Gubernur Jambi H Hasan Basri Agus (HBA) menyesalkan minimnya
publikasi oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jambi lewat media massa lokal dan
nasional soal keberhasilan Pemerintah Provinsi Jambi dalam menanggulangi
kebakaran hutan di Provinsi Jambi. Minimya ekspose penanganan kebakaran hutan
di Provinsi Jambi, membuat Depdagri tak menilai Jambi masuk kategori pemerintah
yang serius dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan di Jambi.
R MANIHURUK, Jambi
Hal itu terungkap pada Rapat Koordinasi Rencana Aksi Upaya
Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan 2015, di ruang pola kantor
Gubernur Jambi, Selasa (10/2) lalu yang dihadiri Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar,
Sekjen Kementerian LHK Hadi Daryanto, Dirjen PHKA Sony Partono.
Bahkan HBA mengungkapkan penanganan kebakaran hutan dan
lahan di Jambi mengalami peningkatan yang signifikan. “Untuk mengatasi hal
tersebut secara umum akan dilakukan rencana aksi berupa penambahan kelompok
masyarakat perduli api yang selama ini sudah kita bentuk.
“Saya tadi dinilai oleh Departemen Dalam Negeri terhadap
kabupaten di Riau. Kita juga sudah sampai pak ke desa dalam menanggulangi
kebakaran hutan dan lahan. Cuma kami tidak terexpos untuk Jambi ini. Padahal kita
sudah mengendalikan kebakaran cukup rasanya kita lebih baik,” ujar HBA.
Penanganan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi telah
dilakukan melalui pembentukan satuan tugas pengendalian kebakaran hutan dan
lahan. “Sampai pada tingkat kecamatan yang diketuai sesuai oleh kepolisian,”
katanya.
Langkah lain berupa sosialisasi penanggulangan kebakaran
hutan dan lahan, pembangunan jalur evakuasi pembuatan embung untuk sumber air
pemadaman, penyusunan peraturan gubernur tentang sistem pengendalian kebakaran
hutan dan lahan.
Kemudian menyusul rencana konsidensi penanggulangan bencana
atas kebakaran hutan dan lahan. Menambah pembentukan kelompok tani perduli api,
penguatan kapasitas aparatur untuk
menegakan hukum.
Membuat dan menyebarkan maluat perkomdina kabupaten kota
tentang penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. “Itu biasanya kapan sudah
mendekati musim-musim kemarau, kami tanda tangan maklumat dikabupaten,”
katanya.
Pada tahun 2014 jumlah titik api yang terdata adalah
sebanyak 1244 titik yang tersebar diseluruh wilayah kabupaten kota dalam Provinsi
Jambi. Jumlah ini mengalami penurunan pada tahun 2012 dan 2013.
Jika dilihat secara edukatif jumlah hospot terbanyak sejak tahun 2011 sampai dengan 2015 ada di Kabupaten
Tebo. Diikuti oleh Kabupaten Sarolangun, Muarojambi, Tanjung Jabung Timur.
Kata HBA, kondisi pada tahun 2012 merupakan jumlah hospot
yang tertinggi sebesar 2462 titik, namun dengan upaya-upaya kebijakan
pengendalian maka pada tahun 2013 menjadi 1154 titik. Sedangkan pada tahun 2014
terdapat peningkatan titik hospot menjadi 1244 titik.
Hal ini disebabkan oleh adanya ananomi cuaca yang biasanya
pada bulan Februari, Maret dan April dalam posisi bulan basah dan kenyataannya
terjadi bulan kering atau kemarau sehingga memicu terjadinya kebakaran hutan
dan lahan.
“Apabila kita lihat data hospot di Provinsi Riau, Sumatra
Selatan dan Kalimantan Barat angka jumlah hospot di Jambi jauh lebih rendah
dibandingka provinsi tetangga dimaksud. Pada tahun 2011 data hospot di Provinsi
Riau sebanyak 3536 titik, Provinsi Sumatra Selatan 4705 titik, Provinsi
Kalimantan Barat sebanyak 4740 sedangkan Provinsi Jambi hanya 1523 titik.
Selanjutnya bila dilihat pada tahun 2014 di Provinsi Jambi
terdapat 1244 titik hospot, Provinsi Riau sebanyak 4400 titik, Sumatra Selatan
3794 titik dan Provinsi Kalimantan Barat 5381 titik.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa Provinsi Jambi masih
memiliki data titik hospot terendah. “Dapat kami sampaikan bahwa pada tahun
2014 lalu berdasarkan data dari BMKG pada waktu itu arah angin dari tenggara ke
barat laut maka Provinsi Jambi mendapatkan dampak berupa asap kiriman dari
provinsi tetangga yang menyebabkan index status pencemaran udara di Provinsi
Jambi dalam posisi sangat tidak sehat,” katanya.
Sementara keberadaan Balai Informasi Kehutanan Provinsi Jambi dengan halaman http://infokehutanan.jambiprov.go.id
kurang dinilai efektif dalam memberikan informasi abdate tentang kehutanan.
Media BIKPJ ini juga dinilai kurang maksimal dalam menjalankan fungsinya
sebagai media lembaga tentang informasi kehutanan. (lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar