Vihara Ekajaya. “Kami 11 bersaudara, dan ibu saya Suhaini usia 84 tahun masih sehat,” ujarnya.

Menurut Yuslan, asesories Budha yang dijualnya didatangkan dari Thailand dan Candi Borobudur. Sementara buatan Indonesia asesoriesnya kurang bagus dibandingkan dengan asesories yang didatangkan dari Thailand. Harga aksesoris yang dijual Yuslan mulai dari harga Rp 10 ribu hingga Rp 60 ribu. Antusias umat Budha untuk membeli asesories Budha milik Yuslan juga tinggi. Sembahyang Cap Go Meh di Vihara Sakyakirti Jambi membawa rezeki musiman bagi Yuslan. (lee)
***

 Intensitas Ibadah Cap Go Meh di Vihara Sakyakirti dan Amrta Loka

Etnis Tionghoa yang beragama Budha sejak pukul 06.00 WIB melakukan sembahyang Cap Go Meh atau berakhirnya perayaan Imlek 2565. Umat Budha khususnya etnis Tionghoa silih berganti datang dan melakukan doa di Vihara.

Pengamatan Harian Jambi Jumat (14/2/14) pagi di Vihara Sakyakirti dan Amrta Loka Kota Jambi menunjukkan, intensitas umat Budha melakukan ritual doa meningkat sejak pagi.

Umat sembahyang di Vihara Sakyakirti
Di Vihara Amrta Loka di Jalan Untung Suropatih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi misalnya,  sembahyang berjalan dengan tertib. Ahok, Pengurus dan Pembina Muda Mudi Vihara Amrta Loka mengatakan, makna Cap Go Meh untuk agama Buddhis yakni menyambut hari kelahiran calon Sang Buddha yang akan datang ( Maitera Body Satwa ) dan juga sebagai ucapan syukur atas berakhirnya perayaan Imlek.

Untuk agama Buddha tersendiri lebih cenderung pada ajaran sang Buddhis. “Ada kegembiraan dan keceriaan bagi kami karna menyambut pergantian tahun. Sebab dalam tahun kuda kayu kita akan rayakan pesta demokrasi dengan penuh perdamaian. Memanfaatkan suasana politik bangsa ini untuk menjunjung tinggi siapa yang akan memimpin bangsa kita,” katanya.

Kemudian ibadah Cap Go Meh Umat Budha di Vihara Sakyakirti Pasar Kota Jambi juga berjalan dengan hikmat. Ratusan umat Budha di Jambi melakukan ibadah dengan khusuk. Ibadah di Vihara Sakyakirti dimulai pukul 06.00 WIB hingga siang hari.

Intensitas sembahyang Cap Go Meh umat Buddha di Vihara di Kota Jambi meningkat. Ibadah Cap Go Meh tak ada mendapat pengawalan dari kepolisian seperti ibadah Imlek 31 Januari 2014 lalu. (lee)


GELANG BUDDHIS
YUSLAN 6O TAHUN PEDAGANG ASESORIES BUDHA DI VIHARA SAKYAKIRTI JAMB. Foto-foto Asenk Lee Saragih-HP 0812 747 7587

NAIK CETAKDI HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI SABTU 15 FEBRUARI 2014 HALAMAN 18. SILAHKAN BACA SELENGKAPNYA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar