Hutauruk Mampu Sekolahkan Empat Anak dari Usaha Jual Ban
Bekas
Seorang perantau sejati harus mampu bertahan hidup dan mampu
memperjuangkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih baik. Setelah gagal
merantau dari Kota Jakarta, tak membuat bapak satu ini patah arang. Semangat
bekerja keras mampu ditorehnya walau dengan usaha yang tergolong sederhana.
Merantau untuk bertahan hidup adalah motto bagi ayah dari lima anak ini.
Rosenman MANIHURUK, Jambi
Pagi itu sinar matahari belum begitu terang akibat kabut
asap. Namun seorang bapak tengah sibuk mengeluarkan dan menyusun ban motor
bekas dari sebuah gubuk yang kurang terawat. Tepatnya di Jalan Pangeran
Hidayat, Kelurahan , Paal V Kotabaru Jambi, atau tepatnya 20 meter sebelum
lampu merah Kantor Camat Kotabaru Jambi.
Sekilas, gubuk sekaligus tempat tambal ban itu, memang
kumuh. Namun semangat dan keseriusan bapak itu terpencar dari wajahnya pagi
itu. Hampir ratusan ban motor bekas disusun berlapis dengan empat sejajaran di
sebelah trotoar jalan. Sesekali bapak ini mengelap ban bekas agar tampak hitam
berkilat.
Demikianlah suasana pagi yang digeluti K Hutauruk, pemilik
usaha jual beli ban motor bekas di di Jalan Pangeran Hidayat, Kelurahan, Paal V
Kotabaru Jambi. Adalah K Hutauruk, seorang tukang jual roda motor bekas di di Jalan
Pangeran Hidayat, Kelurahan, Paal V Kotabaru Jambi.
Dengan ramah K Hutauruk menyambut Harian Jambi yang ingin
mengetahui usahanya itu. Usaha yang digeluti K Hutauruk bersama istrinya br
Hutagalung mampu menyekolahkan empat anaknya hingga perguruan tinggi.
Kini anaknya Eduward Hutauruk tengah menyusun skripsi di
Universitas Jambi (Unja), Elizar Hutauruk lulus D3 Perpajakan Unja dan kini
melanjutkan kuliah S1 di Unja sembari bekerja sebagai Akunting di Group Abadi
Jambi, Edi Gunardi Hutauruk kini kuliah di Unja Semester III dan paling bungsu
Eka Puspitasari br Hutauruk duduk di bangku Kelas II SMP 18 Kota Jambi.
Istilah Kota Jakarta memang kejam, lebih kejam dari ibu tiri
sempat menghantui pikiran K Hutauruk setelah gagal mengadu nasib di Jakarta. Begitulah
K Hutauruk menggambarkan Kota Jakarta sebagai kota perantauannya sebelum menginjakkan
kaki di Tanah Pilih Pusako Betuah (Kota Jambi). Kandas mengadu nasib di
Jakarta, dirinya memilih merantau ke Jambi.
Hidup memang penuh perjuangan dan ketekunan. Mencari rejeki
di tanah rantau tak semudah angan-angan. Butuh kegigihan hingga mengasah
kemampuan diri dalam bidang profesi yang ditekuni. Mencari kehidupan di tanah
rantau adalah perjuangan yang harus ditorehkan kepada garis keturunan.
Ungkapan di atas menggambarkan perjuangan hidup K Hutauruk,
pria kelahiran Sibolga Sumatera Utara tahun 1961, yang berprofesi sebagai
tukang tambal dan jual beli ban motor bekas di Jalan Paal V Kotabaru Jambi
selama puluhan tahun.
Tidak mudah bagi Hutauruk memulai usahanya di bidang tambal ban.
Saat berbincang-bincang dengan Harian Jambi, K Hutauruk menceritakan
pengalaman hingga dirinya bisa merantau ke Jambi.
Usai menamatkan sekolah dari kampung halaman tahun 1984,
dirinya mencoba merantau ke Lampung tempat kakaknya. Tinggal setahun di
Lampung, dirinya memberanikan diri cari pekerjaan di Jakarta.
Dirinya juga mencoba melayangkan lamaran keberbagai
perusahaan di Jakarta. Akhirnya, tahun 1985 Hutauruk pun diterima bekerja di di
PT Bangun Cipta (Kontraktor Jasa Marga).
Dirinya pun dikirim ke Palembang untuk membuka lahan transmigrasi. “Saya saat
itu bawa alat berat Buldozer. Saya bekerja di sana hingga akhir 1986. Terakhir
saya kerja ikut menimbun jalan jembatan Bayuasin Sumatera Selatan. Karena ingin
di kirim ke Kalimantan, namun gaji tidak sesuai, akhirnya saya beranikan diri
ke Kota Jambi," ujarnya.
Di Jambi, awalnya membuka bengkel motor dengan kemampuan minim. Bengkel itu
merangkap jual rokok, minyak solar, oli dengan modal Rp 1,5 juta. “Saya saat itu
punya anak buah tiga, sembari bos juga merangkap belajar bengkel. Awalnya usaha
saya maju,” katanya.
Kemudian satu persatu anak buah saya pecat karena
bersekongkol menipu saya. “Namun,
saya mendapat musibah perampokan hingga aset bengkel saya ludes digarong
orang," tuturnya.
Tapi, Hutauruk tak menyerah disitu saja. Walaupun berulangkali mendapat cobaan
hingga nyawanya terancam, Hutauruk tetap berjuang untuk mempertahankan usaha
bengkelnya.
“Saat itu saya memakai ilmu pelaris yang saya dapatkan dari
orang Sunda. Tapi akhirnya
ilmu itu saya buang dan saya membuka tambal ban motor. Sejak saya buang ilmu
itu, hidup saya terasa damai. Usaha saya ini lancar dan anak saya empat dapat
sekolah. Bahkan anak sulung saya sudah tamat STM,” katanya.
Ayah dari empat orang anak ini menuturkan, perjuangan hidup
dirantau sudah ditorehkannya. Bahkan berkat usaha tambal ban dan jual beli ban
motor bekas, dirinya dibantu istrinya tercinta Boru Hutagaol buka koperasi
simpan pinjam, mereka mampu bangun rumah hingga memiliki tanah untuk anaknya
kelak.
“Saya tetap bersyukur apa yang saya terima rezeki hari ini.
Saya juga menanamkan apa arti hidup bagi anak saya. Saya tetap berusaha ke
gereja, walaupun hari Minggu itu usaha saya saya buka sore harinya. Setiap
harinya saya bisa mendapat rezeki Rp 150 ribu hingga Rp 250 ribu. Rezeki harus
disyukuri dan harus tetap berdoa," ucapnya.
Hidup dirantau harus penuh perjuangan dengan kejujuran.
Menjalani hidup dari dunia kegelapan, bagi K Hutauruk sudah cerita lama. “Saya
bersyukur bisa hidup damai dengan profesi tukang tambal ban motor. Saya
tanamkan kepada anak saya agar mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan dalam
hidup,” katanya.
Ayah dari Eduward, Elizar, Edi, Gunardi dan Eka Puspitasari
ini menuturkan, dirinya tanamkan kepada anaknya agar mensyukuri nikmat yang
diberikan Tuhan dalam hidup, sekecil apapun itu.
Peluang Usaha
Memulai usaha tak mesti bermodal besar. Memajukan usaha, tak
juga mesti memiliki lokasi dan tempat yang strategis dan berkelas. Memulai
usaha, sekecil apapun itu, harus dengan komitmen dan keseriusan menggelutinya.
Begitu juga dengan usaha jual beli ban motor bekas laik pakai. Siapa yang
mengira ban motor bekas itu sampah dan berujung di tempat pembuangan. Namun,
lain halnya bagi seorang bapak ini, yang menjadikan ban motor bekas sebagai
peluang usaha yang menjanjikan.
“Saya memulai usaha ini sejak tahun 1986 silam. Dulu
untungnya lumayan, karena ban motor bekas banyak didapat dari bengkel-bengkel
motor tanpa dibeli, alias gratis. Kemudian ban motor bekas itu disortir dan
kemudian dibatik,” ujar K Hutauruk.
Seiring berkembangnya usaha jual beli ban motor bekas, kini
K Hutauruk harus membeli ban motor bekas itu dari bengkel motor dengan Rp 5000
per buah. Kemudian dibatik dan disemir agar tampak bagus.
“Sesudah disortir, dibatik dan kemudian disemir. Satu ban
bekas berbagai jenis motor dijual dengan harga Rp 27.000 per buah. Kalau ada
konsumen yang mengambil banyak, saya berikan harga Rp 15 ribu per buah. Omset
satu hari tak menentu, kadang banyak, kadang juga minim,” ujarnya.
Pembeli Luar Daerah
Menurut K Hutauruk, pembeli ban motor bekas miliknya datang
dari berbagai daerah di Provinsi Jambi. Mulai dari Sarolangun, Bangko, Bungo,
Tebo, Batanghari dan Muarojambi. Bahkan ada juga datang dari Langkat Sumatera Utara.
“Stok ban motor bekas datang dari berbagai bengkel-bengkel
motor yang ada di Kota Jambi. Kalau dulu kita tinggal ambil ban bekas dari
bengkel itu, namun sekarang saya harus beli Rp 5000 per buah. Tapi kualitasnya
masih laik pakei,” kata Hutauruk.
Disebutkan, para pengusaha bengkel-bengkel kecil atau tukang
tambal ban motor di Kota Jambi, mengambil ban motor bekas laik pakai
darinya.
“Bengkel kecil atau tukang tambal ban motor, kerap membeli
ban motor bekas dari saya. Saya kasih harga murah, namun kualitas ban motor
bekas itu masih bagus. Banyak juga yang menanyakan resep membuah ban bekas itu
hitam mengkilap dan bunganya bannya masih jelas, namun saya jawab itu rahasia
perusahaan,” ucap K Hutauruk sembari senyum.
Tahan Empat Bulan
Menurut K Hutauruk, ban motor bekas miliknya tahan dipakai
hingga empat bulan lamanya. “Ban motor bekas ini tahan dipakai hingga empat
bulan. Pembeli kita banyak tukang ojek. Kalau ban baru bermerak harganya
dikisaran Rp 150 ribu per buah. Jadi banyak tukang ojek beli ban bekas ke sini,
karena ingin irit pengeluaran,” katanya.
Disebutkan, tidak hanya tukang ojek yang belanja padanya,
namun banyak juga pemilik motor kawula muda. “Banyak juga anak muda yang
membeli ban motor bekas ke sini. Mungkin agar mengirit, sehingga ada biaya
jajan di sekolah,” ucap Hutauruk.
Disebutkan, kualitas ban motor bekas itu bisa hingga empat
bulan. Itulah sebabnya banyak pengguna motor menggantikan bannya dengan ban
motor bekas. “Dalam sehari bisa dapat pelanggan hingga 10 orang. Kalau beli
borongan bisa hingga ratusan ban yang sudah dibatik dan disemir,” ujarnya.
Ban Bekas Afkir
Ternyata ban motor bekas yang tidak laik lagi digunakan
untuk kenderaan, bagi K Hutauruk memiliki peluang baru. Kini ban bekas afkir
miliknya dijual kepada pemilik kebun Buah Naga di Jambi.
“Kalau dulu ban motor bekas yang afkir dibakar di tempat
sampah, kini saya ambil dan bisa dijadikan uang. Kini ada langganan saya
pemilik Kebun Buah Naga yang mengambilnya hingga ratusan buah. Harga satu ban
bekas afkir saya jual Rp 1000 per buah. Kalau ban motor bekas afkir itu saya
pungut dari tong sampah dan dari bengkel-bengkel motor di Jambi,” katanya.
Ban motor bekas afkir itu digunakan untuk media tanaman Buah
Naga yang diletakkan pada media batang penahan pohon Buah Naga. “Sejak adanya
perkebunan Buah Naga di Jambi, harga ban motor bekas afkir laku dijual.
Lumayanlah untuk nambah rezeki,” katanya.
Pinjaman Modal dari PTPN VI
Awal menggeluti usahanya, K Hutauruk meminjam modal ke PT
Pos Indonesia. Pinjaman mulai dari Rp 20 juta hingga Rp 50 juta dengan agunan
sertifikat rumah dan keterangan usahanya.
“Saya sudah lima kami meminjam modal ke PT Pos Indonesia
dengan bunga 0,6 persen pertahun. Namun pinjaman saya terakhir ini, ditolak
dengan arogansi pihak PT Pos Indonesia Jambi. Belakangan ini saya meminjam
modal ke PTPN VI Jambi sebasar Rp 20 juta dengan bunga 0,6 persen pertahun,”
katanya.
Guna membantu usahanya itu, istrinya Boru Hutagaol buka
koperasi simpan pinjam dan kreditkan barang kebutuhan rumah tangga. Mereka
mampu bangun rumah hingga memiliki tanah untuk anaknya kelak. (*/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar