Selasa, 11 November 2014

Sekitar 871.776 Hektar Hutan di Jambi Rusak Berat

Kebakaran Hutan di Kabupaten Muarojambi. FOTO FAJAR YOGI ARISANDI

Pembukaan Areal Perkebunan dan HTI Semakin Meluas

Laju kerusakan hutan di Provinsi Jambi cenderung semakin tinggi menyusul meningkatnya konversi hutan menjadi areal perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI), maraknya pembalakan liar serta tidak terkendalinya kebakaran hutan. Jika konversi hutan, pembalakan liar dan kebakaran hutan tidak dikendalikan serta program rehabilitasi hutan tidak dipercepat, hutan di Jambi akan semakin hancur.

R MANIHURUK, Jambi

Manajer Komunikasi dan Publikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Waring Informasi Konservasi (Warsi) Jambi, Rudy Syaf kepada wartawan, Senin (10/11) menjelaskan, berdasarkan penelitian KKI Warsi Jambi beberapa tahun terakhir, kerusakan hutan di Provinsi Jambi lebih banyak disebabkan konversi atau alih fungsi hutan dan pembalakan liar.

Konversi hutan di Jambi banyak dilakukan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit dan HTI. Kemudian kerusakan hutan di Jambi diperparah juga oleh bencana kebakaran hutan yang terjadi setiap musim kemarau. Kebakaran hutan di Jambi cenderung meningkat akibat maraknya pembakaran untuk pembukaan maupun pembersihan lahan perkebunan kelapa sawit dan HTI.


“Sebagian besar kerusakan hutan di Jambi terkait dengan kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit dan HTI perusahaan swasta atau korporasi. Kawasan hutan di Jambi hingga kini banyak yang dibangun menjadi kebun sawit maupun HTI. Kegiatan pembukaan maupun pembersihan lahan kebun sawit dan HTI dengan cara membakar menyebabkan laju kerusakan hutan di Jambi semakin tinggi,”katanya.

Dijelaskan, selama tiga tahun terakhir, kawasan hutan di Provinsi Jambi yang mengalami kerusakan berat mencapai 871.776 hektare (ha) atau sekitar 40 % dari 2,1 juta ha luas hutan di daerah itu. Kerusakan hutan tersebut dipicu . Kerusakan hutan itu penggundulan hutan, alih fungsi hutan, pembalakan liar dan kebakaran hutan.

“Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan (Menhut) Nomor 272/Menhut/2/2012, luas kawasan hutan di Jambi sekitar 2,2 juta ha atau 42,31 % dari 5,2 juta ha luas wilayah Provinsi Jambi. Luas hutan yang rusak di Jambi saat ini mencapai 871.776 ha. Luasnya kerusakan hutan ini tidak terlepas dari pesatnya pembangunan perkebunan kelapa sawit dan HTI di Jambi,”katanya.

Moratorium

Sementara itu menurut kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Irmansyah Rachman mengatakan, pihaknya mulai tahun ini melakukan moratorium atau penghentian pemberian izin konversi hutan untuk pembangunan perkebunan dan HTI. Kebijakan itu ditempuh untuk mengendalikan laju kerusakan hutan. Moratorium konversi hutan dan penebangan hutan tersebut terutama dilakukan di daerah yang masih memiliki hutan alam atau primer dan hutan gambut.

Dikatakan, moratorium konversi hutan menjadi kebun dan HTI serta moratorium penebangan hutan alam di Jambi dilakukan bukan hanya untuk meninjaklanjuti kebijakan Kementerian Kehutanan. Moratorium eksploitasi dan konversi hutan di daerah itu dilakukan untuk menghentikan laju kerusakan hutan.

“Kerusakan hutan di Jambi hingga tahun ini sangat tinggi, yakni mencapai 450.000 ha. Kerusakan hutan tersebut mencapai 20 % dari sekitar 2,2 juta ha total hutan di Jambi. Kerusakan tersebut terdapat di kawasan hutan produksi, hutan konservasi, hutan taman nasional dan hutan lindung. Tapi kerusakan hutan paling berat terdapat di hutan produksi. Tanpa moratorium kehutanan, kerusakan hutan tersebut akan sulit dikendalikan"katanya.

Fenomena Kebakaran Hutan

Sementara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional membeberkan beberapa gambaran fenomena kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya.

“Kami membeberkan fenomena itu agar pemerintah bisa mengetahui dan sadar akan potensi kebakaran hutan serta bisa melakukan kebijakan dalam penegakan hukum," kata Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Walhi Nasional, Zenzi Suhadi di Jakarta belum lama ini.

Ia mengatakan, kebakaran hutan pada 1982 hingga 1983 itu merupakan kebakaran hutan atau lahan yang terbesar pertama di Indonesia. Sedangkan tahun 1997-1998, terjadi di 23 provinsi dari 27 provinsi di Indonesia saat ini, dan akibat kebakaran tersebut hampir seluruh wilayah ASEAN terkena dampaknya.

Untuk periode 1999-2007, kerugian dari kebakaran hutan dan lahan di tahun 2001 sampai dengan 2006 cukup besar, dan di wilayah Sumatera kerugian mencapai 7,8 miliar dolar AS.

Selanjutnya di tahun yang sama untuk wilayah Kalimantan kerugian mencapai 5,8 miliar dolar AS, gabungan kedua kerugian di dua provinsi itu mencapai separuh dari total kerugian di seluruh Indonesia.

“Betapa hebatnya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia ini setiap tahunnya dan selalu terjadi, kami berharap pemerintah baru nanti bisa mengatasi hal itu dan fokus untuk pelestarian lingkungan hidup," tuturnya.

Zenzi menerangkan, pada 2006 terdapat 146.264 titik api, 2007 terdapat 37.909 titik api, 2008 terdapat 30.616 titik api, 2009 terdapat 29.463 titik api, 2010 terdapat 9.898 titik api, 2011 terdapat 22.456 titik api dan 2012 terdapat 5.627 titik api. Bukan itu saja pada September 2014 berdasarkan pantauan seteli NOAA ada sebanyak 236 titik api, dari setelit TERRA sebanyak 424 titik api dan dari setelit AQUA sebanyak 868 titik api.

“2014 ini sudah banyak hutan ataupun lahan yang terbakar dan ada dua negara yang bakal terdampak dari kebakaran di negeri ini, pemerintah harus buka mata dan melakukan penanggulangan," ucapnya. (*/lee)

Tidak ada komentar: