Sekitar
tahun 1967, setelah terhindar dari malapetaka besar akibat pergolakan
kaum komunis, bangsa Indonesia mulai menata kehidupan yang lebih baik,
bersama-sama dalam kesatuan berbangsa dan bernegara maupun dalam
kelompok yang lebih kecil yang tumbuh dan berkembang di tengah
masyarakat.
Pada tatanan birokrasi, situasi kehidupan beragama yang
semakin kondusif di negeri kita juga mendapat perhatian serius dari
Pemerintah.
Tahun 1973 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen
mengangkat kegiatan koor gerejani yang sifatnya intern dan lokal itu
kepermukaan yang lebih tinggi dengan melembagakannya menjadi forum
berbentuk Pesta Paduan Suara Gerejani (PESPARANI) sebagai usaha
peningkatan hidup beragama melalui kesenian yang bernafaskan keagamaan
Kristen.
Digagaskan dalam bentuk lomba antar paduan-paduan suara antar
sesama gereja dalam kota atau ruang lingkup daerah tertentu, forum ini
merupakan kelanjutan dan penghargaan terhadap festival koor sehingga
menjadi salah satu bentuk upaya peningkatan hidup beragama melalui
kesenian yang bernafaskan kekristenan, jadi bagian dari pendukung budaya
bangsa yang beraneka ragam dan diharapkan akan turut mendorong lebih
pesat kesadaran ke arah pentingnya memuji Tuhan dengan berbagai bentuk
seni seperti menyanyi, memetik kecapi, menabuh rebana, dsb.
Sejak diperkenalkan, PESPARANI langsung
mendapat sambutan yang positif di berbagai daerah seperti di Nusa
Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, DKI Jakarta, Sumatera Utara,
Sulawesi, Jawa Timur dan lain-lainya. Sambutan bukan hanya dari umat,
tetapi juga oleh gereja, organisasi-organisasi kemasyarakatan dan
Pemerintah Daerah sebagai kegiatan bersama yang saling membantu dengan
penuh rasa saling hormat menghormati, sesuai dengan sifat bangsa
Indonesia yang sosialis religius. Dari sudut pandang kepentingan
nasional yang diusung oleh Departemen Agama, PESPARANI adalah bagian
dari pembinaan mental spiritual umat beragama Kristen dalam rangka
perwujudan nilai-nilai keagamaan yang terkandung dalam Pancasila dan UUD
1945.
Peran paduan suara yang mempunyai tempat
dalam ritual gereja (Tata Ibadah Gereja) mendorong pemeluk agama
Kristen terpanggil untuk turut ambil bagian dalam pelaksanaan PESPARANI
sebagai wujud nyata keikutsertaan dalam Pembangunan Nasional. Melalui
pesta itu mereka memancarkan nilai-nilai kebersamaan dan tali
persaudaraan terhadap sesama umat manusia serta ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa di tengah-tengah kebhinekaan dalam rangka mewujudkan
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, dan Pemerintah memberikan
bimbingan dan pengarahan serta memfasilitasi bantuan yang bersifat
dukungan, demi lancarnya penyelenggaraan pesta.
Selama kurang lebih 10 tahun gereja dengan jemaat yang 'merasa terpanggil' di berbagai daerah telah berusaha untuk menyelenggarakan PESPARANI-nya masing-masing. Namun dapat dimaklumi kalau liputan media cetak dan elektronik (baca: koran nasional dan TVRI pusat) masih sangat kecil untuk dibaca, dilihat dan didengar oleh daerah lain karena berbagai keterbatasan fasilitas media komunikasi. Dengan kata lain, PESPARANI masih bergerak dan berjalan di tempat.
Perubahan besar baru terasa setelah
berkat dukungan pimpinan Departemen Agama RI, tokoh-tokoh gereja dan
masyarakat kristiani, upaya Diijen Bimas Kristen menyelenggarakan
PESPARANI dalam skala nasional dapat diwujudkan. Pada tanggal 20
September 1982, ketika akan memasuki purna bhakti, Menteri Agama, H.
Alamsyah Ratu Prawiranegara menerbitkan surat No. B.IV/01/426/1982 yang
isinya mengatakan bahwa Menteri Agama tidak keberatan atas upaya
tersebut.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan,
Drs. Soenarto Martowirjono tetap dapat menggunakan surat itu untuk
menerbitkan Surat Keputusan atas nama Menteri Agama RI No. 52 Tahun
1982, Tentang Pembentukan Panitia Pelaksana Pesta Paduan Suara Gerejani
(PESPARANI) Tingkat Nasional I dengan susunan kepanitiaan: Ketua Umum:
St. W. Panjaitan, namun karena satu dan lain hal posisi itu diisi oleh
Pdt. J.J. Matulessy, S.Th, SH sesuai dengan keputusan rapat panitia
tanggal 10 Maret 1983 dan dituangkan dalam Surat Keputusan Dirjen Bimas
(Kristen) Protestan No. 18 Tahun 1983, tanggal 23 Maret 1983.
Dalam waktu yang relatif singkat (kurang
lebih tiga bulan), panitia bertekad mewujudkan Pesta Iman ini, dan
berhasil. Perlu dicatat, betapa besarnya peranan seorang tokoh Kristen,
Bapak Drs. Radius Prawiro, tanpa bantuan beliau, mungkin Pesparani
Nasional I tidak akan terlaksana, karena sampai tiga minggu menjelang
hari pesta itu, panitia baru mampu memperoleh dana kurang dari separuh
yang direncanakan. Atas bantuannya, akhirnya seluruh dana yang
dibutuhkan dapat terkumpul.
Meski dalam kondisi pas-pasan dan malah
secara material terhadang oleh berbagai kekurangan, panitia yang baru
dibentuk itu sesungguhnya tidak merasa terganggu. Sasarannya sangat
jelas: Pesta Paduan Suara Gerejani adalah upaya kristiani agar dunia,
masyarakat dan seluruh alam semesta beserta isinya bernyanyi memuji
kemuliaan dan kasih Tuhan. Semua patut bersyukur dan percaya bahwa hanya
Allah yang patut dipuji dan dibesarkan melalui puji-pujian. Umat
Kristen di Indonesia menyatukan konsep dan pola pikir yang sama untuk
merealisasikannya, yakni melalui Pesta Paduan Suara Gerejani.
Melalui Pesta ini gereja-gereja dengan
jemaatnya (komunitas paduan suaranya) dipacu, didorong untuk
mengesksplorasi, melatih dan meningkatkan kapasitas paduan suara
masing-masing untuk menjadi bagian penting dan berkelanjutan dalam tata
ibadah. Pada tahap proses yang sama, keikutsertaan mereka akan turut
membina persaudaraan kristiani untuk mewujudkan kerukunan antar suku.
Buah dari paduan seperti itu akan menjadi dasar yang kokoh, tulus dan
terbuka dalam konteks hubungan dengan umat beragama yang lain, juga
dengan pemerintah, secara setara dan nyata yang pada gilirannya akan
mencerminkan kesatuan dan persatuan bangsa.
Terjun dalam PESPARANI sesungguhnya sama
seperti keikutsertaan dalam kebaktian pelayanan kesaksian paduan suara
di gereja. Setiap yang terlibat, konduktor, sopran, alto, tenor dan bas
hingga pemusik yang mengiringi, harus selalu tampil dengan penuh
tanggungjawab sehingga paduan suara yang dilantunkan adalah merupakan
refleksi iman. Oleh karena itu rangkaian persiapan PESPARAWI perlu untuk
mengupayakan hal-hal berikut:
- Agar kualitas iman dan ketaqwaan kita semakin meningkat, tata cara dan pola hidup semakin terarah kepada kepenuhan firman Tuhan, hidup dalam kasih dan peduli terhadap sesama, jadi bagian dari pelayanan Kristiani khususnya dalam era pembangunan nasional saat ini agar kesejahteraan masyarakat semakin terwujud. Saling memperhatikan satu dengan lainnya, yang merasa mampu hendaklah menopang yang lemah. Sebaliknya yang lemah bersedia dituntun.
- Agar memahami keaneka-ragaman denominasi sebagai anugerah Tuhan yang disyukuri, bukan sebaliknya, agar terwujud kerukunan. Tembok-tembok pemisah akan semakin menipis sehingga setiap umat Kristen di manapun menikmati persaudaraan, seiman dan rukun dalam sikap dan tindakan sehari-hari. Di sisi lain, kita berharap saudara- saudara beragama lainnya juga bersikap sama karena kebhinekaan kita sebagai bangsa hendaklah dijadikan sebagai sarana kesemarakan hidup berbangsa dan bernegara, bukan untuk menekan yang lain.
- Agar memahami bahwa istilah pertandingan dalam bahasa lomba paduan suara, bukan dalam istilah sehari-hari di mana orang saling mengalahkan dan menjatuhkan dan yang dipertandingkan adalah kualitas pembinaan sehingga pengertian 'lomba' adalah "kualitas paduan suara diperbandingkan." (bukan dipertandingkan).
- Agar pesta paduan suara gerejawi jauh dari kesan pemborosan materiel karena kontingen-kontingen yang berpartisipasi juga mewakili seluruh lapisan Indonesia yang dalam berbagai hal kehidupannya masih diwarnai keterbatasan-keterbatasan yang sangat elementer.
- Agar pesta paduan suara gerejawi tidak dipersaingkan dengan pesta keagamaan agama lainnya walaupun ada persamaan, yakni sama-sama digerakkan oleh Kementerian Agama RI.
Sangat diharapkan, melalui PESPARAWI Nasional setiap orang yang ikut berperan-serta akan selalu mengingat bahwa kegiatan PESPARAWI adalah bagian tugas pelayanan gereja. Dalam pemahaman itu, maka apabila nyanyian gereja diperlombakan itu berarti bahwa kualitas penyajian paduan suara yang membawakan lagu tersebut perlu dan harus pula semakin ditingkatkan. Sekaligus, bagian dari upaya kita untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) penyanyi-penyanyi gereja.
PENGERTIAN PESPARAWI NASIONAL
Untuk mendapat pemahaman yang sama, maka pengertian tentang Pesparawi perlu kita sepakati sbb:
- PESPARAWI adalah singkatan Pesta Paduan Suara Gerejawi. Ketika dibentuk, singkatan yang dipergunakan adalah PESPARANI, dari Pesta Paduan Suara Gerejani. Perubahan terjadi setelah seorang ahli Bahasa Indonesia, DR. Yus Badudu yang tampil dalam musyawarah Nasional pesta kedua di Tomohon (1986) mengusulkan perubahan menjadi Pesta Paduan Suara Gerejawi (PESPARAWI), dan disetujui oleh Munas.
- Kegiatan PESPARAWI yang diselenggarakan oleh LPPN menaungi dan menyangkut serta melibatkan gereja-gereja di Indonesia secara nasional dan secara formal diikuti dengan pencantuman kata 'Nasional' untuk membedakannya dari kegiatan Pesta Paduan Suara Gerejawi (PESPARAWI) yang diselenggarakan oleh organisasi (gereja, sekolah minggu, pemuda, kaum Bapak, Kaum Ibu/Seksi Perempuan dll.) atau lembaga-lembaga Universitas, LSM, perusahaan dsb), yang secara langsung maupun tidak langsung tidak terkait dengan LPPN.
- PESPARAWIi adalah salah satu bentuk kegiatan kerohanian yang sekaligus memperhatikan, menghargai dan mendorong pengembangan seni budaya yang bernafaskan keagamaan;
- Dalam PESPARAWI, kata "Pesta" dimaksudkan sebagai kegiatan yang bersifat perayaan ritual kristiani yang pada saat-saat tertentu wajar diadakan sebagai pernyataan iman dan percaya yang bersifat rohani, bukan dalam pengertian pesta ria dan foya-foya yang bersifat jasmaniah.
- PESPARAWI adalah Pesta Iman yang merupakan bentuk ibadah syukur dan puji-pujian kepada Allah yang telah menyatakan diri-Nya di dalam Yesus Kristus Tuhan kita.
- PESPARAWI terutama mengandung unsur perbandingan mutu menyanyi paduan suara, bukannya kompetisi yang saling menjatuhkan. Kelebihan salah satu kelompok hendaknya menjadi pendorong bagi kelompok lainnya untuk meningkatkan mutu nyanyian dan paduan suara.
- PESPARAWI dipersiapkan sebaik-baiknya agar tidak sekedar bernyanyi untuk berlomba, tetapi harus diarahkan kepada tujuan utama yaitu memuliakan nama Tuhan melalui segala tingkah laku dan kerjasama yang mencerminkan persekutuan umat Kristen yang berdasarkan kasih.
PESPARAWI DARI MASA KE MASA
1. PESPARANI Nasional I, (Jakarta, 16-20 Juni 1983)
Diikuti
27 propinsi (Kontingen) dengan jumlah 1.200 orang, upacara pembukaan
dilakukan oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan RI dengan didampingi
oleh Menteri Agama RI, H. Alamsyah Ratu Prawiranegara, pimpinan-pimpinan
denominasi gereja, para pejabat dan tokoh-tokoh bidang pemerintahan dan
swasta serta ribuan warga masyarakat Kristen yang memenuhi Balai Sidang
Senayan.
Seluruh anggota kontingen, termasuk Sumatera Barat dan
Timor-Timor yang hadir sebagai peninjau, ditampung di Wisma Olah Raga
Senayan.
Pembukaan yang diisi
dengan defile meriah dari seluruh kontingen daerah itu semakin semarak
berkat penampilan yang sangat membahana dari Koor Agung yang terdiri
dari 250 penyanyi di bawah pimpinan dirigen EL. Pohan untuk membawakan
dua lagu berturut-turut yakni Haleluya dan Anak Domba.
Jenis pertandingan
yang diikuti semua kontingen adalah paduan suara SATB
(Sopran-Alto-Tenor-Bas atau disebut campuran) dewasa dan masing-masing
mambawakan satu lagu wajib, Datanglah KerajaanMu, ciptaan EL Pohan, dan
satu lagu pilihan peserta. Jawa Barat berhasil keluar sebagai juara
dengan merebut gelar Paduan Suara Teladan.
Momentum lomba
tingkat nasional ini juga dimanfaatkan untuk menyelenggarakan beberapa
kegiatan penting lainnya seperti musyawarah nasional pertama (yang
menetapkan Manado sebagai tempat penyelenggaraan lomba berikutnya yakni
PESPARANI II), seminar paduan suara, pameran budaya dan wisata rohani.
Upacara penutupan yang dipimpin oleh Menteri Agama juga diselenggarakan
di Balai Sidang senayan.
2. PESPARANI Nasional II, (Manado, 24-29 Juni 1986)
Tomohon, sebuah
tempat peristirahatan yang sejuk sekitar sejam perjalanan dari Manado,
Sulawesi Utara, menjadi tempat penyelenggaraan PESPARANI II sesuai
dengan hasil Munas PESPARANI I tahun 1983 di Jakarta. Pembukaan lomba
yang diikuti oleh 27 kontingen (2.110 orang) ini dilaksanakan oleh
Menteri Koordinator Kesejahteraan RI, H. Alamsyah Ratu Prawiranegara di
stadion Klabat. Terlihat hadir mendampinginya antara lain Menteri Agama
RI, H. Munawir Sjadzali, MA, Gubernur Sulawesi Utara CJ. Rantung bersama
Muspida propinsi, para bupati, utusan-utusan gereja, dan tokoh-tokoh
masyarakat. Stadion dipenuhi oleh penduduk dari kota-kota lain. Mereka
menyambut defile peserta dengan gegap gempita.
Salah satu kesan
yang sangat menonjol selama perlombaan, adalah sikap kebersamaan
penduduk Tomohon. Semua peserta, 2.110 orang dari 27 provinsi,
dipondokkan di rumah-rumah penduduk yang menerima mereka dengan tangan
terbuka. Semua bersukacita. Yang kedua, keterlibatan masyarakat juga
sangat mengesankan, tatkala pada upacara pembukaan mereka bergabung
dalam satu paduan suara kolosal membawakan kidung-kidung pujian.
Jenis katagori yang
diperlombakan sama seperti PESPARANI I, yakni SATB dengan satu lagu
wajib, Tuhan Beserta Kita, ciptaan B sitompul, dan satu lagu pilihan
masing-masing.. Tampil sebagai Paduan Suara Teladan dan memboyong Piala
Presiden adalah paduan suara kontingen DI. Yogyakarta.
Acara Penutupan
dilakukan oleh Menteri Agama H. Munawir Sjadzali, juga di stadion
Klabat. Sementara dalam Munas, kota Semarang di Jawa Tengah ditetapkan
sebagai tuan rumah PESPARANI berikutnya. Seminar juga menampilkan DR.
Yus Badudu, ahli bahasa yang merekomendasikan nama PESPARAWI sebagai
pengganti PESPARANI. Pameran budaya dan wisata rohani juga terselenggara
dengan baik.
3. PESPARANI Nasional III, (Semarang, 25 Juni -1 Juli 1990)
Acara
pembukaan pesta ketiga yang diikuti 27 provinsi dengan jumlah peserta
1.625 orang ini dilakukan oleh Menteri Koordinator Sopardjo Rustam di
stadion Manahan, Semarang dan mencapai puncak kemeriahan melalui
sendratari kolosal arahan seniman-tari tradisional Bagong Kusudiardjo.
Lomba tingkat nasional ketiga ini bertambah dengan katagori Paduan Suara
Anak.
Untuk SATB dewasa, lagu wajibnya adalah Halleluya, Puji Tuhan,
ciptaan Ronald Pohan, putra EL. Pohan (lihat PESPARANI I), dimenangkan
oleh kontingen DKI Jakarta Raya, dan lagu wajib untuk katagori anak,
Tuntun Aku Tuhan ciptaan Tarida Panjaitan-Hutauruk yang direbut oleh
provinsi Jawa Timur.
Perubahan yang tidak
kalah meriah adalah penaikan Bendera PESPARANI diiringi lagu Mars
PESPARANI ciptaan Nortir Simanungkalit dan kemudian pada saat penutupan
yang dilakukan oleh Menteri Agama H. Munawir Sjadzali, MA, penurunan
diiringi dengan Hymne PESPARAWI ciptaan Ronald Pohan. Munas III yang
mengiringi penyelenggaraan lomba, secara khusus membahas usul perubahan
nama PESPARANI menjadi PESPARAWI yang diajukan dalam Munas II di Manado,
dan akhirnya disetujui.
4. PESPARAWI Nasional IV, (Palangkaraya, 22-26 Juni 1993)
Sesuai
dengan keputusan Munas III di Semarang, nama Pesta Paduan Suara
Gerejawi (PESPARAWI) resmi dipergunakan. Pembukaan berlangsung di
stadion Olahraga Sanaman Mantikel oleh Wakil Presiden Try Sutrisno yang
didampingi oleh Menteri Agama H. Munawar Sjadzali, MA dan Wakil Gubernur
KDH Kalteng, HJ. Andries dan dihadiri 27 provinsi yang mengirimkan
kontingen masing-masing, seluruhnya mencapai 2.200 orang.
Peserta lomba tetap,
namun jumlah peserta bertambah sekitar 600 menjadi 2.200 orang karena
katagori lomba juga bertambah banyak, yakni Paduan Suara Dewasa Campuran
(PSDC) golongan A dengan lagu wajib acapella (tanpa iringan musik)
berjudul Tuhan, Engkau Mengenalku ciptaan A. Simanjuntak dan lagu wajib
diiringi musik berjudul Surat-surat Paulus ciptaan N. Simanungkalit
(dimenangkan oleh kontingen Jawa Barat), PSDC gol. B oleh Sulawesi
Selatan, Paduan Suara Anak (PSA) gol. A acapella, O' Kawan-kawan ciptaan
Victor Nadapdap dan lagu dengan iringan, berjudul Berdoa dan Menyanyi
(direbut oleh provinsi Maluku), PSA gol. B oleh Kalimantan Timur, Vocal
Group dimenangkan oleh kontingen Maluku. Cerdas Cermat Alkitab (CCA)
oleh Kalimantan Tengah dan Baca Indah Alkitab (BIA) Putra oleh Maluku,
dan BIA Putri oleh NTB.
Mengikuti langkah
pelaksanaan di Manado tahun 1986, Palangka Raya juga menitipkan
peserta-peserta di rumah warga jemaat gereja, dan semua berlangsung
dengan baik hingga penutupan oleh Menteri Agama H. Munawir Sjadzali, MA.
Penyelenggaraan lomba yang cukup rumit telah memberi pengalaman baru
dalam menangani lomba berikutnya yang oleh Munas ditetapkan di provinsi
Irian Jaya.
5. PESPARAWI Nasional V, (Surabaya, 21-28 Juni 1996)
Tiga pertimbangan
penting yang berkaitan dengan hasil Munas Palangka Raya telah dikaji
dengan seksama sebelum akhirnya memutuskan untuk memindahkan tempat
penyelenggaraan PESPARAWI V dari Irian Jaya ke Surabaya di Jawa Timur,
yakni pertama, tahun 1995, Irian Jaya jadi tuan rumah Sidang Raya PGI,
kedua, pada tahun yang sama menjadi tuan rumah Jambore Pramuka, dan
ketiga hampir seluruh provinsi mengusulkan agar tuan rumah PESPARAWI
dipindahkan.
Dukungan Gubernur
Jawa Timur dan masyarakat Kristen di provinsi itu telah memungkinkan
pengalihan itu berjalan dengan baik. Bahkan wakil Presiden Try Sutrisno
pun telah memperlihatkan pengertian yang sangat besar dengan kesediaan
untuk kedua kalinya berturut-turut melakukan pembukaan resmi. Untuk yang
kedua ini, defile peserta yang terdiri dari 27 provinsi itu berjumlah
total 2.429 orang, sedikit lebih besar dari Palangka Raya.
Jenis lomba yang
dipertandingkan sama seperti sebelumnya, yakni PSDC gol. A (direbut oleh
Jawa Barat) dan gol. B (dimenangkan oleh kontingen Sulawesi Selatan)
dengan lagu wajib acapella Penebus Disalib ciptaan Fridel Edward Lango
dan lagu wajib dengan iringan: Kudengar SuaraMu, Tuhan ciptaan Piet J.
Lewiakabessy, PSA gol. A (acapella): Pohon Kecil ciptaan Drs. Victor
Nadapdap dan lagu dengan iringan: Bersyukurlah Pada Tuhan ciptaan Jerry
Silangit.
Upacara penutupan
dilaksanakan oleh Menteri Agama, H. DR. Tarmizi Taher. Sebelumnya, Munas
PESPARAWI V telah menetapkan propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai tuan
rumah pesta berikut.
6. PESPARAWI Nasional VI, (Jakarta, 17-22 September 2000)
Melalui
kata pengantarnya dalam Buku Panduan PESPARAWI Nasional VI, Ketua
Panitia Pelaksana telah mengutarakan bahwa pesta paduan suara kali ini
berlangsung dalam kondisi dan keprihatinan bangsa Indonesia sejak tiga
tahun terakhir sehingga diselenggarakan dengan sederhana.
Keprihatinan
itu juga terbaca dari keputusan Pemda Nusa Tenggara Timur yang
menembalikan mandat sebagai tuan rumah setelah mempertimbangkan kondisi
geografis dan perekonomian yang sulit yang sedang dihadapi oleh daerah
tersebut.
Agar pengembalian
mandat itu tidak membuat semangat berpaduan suara membeku, Ditjen Bimas
Kristen mengalihkan tempat penyelenggaraan PESPARAWI VI ke Jakarta
dengan beberapa penyesuaian, termasuk jadwal semula bulan Juli 2000,
diundur ke bulan September supaya tidak bentrok dengan
persiapan-persiapan pesta, terutama dari segi keamanan, karena
berdekatan dengan jadwal Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR).
Pengaruh terbesar
dari pengalihan itu adalah penciutan dari sejumlah katagori yang
diperlombakan menjadi hanya satu saja, yakni Paduan Suara Dewasa
Campuran (PSDC), namun, satu kategori baru, yakni Lagu Daerah,
ditampilkan sebagai eksebisi sehingga tidak ikut dinilai. Lomba PSDC
dimenangkan oleh kontingen Maluku.
Walau ada pengalihan
lokasi, Acara Pembukaan tetap berlangsung cukup unik. Bertempat di
Padepokan Pencak Silat di Taman Mini Indonesia Indah, PESPARAWI Nasional
VI yang dihadiri oleh seluruh kontingen ini secara resmi dibuka oleh
pimpinan Lembaga Gereja Aras Nasional dengan dua kontingen, Nusa
Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat hanya khusus mengikuti Munas dan
Seminar. Lebih menarik lagi, acara penutupan di Istora Senayan dilakukan
oleh Presiden RI, Abdurrachman Wahid.
7. PESPARAWI Nasional VII, (Makassar, 5 -12 Desember 2003)
Pembukaan PESPARAWI
Nasional VII bertempat di stadion sepakbola Anging Mamiri. Perhelatan
PESPARAWI kali ini ikut menambah semarak suasana natal dan akhir tahun
di tengah kota Makassar. Seluruh jadwal acara PESPARAWI, mulai dari
penataran, Musyawarah Nasional, pameran, wisata rohani hingga penutupan
oleh Menteri Agama, terlaksana sepenuhnya.
8. PESPARAWI Nasional VIII, (Medan, 8-17 Juli 2006)
Medan menjadi kota pertama di pulau sumatera yang dapat kesempatan menjadi tuan rumah setelah tujuh penyelenggaraan PESPARAWI wara-wiri antara pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan. Dihadiri 33 kontingen dari seluruh Indonesia,
pembukaan resmi
berlangsung dalam udara cerah di stadion sepakbola Teladan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dengan didampingi Menteri Agama Muhammad M.
Basyuni, Gubernur Sumut Drs. Rudolf Pardede, dan lain-lain.
Pidato peresmian
Presiden disusul dengan defile seluruh peserta, kemudian atraksi massal
gerak dan tari yang menggambarkan pertumbuhan dan penyebaran agama
Kristen di Sumatera Utara, lalu disusul dengan paduan suara gabungan
semua kontingen membawakan lagu Arbab dipimpin oleh Bonar Gorga Gultom
yang juga adalah pencipta lagu tersebut. Atraksi yang tidak kalah
menarik ditampilkan oleh paduan suara dari Korea Selatan yang menyajikan
serangkaian lagu termasuk dari Indonesia.
Bagian kedua dari
acara pembukaan, setelah Presiden dan rombongan meninggalkan stadion,
adalah kebaktian dengan khotbah yang disampaikan oleh Ketua PGI, Pdt.
DR. A.A. Yewangoe, suasana semakin sejuk karena bersamaan dengan
turunnya hujan lebat yang menyiram kota Medan.
Seluruh jadwal acara
PESPARAWI, mulai dari penataran, Musyawarah Nasional, pameran, wisata
rohani hingga penutupan oleh Menteri Agama, terlaksana sepenuhnya.
9. PESPARAWI Nasional IX, (Samarinda, 8-14 Nopember 2009)
Sebanyak 4.716 peserta terdaftar di Pesta Paduan Suara Gerejawi IX di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Mereka berasal dari 26 kontingen provinsi yang menghadiri acara dan lomba bernuansa kerohanian Kristiani.
Ketua Umum Panitia
Pesparawi IX Marthin Billa mengemukakan, Pesparawi tingkat nasional
setiap tiga tahun itu untuk pelaksanaan yang ke-9 direncanakan diikuti
oleh 7.161 peserta. Namun, 1.444 peserta dari tujuh kontingen belum bisa
memastikan kehadirannya.
Tiga dari Pulau Sumatera yakni Nangroe Aceh
Darussalam, Riau, dan Sumatera Barat. Dua dari Pulau Jawa yaitu Banten
dan DKI Jakarta. Dua lainnya dari Pulau Sulawesi yakni Gorontalo dan
Sulawesi Tenggara. Billa juga mengatakan, Pesparawi IX melibatkan 420
panitia. Semua acara berlangsung di Kompleks Stadion Madya Sempaja
(Samarinda).
Rangkaian acara
seminggu itu, terdiri dari ibadah, pembukaan, lomba paduan suara,
musyawarah nasional, seminar, pameran, wisata kerohanian, dan penutupan.
Lomba paduan suara berkategori dewasa , perempuan, pria, remaja, dan
anak-anak. Ada juga lomba vokal grup, solois anak putra dan putri,
solois remaja putra dan putri, dan lagu rakyat atau lagu daerah.
Sebanyak 43 orang
dari Indonesia dan mancanegara juga menjadi juri perlombaan paduan
suara. Kontingen Sulawesi Utara yang menjadi Juara Umum pada Pesta
Paduan Suara Gerejawi (PESPARAWI) Nasional IX Kalimantan Timur.
10. PESPARAWI Nasional X, (Kendari, 1-11 Juli 2012)
- Logo & Filosofi PESPARAWI Nasional X
Jumlah Kontingen PESPARAWI Nasional X
Data berdasarkan hasil Konsultasi Dengan Pimpinan LPPN, LPPD Provinsi dan Kabid Bimas/Kabid/Urag/Pembimas Kristen se Indonesia, tanggal 26-28 April 2012 di Kendari, Sulawesi Tenggara |
@Penarikan Nomor Undian PESPARAWI Nasional X
Peta Lokasi PESPARAWI Nasional X di Kendari, Sulawesi Tenggara
- Denah Podium Perlombaan PESPARAWI Nasional X Tahun 2012 Aula GOR (2 Dimensi)
- Denah Podium Perlombaan PESPARAWI Nasional X Tahun 2012 Aula GOR (3 Dimensi)
Informasi lebih lanjut PESPARAWI Nasional X, dapat menghubungi:
- Ir. Vence Samuel Tumanan (Ketua Panitia Pelaksana), HP. 0852 4150 0022
- Ir. Ericson Ludji (Sekretaris Umum), HP. 0812 4567 8000
- H.M. Hasby Andi Saing, S.IP (Wakil Sekretaris), HP. 0852 4163 0416
- Decky Rasyid, SH (Bidang Acara), HP. 0852 4152 5152
Tidak ada komentar:
Posting Komentar